PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Nostra The Mafia

Nostra The Mafia

Penulis:Dea kim

Berlangsung

Pengantar
Konflik antara dua orang bersaudara yang memperebutkan sebuah gelar ketua mafia bernama Nostra di Itali Sisilia yang begitu disegani. Lanzo Baldasser ingin menjalankan kehidupan nya yang normal dikarenakan sejak ia kecil, ia harus menjalani keras nya hidup dan selalu di atur oleh sang Ayah. Hingga saat nya, sang Ayah mempercayai nya untuk menggantikan ia menjadi ketua Nostra. Lanzo dikenal sebagai sosok yang baik meskipun dingin, kasar dan brutal. Maxi Baldasser merupakan adik tiri Lanzo, ia selalu diperlukan berbeda dari kakaknya. Maxi selalu berambisius untuk bisa diakui dan selalu melawan Lanzo dalam segala hal. Irina adalah seorang perempuan polos, baik hati dan perhatian, ia mempunyai kehidupan normal dan damai layaknya remaja lain. Namun, kehidupan Irina berubah ketika ia tidak sengaja masuk kedalam kehidupan dua bersaudara mafia itu, Lanzo dan Maxi. Dengan munculnya berbagai tragedi dari suka dan duka membuat konflik menjadi makin rumit.
Buka▼
Bab

"Lanzo" dengan nada lemah.

"Tolong aku lanzo" dengan mengulang kata berkali-kali.

"Tolong"

"Kenapa lanzo"

"Lanzo"

"TOLONG AKU LANZO!!!" Teriak seorang wanita yang bergeming di telinganya dengan keras.

Nging...... telinganya berdenging keras terasa nyaring. Membuat matanya yang tadi terpejam sontak membuat matanya terbuka kaget, lanzo yang sedang tidur bangkit dari tempat tidurnya dan terduduk memegang kepalanya yang agak pusing, sambil mengusap dahi dan lehernya yang cukup berkeringat. Lanzo yang terdiam dalam pikirannya karena mimpinya yang membuat kepala dan dadanya terasa sakit.

Dap.. dap..

langkah kaki yang mendekat.

Krik...

Suara pintu kamar lanzo yang terdorong terbuka, di balik pintu keluar seseorang wanita paruh baya yang anggun membawakan secangkir teh hangat.

"Mimpi buruk lagi seperti biasa?" sambil berjalan membuka tirai kamarnya yang membuat silau karena terik matahari yang cerah.

"Bisa keluar" dengan menatap dingin.

"Bisa kamu sopan pada ibumu sendiri lanzo?" Membalikan badan dan menatapnya kembali.

"Kau bukan ibu kandungku" bangkit dari tempat tidurnya dan berdiri.

"Setidaknya aku ibu sambungmu"

"Aku sudah bilang keluar, dan lain kali jangan memasuki kamarku tanpa izin" melepas baju dan berjalan ke kamar mandi.

Menghela napas.

"Baiklah, ibu hanya menyampaikan bahwa ayahmu memintamu ke ruang kerjanya sekarang" sambil berjalan pergi meninggalkan kamar.

Lanzo yang terdiam sejenak di depan kamar mandi hanya menghela napas panjang dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan badannya.

*****

Ruangan megah,luas dan lorong yang sangat panjang didesain agar terlihat misterius nan elegan dengan kesan modern yang akan membuat orang menatap takjub seisi bangunan ini. Namun semua ini menjadi tidak bermakna di mata lanzo.

Lanzo yang berjalan gagah dengan jas hitamnya, berjalan memasuki ruang kerja ayahnya ketua Nostra. Belum sempat masuk maxi menghalanginya dengan menahan lengannya.

"Ayah mau bicara apa denganmu?" Ujar maxi menahan lengannya.

Dengan santai lanzo yang menghempaskan tangan maxi dari lengannya secara kencang sambil menggibas-gibaskan lengannya, lanzo hanya melihat dengan datar dan berjalan masuk ke dalam ruangan tanpa menjawab.

