PopNovel

Baca Buku di PopNovel

For You My Love

For You My Love

Penulis:Sarah

Berlangsung

Pengantar
Jinra dan Yeol adalah teman waktu kecil, tetapi Yeol pergi tepat di hari ulang tahun Jinra tanpa penjelasan apa pun. Mereka kemudian kembali bertemu di sekolah baru Jinra. Namun, gadis itu tidak mengenali Yeol. Konflik dimulai di sini ketika Yeol mengungkapkan siapa dirinya, lalu kehadiran Boomi yang tidak menyukai Jinra dekat dengan Yeol yang di kemudian hari menimbulkan masalah dan menyebabkan Jinra dan Yeol kembali berpisah. Akankah mereka bertemu lagi agar Yeol bisa mengungkapkan perasaan yang sebenarnya pada Jinra, pun sebaliknya bagi Jinra. Mereka saling mencintai, tapi ragu untuk mengakui. Cover: Pexel, edit by photogrid
Buka▼
Bab

Pada kehidupan ini, semua serba mudah, bahkan untuk mencari pendampingpun, bisa secara online lewat berbagai aplikasi, lalu bertemu. Semudah itu, bahkan, bisa menyewa seseorang hanya untuk satu malam, yah, jalan-jalan.

Tapi sepertinya, tidak semua orang akan tertarik dengan semua itu, sekalipun sedang tren atau seseorang mengejek kesendirian. Setiap orang selalu punya pendapat dan pandangan yang berbeda tentang gaya hidup kekinian.

Siapa yang masih taat aturan di zaman ini yang kriminalitas di mana-mana, bahkan di maya, sebuah dunia dalam media sosial. Terlepas dari itu semua, tentang realitas kehidupan, seseorang mungkin merindukan zaman dulu, atau, masa saat masih bersama, yah, sebut saja masa saat masih berseragam sekolah.

Seseorang mungkin masih mempertahankan perasaandalam hati akan sebuah harapan. Yah, harapan yang membuatnya bertahan di dunia yang keras dan penuh hinaan karena sampai sekarang, pikirannya selalu sama tentang cinta, hanya terpaku pada satu sosok, itu saja, bukan berarti menutup hati untuk orang lain juga.

[Kita bertemu di café dekat perpustakaan kota. Ingat!]

Sebuah pesan masuk ke ponsel seseorang yang diletakkan di atas meja berbahan kayu dengan tumpukkan kertas di sisinya.

Hups.

Si pemilik ponsel berwarna putih itu hanya mengembuskan napas begitu membaca isi pesan. Pandangannya teralihkan ke depan, pada rintiknya hujan yang turun dari langit dan mengenai kaca jendela di sampingnya, menatap awan yang hitam di atas sana.

[Ingat, Ra!]

Satu pesan lagi masuk, memberikan peringatan.

[Oke.]

Dia membalas singkat.

[Jangan oke, tapi harus, Ra! Kamu selalu sibuk mulut, gak pernah ikut kita reunion.]

Balasan pesannya membuat gadis itu terdiam.

[Yah, kamu tahu juga, Mi.]

“Yeah, I know.]

Pemilik ponsel putih itu kembali membuang napasnya. Seorang gadis dengan rambut panjang sepunggung yang diikat, sepasang iris mata yang indah, alis tipis memayungi kedua matanya, hidung yang mancung, kulit putih serta pipi yang terlihat mulus itu tampak sempurna sekali, cantik.

Dia segera menggeser tombol hijau saat di ponselnya terdapat sebuah panggilan masuk.

“Ya?” sapanya begitu sambungan terhubung.

“Kau di mana, Ra?” tanya si penelepon.

“Kantor,” jawabnya singkat.

“Baguslah, aku akan menjemputmu kalau begitu.”

“Nggak usah, aku bisa sendiri, kok, Mi.”

Terdengar helaan napas dari seberang.

“Apa? Kau akan menghindar lagi? Sekenario apalagi yang sudah kau siapkan sekarang, Ra? Ini hanya acara reuni, bukan perjodohan,” cerca seseorang dari sambungan membuat gadis itu terdiam, menunduk.

“Ayolah, kau nggak perlu menghindar, lagi pula, dia nggak di sini juga, kau tahu itu.”

Gadis itu diam.

“Astaga, Shin Jin Ra, kau itu bodoh sekali. Demi apa menghindar padahal tidak ada yang mengejar. Sudahlah, aku malas harus bicara panjang denganmu hari ini. Ingat, jam 7 malam nanti, datanglah!” tegasnya.

Gadis itu melirik jam, pukul lima.

“Oke.” Putisnya.

“Baguslah. Tepati janjimu, Ra, seenggaknya demi aku.”

“Oke, Domi, aku akan ke sana setelah kerjaan usai.”

“Oke. Kutunggu, Ra.”

“Hm.”

“Ya sudah, kututup teleponnya.” Setelah mengatakan itu, Domi, seseorang yang menghubunginya barusan memutus sambungan begitu saja.

Shin Jin Ra, gadis cantik pemilik nama itu. Dia mengembuskan napasnya, menyimpan ponsel dia atas meja lalu menyandarkan kepalanya. Di luar masih hujan, dia enggan pulang meski jam kerjanya sudah usai.

***

Jam tujuh malam, JinRa berdiri di depan sebuah café yang tampak ramai. Langit kini bertabur bintang, menyingkirkan awan hitam yang mengandung air. Cuaca cerah sekarang.

Dia mengembuskan napasnya berulang kali, gugup mendera. Ini untuk pertama kalinya dia datang ke acara makan malam reuni sekolahnya. Selama ini, dia memang sibuk, bukan menghindar. Yah, katakan saja nggan untuk datang, sekalipun. Tapi kini, dia harus, demi sahabatnya.

“Shin Jinra?” sebuah suara menyapa.

Gadis yang mengenakan dres hijau setlutut itu menoleh, melihat siapa yang menyapa.

“Woah, ini benaran kau, ya, si culun itu?” sapanya, mengingatkan Jinra akan masa itu, ketika duduk di bangku hight school.

Mata Jinra mengerjap, menyelidiki siapakah gadis itu yang berdiri di depannya kini.

“Kau sepertinya lupa padaku, ya? Aku Soorin, teman yang kau selamatkan dulu,” katanya.

“Ah, ya, halo,” sapa Jinra begitu ingatannya memutar kenangan tentang gadis ini yang mengenakan dres polkadot.

Soorin tertawa.

“Sudah lama sekali tak lagi bertemu denganmu, Ra, kau tampak berubah banyak. Ini, pertemuan pertamamu, bukan?”

Jinra hanya mengangguk, dia memang irit bicara sejak dulu.

“Kalau begitu, ayo masuk, mereka pasti senang kau datang. Kami selalu membicarakanmu,” kata Soorin sambil menarik tangan Jinra untuk masuk ke café itu.

Soorin bercerita banyak hal, tentang siapa saja yang kini sudah menikah, bahkan memiliki anak, dan siapa saja yang belum, sibuk dengan pekerjaannya, dan salah satunya adalah Jinra sendiri.

Café itu ramai, Soorin membawa Jinra masuk lebih jauh, menuju sebuah ruangan khusus yang telah disediakan. Rupanya acara reuni memilih tempat di halaman belakang café. Dari Soorin, café itu pemiliknya adalah salah satu teman sekolah mereka dulu.

Mereka tiba tak lama kemudian. Café yang mirip dengan hotel berbintang itu rupanya salah satu café termewah. Soorin membawa Jinra semakin masuk menuju sebuah ruangan di mana semua orang berkumpul untuk makan malam.

Soorin mengumumkan kedatang Jinra pada semua orang yang langsung disambut sorakan, menyambutnya hangat, bahkan banyak dari mereka yang tak percaya akan kehadirannya kini setelah sekian tahu tak pernah ikut acara reuni.

Teman-teman kelas Jinra mengadakan pesta barbekyu di halaman belakang, makanya Soorin membawanya ke sana. Jinra kini duduk bersama Domi yang menyambutnya.

Semua orang tampak sibuk berbincang sebelum makan malam dimulai. Reuni itu hanya untuk angkatan mereka saja, tidak ada senior atau junior. Domi menjelaskan banyak hal pada Jinra. Dia juga bertemu dengan Sarang, teman satu timnya, gadis itu kini sudah menikah dan memiliki satu anak. Sarang tampak begitu bahagia menceritakan pengalam hidupnya bersama keluarga kecil.

Jinra hanya menjadi pendengar, sesekali menyahut percakapan mereka. Namun, diam-diam, pandangannya mengedar seolah mencari sosok yang masih mengisi hatinya kini.

“Dia tidak pernah datang, sama sepertimu, Ra,” bisik Domi seolah tahu apa yang dicari Jinra.

Jinra diam.

“Kabarnya, dia masih di Amerika, bahkan sibuk dengan perusahaannya. Dari Hajin, dia bilang begitu, masih sibuk,” lanjut Domi.

“Perhatian, perhatian! Mohon perhatiannya hadirin!” ujar seorang pria yang berdiri dari duduknya. Semua mata tertuju padanya. “Baiklah. Makan malam kita akan segera dimulai. Pertama, mari kita sambut salah satu alumni kita yang baru pertama kali hadir di sini. Mari kita sambut, Shin Jinra!” katanya dengan suara yang menggema.