Maxi yang melihat lanzo masuk kedalam ruangan hanya bisa mengepalkan tangannya menahan amarah.

"Sialan kau lanzo" dengan raut wajah marah yang terus melihat pintu ruangan ayahnya.

Seorang wanita paruh baya berjalan mendekati maxi yang terdiam menatap pintu ruang kebesaran ayahnya itu.

"Ayo makan max" ujarnya Sambil mengusap lengan maxi.

"Mom apa yang mereka bicarakan, bukan tentang pergantian ayah ya kan?" Dengan raut wajah serius.

"Kau tau ayahmu selalu berbicara tanpa berdiskusi dengan ibu, dengar max ibu hanya menyampaikan pesan itu kepada lanzo"

"Kenapa ibu tidak bertanya pada ayah" dengan nada meninggi.

"Kamu tau ayahmu seperti apa" maxi yang menahan amarahnya sedari tadi hanya berpaling dari wajah ibunya dan pergi.

Maxi yang manahan amarahnya meluapkannya di sirkuit jalan milik keluarganya. Maxi mengendarai mobil dengan sangat cepat di jalan tanpa dia sadari ada rusa yang melintas di depan mobilnya dan tidak sengaja terbabrak.

Brak..

Suara kencang mengenai mobilnya, maxipun berhenti dan turun dari mobilnya.

"Oh shit" sambil memegang kepalanya dan menendang ban mobilnya. Maxipun bersandar ke mobilnya dan menatap rusa mati dengan segenang darah yang meluas keluar dari badan rusa tersebut di depan mobilnya.

"Kalau saja rusa itu lanzo" smirk maxi sambil mengeluarkan rokok dari sakunya.

Huuh...

Menghembuskan asap rokok yang seketika dapat sedikit menengkannya.

****

"Dapat kan kontrak itu, jika mereka menolak kau taukan harus melakukan apa" ujar Baldasser ketua Nostra.

"Baik ayah" jawab lanzo.

"Satu hal lagi lanzo, jika ada kesalahan sedikit kau tau cara mempergunakan saudaramu maxi seperti apa" ujar Baldasser menghisap rokoknya.

"Saya mengerti" ucapnya sambil berdiri berjalan mengambil jasnya dan pergi meninggalkan ruangan itu.

Lanzo yang berjalan menuju ke suatu ruangan lalu masuk kedalamnya, diapun memilih beberapa senjata yang akan dia kenakan hari ini. Tangannya mengelus lembut pistol type Glock 20 yang begitu ringan dan tipis, pistol yang berkualitas dan mudah baginya.

Lanzopun memasukkan pistol dengan peluru penuh itu kedalam jasnya. Diapun beranjak pergi menuju bagasi mobil dan pergi.

Maxipun datang dengan mobilnya melihat mobil hitam type bently flying mobil anti peluru yang selalu di pakai oleh lanzo.

"Tugas baru si pemburu anjing" smirk maxi yang memarkirkan mobilnya lalu pergi kedalam rumah.

Maxi yang berjalan di menaiki tangga menuju kamarnya dihentikan oleh salah satu bodyguard.

"Ada apa" dengan wajah datar.

"Maaf tuan, jadwal hari ini ada rapat di perusahaan untuk masalah pembangunan direksi tanah"

"Oh shit"

"Siapkan mobil!" berlari menuju kamarnya dan berganti pakaian. Setelah siap maxi dengan jas memasuki mobil dan menuju ke perusahaan. Sesampainya di perusahaan maxi keluar dari mobil dengan arogan semua orang tertunduk memberi salam kepadanya.

Maxipun berjalan menuju ruang rapat. Setibanya di dalam ruangan maxi yang menatap dengan wajah serius membuat suasana ruangan menjadi terasa gelap, para direktur yang sedang berkumpul menatap dengan tatapan tunduk dan diam sambil menelan ludah.

Maxi yang melihat itu seketika tersenyum dan menghilangkan raut wajah yang membuat para direktur gelisah.

"Hei ayolah, santai jangan terlalu serius" canda maxi yang membuat para direksi menghela napas dan tertawa canggung.