Tepukan tangan riuh menyambut kehadiran Jinra, gadis itu hanya mmbungkukkan tubuhnya, tersenyum kecil menanggapi sambutan itu.

“Oke. Selanjutnya, kita pun akan kedatangan tamu special! Kalian tahu siapa yang akan datang?”

Semua orang di meja itu kompak menggeleng.

“Yah, kalian memang selalu sibuk. Sudalah, kita sambut saja, di pangeran sekolah kita …,” pria yang diketahui namanya sebagai Hajin itu menggantungkan kelimatnya, membuat orang bertanya-tanya, bahkan menatap Jinra, membuat gadis itu kebingungan.

Siapakah yang datang?

Domi mengedikan bahunya saat Jinra menatapnya, bertanya siapa yang dimaksud Hajin. Bahkan Sarang pun menggeleng. Hyemi juga, sama, tidak tahu siapa yang dimaksud.

Tiga teman Jinra sedang bersamanya sekarang, Lee Domi, Jung Hyemi dan Im Sarang.

“Astaga, kalian, jangan bilang sudah melupakannya, padahal, tiap tahun, kalian selalu membicarakannya, tapi kini, tak satupun? Ckck. Sungguh terlalu!” serunya sambil menggeleng.

Tapi sepertinya itu adalah clue untuk mereka mengingat siapa yang akan datang.

“Sudahlah. Kita sambut saja, pangeran sekolah, Lee Yeol!” seru Hajin menyambut.

Semua pandangan tertuju ke arah yang ditunjuk Hajin, di mana orang yang dimaksud datang dengan gaya slowmotion, pencahayaan lampu mengiringi langkahnya, membuat sosoknya semakin sempurna.

Jinra terpaku, matanya mengerap pelan, dadanya bergemuruh seiring seseorang datang semakin dekat. Sosok itu, pangeran sekolah, cinta pertama yang dia harapkan menjadi yang terakhir, akankah semua terwujud kini? Penantiannya, alasannya menutup hati, dan seseorang yang membuatnya sempat benci akan cinta.

Lee Yeol, kini datang ke hadapan semua orang, gagah berdiri dengan setelah jas hitam yang melekat pas di tubuhnya, membuat nyaris para hadirin terpana akan pesonanya yang tak sekalipun luntur. Yeol selalu punya daya tarik sendiri, bahkan kini.

“Wohoo … Welcome to my bro!” ucap Hajin. Mereka tampak berpelukan layaknya sahabat lama.

Jinra segera menundukkan kepalanya saat tatapan Yeol tertuju padanya.

“Baiklah. Malam ini teramat special, maka dari itu, tanpa membuang waktu, mari kita makan, setelah itu … kita berpesta!” seru Hajin yang disambut sorak-sorai yang hadir.

Yeol duduk di dekat Hajin, tepat di depan Jinra. Tatapan pria itu tertuju padanya, lamat, taka da senyuman. Semua orang tampak sibuk menyantap makan malam.

“Sepertinya dia tahu kamu akan datang. Aku baru tahu, dia baru kembali tak lama ini, sama sepertimu,” bisik Sarang. Jinra hanya diam saja.

Makan malam itu tampak ramai dengan canda tawa, membahas berbagai hal. Hanya JInra yang duduk diam dengan kaku karena tatapan Yeol terus tertuju padanya.

“Aku ke tolet dulu, Mi,” bisik Jinra pada Domi.

“Aku ikut juga, ya, aku juga ada perlu,” balas Domi. Jinra mengangguk.

Domi yang menjawab saat Hajin bertanya ke mana Jinra akan pergi.

Jinra menatap pantulan dirinya di cermin wastafel toilet wanita. Hanya menatap bayangannya setelah membasuh tangan. Ada sorot yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Entahlah, yang pasti, hatinya tak keruan.

“Dia datang tanpa sepengetahuan, menurutmu kenapa?” tanya Domi, memecah lamunan Jinra.

“Aku tidak tahu,” jawabnya.

Domi menganggukkan kepalanya, ikut menatap pantulan diri di cermin.

“Maka kau harus menghadapinya, tak peduli seberapa sakitnya hatimu. Kau perlu kepastian darinya, Ra. Meskipun kau sering menyangkal, tapi aku tahu, dalam hatimu, berharap dia kembali,” terang Domi. Jinra diam.

“Aku untuk itu.”

“Aku tahu. Maka dari itu, kamu butuh kepastiannya, apa yang terjadi padanya selama ini?”

Jinra menanggapi Domi dalam diam, memikirkan apa yang dikatakan gadis itu. Benar, dia butuh kepastian tetapi ragu untuk menanyakan apa yang terjadi.

***

Malam semakin larut saat akhirnya acara itu selesai. Para alumni sudah membubarkan diri, kini hanya tinggal beberapa saja. Sebagian besar dari mereka mabuk berat, meneguk berbagai minuman untuk merayakan pertemuan itu.