"Kursi kosong itu bukannya pak direktur luca" ujar maxi yang terduduk di kursinya

"Maaf ijinkan saya menjawab bos" maxi yang mengangguk.

"Direktur luca memutuskan tanahnya itu tidak dijual kepada perusahaan, dia memilih untuk menjual dan menginvestasikan tanahnya kepada perusahaan lain"

Sambil menganggukan kepala.

"Ahh begitu" maxi yang selalu mengangkat sudut bibirnya yang membentuk senyum.

"Dan kalian akan menginveskannya tanah kalian kepada yang lain" sambil memainkan pulpen mengarahkannya pada kepala-kepala direktur.

Direktur dalam ruanganganpun bergemuruh berkata.

"Tidak b-bos" dengan lantang.

Maxi yang tersenyum dengan wajah datar bangkit dari kursinya.

"Good, kalian bisa mengumpulkan sertifikat dan perjanjian kalian padaku sekarang"

Semua direktur mengumpulkan dokumen yang isinya sertifikat dan surat perjanjian. Maxi beranjak pergi setelah urusan di kantornya selesai dan memberikan dokumennya pada sekertarisnya.

****

Lanzo yang terduduk sambil membungkukkan badannya sedikit dan agak melebarkan kakinya agar terasa nyaman duduk berhadapan dengan seseorang pria tua yang terikat oleh tali kencang.

"Jangan harap tanah itu menjadi bagian dari Nostra, cuih" ujar pria tua dengan meludah pada lantai.

Dengan wajah datar dan dingin lanzo hanya menyalakan korek api yang dia pegang lalu menyudutkanya pada ujung rokok. Lanzo yang mengubah posisi duduknya bersandar pada kursi mengisap rokoknya perlahan dan menghembuskannya pada langit-langin.

"Tanpa basa basi, saya tidak akan mengulang lagi untuk anda" bangkit dari kursi dan menggeserkan surat perjanjian dan sertifikat.

"SUDAH KUB-ilanggg.. mhhm" belum sempat dia menyelesaikan ucapannya ujung rokok yang menyala merah menyentuh bibir pria tua dengan ditekan keras.

Lanzo yang menarik dan membuang puntung rokok itupun hanya menatap tajam dan dingin membuat siapa saja yang melihat mengintimidasi.

"Ssssakit..."rintihan paruh baya tersebut.

"Dasar moster kau Nostra" meronta-ronta berusaha melepaskan ikatannya.

"Kau akan merasaka- " Dor satu peluru menembus kepala direktur luca badannyapun terjatuh kelantai dengan darah yang keluar dari kepalanya. Lanzo yang menatap datar hanya membungkuk menarik tangan direktur luca dan menempelnya pada cap lalu menancapkan jari jempolnya diatas surat dan perjanjian, kemudian mengambil surat-surat itu kedalam tas hitamnya.

Lanzo berjalan sambil mengusap pistolnya yang terciprat sedikit darah dengan saputangannya, dan berjalan pergi melewati beberapa mayat yang sudah tak bernyawa dalam rumah megah luca. Lanzo pun berhenti di depan pintu rumah dan menyalakan sepuntung rokok dan menghisapnya berkali-kali dengan melihat mayat-mayat yang dia bunuh, seseorang berpakaian rapih berjas hitam menghampiri lanzo dengan sopan dan membisikan sesuatu di telingan lanzo.

"Urus saja mayat-mayatnya sesuai perintahku" ujar lanzo sambil menghembuskan asap.

"Baik tuan" jawab pria berjas hitam itu.

"Tunggu"

"Untuk yang tadi kau tau harus bagaimana" diangguk dengan sopan pria jas hitam yang berbicara pada lanzo itu adalah tangan kanan kepercayaan.

Sesampainya di rumah lanzo memasuki ruangan ayahnya untuk memberikan dokumen yang disuruh oleh ayahnya.

Dibalik pintu maxi yang melihat ayahnya yang melihat bangga dan senyum pada lanzo hanya terdiam menatap dengan kesal. Maxi yang telah melihat itu pergi.

****

TBC