Jinra baru saja keluar dari café itu bersama Domi yang tampak sempoyongan, dia lebih banyak minum.

“Ra, kau terlalu bodoh, padahal, kan, nilaimu sangat bagus, bahkan kini, kau sukses berkarier sebagai dokter. Tapi, kenapa asmaramu tak pernah berubah?” ceracau Domi.

“Kau mabuk, ayo, kuantar pulang,” kata Jinra. Dia tampak sadar karena tidak banyak minum.

“Tidak perlu, Ra. Aku akan pulang sendiri saja, nggak apa-apa, kok,” balas Domi.

Gadis itu tampak kesulitan memegangi Domi yang sempoyongan dan melantur tak jelas, hingga akhirnya seseorang membantunya memegangi Domi. Jinra melihat siapa itu dan terdiam.

“Aku akan mengantar Domi pulang, Ra,” sebuah suara datang dari sampingnya. “Kau pulanglah, biar Domi kuantar, lagi pula, arahnya pun berbeda denganmu,” kata Hajin. Rupanya dia masih sadar.

Jinra menatap Hajin yang mendekat lalu mengambil alih Domi yang sudah teller. Jinra memperhatikannya.

“Kalian biacaralah, jelaskan apa yang terjadi daripada merana tanpa akhir,” ujar Hajin begitu Domi berada di pangkuannya. “Ra, kamu nggak usah egois. Aku tahu, dalam hatimu, hanya ada dia. Jadi, tolonglah, dengarkan penjelasannya,” kata Hajin.

Lee Yeol, yah, pria yang berdiri di belakangnya kini adalah Yeol, seseorang yang selalu mengisi hatinya dari sejak dulu sekali, sebelum dia tahu apa itu cinta.

“Kalian itu udah gak lagi muda, jadi tolonglah mengalah dan jelaskan apa yang terjadi.” Hajin menatap Jinra dan Yeol bergantian. “Sudahlah, aku pulang dulu, sampai jumpa lagi,” pamit Hajin. Jinra mengangguk.

Pria itu memasukkan Domi ke mobilnya lalu berjalan ke sisi kemudi, tak lama mobil silver itu melaju, meninggalkan Jinra dengan Yeol di belakangnya.

Suasana menjadi canggung, malam yang kian melarut menjadi saksi bisu akan pertemuan mereka sejak tujuh tahun berpisah tanpa penjelasan apa pun. Jinra yang terlalu keras kepala memilih menghampiri mobilnya alih-alih menuruti perkataan Domi dan Hajin untuk mendengarkan penjelasan Yeol.

“Bisakah kita bicara sebentar?” tanya Yeol menghentikan langkah kaki Jinra.

Jinra hanya diam, tak mengatakan apa pun.

“Apa kabarmu, Ra?” Yeol bertanya basa-basi, mungkin dia tahu, Jinra akan melarikan diri lagi. “Tidakkah kamu ingin mengetahui sesuatu?” Yeol mendekai Jinra dari belakang yang tetap bergeming di tempatnya.

Pria itu tidak tahu, Jinra berusaha untuk bertahan atas gejolak perasaannya.

“Aku merindukanmu, tapi kamu selalu menolak untuk bertemu. Kurasa, kamu harus mendengar penjelasanku, bahwa itu salah paham,” katanya. “Ra, tidakkah kamu tahu, aku mencintaimu.”

Tubuh Jinra menegang kala Yeol tanpa permisi lebih dulu memeluknya dari belakang, memberikannya kehangatan, membuat tumpukkan rindunya luncur seketika.

“Aku akan menjelaskannya padamu, alasan pergi tanpa permisi,” bisik Yeol.

Mata Jinra terpejam, meresapi kehangatan Yeol yang dia rindukan, yang selama tujuh tahun ini terasa begitu dingin karena Jinra menolak setiap pria untuk mendekat.

“Kamu harus tahu sekarang, bahwa aku, mencintaimu. Hanya kamu yang selalu ada dalam hatiku, sampai kapan pun.”

Angin malam berembus, germerlap bintang di langit, dan keheningan menjadi saksi atas ungkapan Yeol pada Jinra untuk yang kesekiannya. Namun, akankah Jinra percaya dan menekan keraguannya tentang cinta, menerima kehadiran pria yang sesungguhnya amat dia cintai itu? Akankah akhirnya bahagia? Lalu, apakah alasan Yeol pergi itu?

Semua akan diulang dalam ingatan Jinra, tentang masa yang indah itu.

***

Terima kasih sudah baca, semoga suka dengan ceritanyanya.

Tunggu part selanjutnya ya. jangan lupa tinggalkan jejak kalau sudah baca.