PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Labyrinth

Labyrinth

Penulis:Novemberain

Berlangsung

Pengantar
Apakah ada alasan yang membuat kamu bertahan menjalani hidup? Apakah ada seseorang yang membuat kamu harus berusaha tetap hidup? Apakah ada hal yang ingin sekali kamu lakukan untuk terus hidup? Jika ada, apakah kau baik-baik saja dengan dunia yang rumit ini? Aku tak memiliki dari ketiganya tetapi aku tetap bertahan, karena kenangan yang sudah kuukir selama ini sudah cukup untuk aku melanjutkan langkah. Kenangan tentang bagaimana kita saling menguatkan, saling memahami, dan saling memaafkan satu sama lain. Seperti jalan-jalan yang telah kita lalui bersama Seperti rintik dan derasnya hujan yang telah kita terjang bersama Seperti terik dan mendungnya langit bumi selama ini. Seperti itulah aku mengenangmu, tidak banyak namun selalu ada. Hari ini apakah kamu bersedia menjadi teman berbincangku? Akan aku ceritakan semua usahaku untuk tak berbalik ke arahmu lagi.  
Buka▼
Bab

Sore itu, aku melihatmu lagi setelah sekian lama. Kamu tetap sama tak ada yang berubah, senyumanmu, harum parfume yang kamu gunakan, sampai gaya rambutmu tampak sama seperti lima tahun lalu. Siapa yang aneh sebenarnya? Aku yang cukup banyak berubah atau kamu yang tak berubah sama sekali?

“Nadine?”

“Hai, apa kabar?” tanyaku basa-basi

“Kabar baik, kamu apa kabar?”

“Alhamdulillah, baik juga”

“Syukurlah, kamu sedikit berubah sekarang”

“sepertinya manusia semuanya berubah kecuali kamu.”

“Benarkah? Mungkin, aku terlalu enggan untuk berubah” seperti biasa dia selalu mengakhiri kata-kata nya dengan menebarkan senyum.

“Kalau ada waktu, apa bisa berbicara sebentar?”

“boleh, selesai acara mari bertemu di toko buku biasa.”

Kamu menggunakan kata “toko buku biasa” semakin membuatku berharap kamu masih mengingat semua kebiasaan kita dulu, tempat-tempat yang sering kita kunjungi dulu. Apakah mungkin? Setelah keputusanmu mengakhiri jalan yang tidak berujung waktu itu?

Hari ini aku menghadiri pemakaman salah satu teman dekatku saat SMA, Ayu namanya, teman yang sudah bersamaku selama lima belas tahun ini, mengarungi banyak kenangan bersama, melewati jalan berbunga dan jalan terjal bersama. Semalam akhirnya Ayu menyerah kepada penyakitnya, ia tak akan berjuang lagi. Ayu juga salah satu sahabat joshua lelaki yang selalu aku coba lupakan. Entah bagaimana joshua bisa tahu kabar tentang kepergian Ayu karena setahuku dia sudah memutus kontak semua teman-temannya. Pun arya yang sempat bercerita bahwa dia sudah tidak berkabar dengan joshua lagi semenjak hari itu.

Arya, Ayu, Nadine dan Joshua kami berempat merupakan sahabat sejak bangku SMA, melanjutkan kuliah di Universitas yang sama dengan fakultas yang berbeda, namun setelah selesai kuliah kami mengambil jalan masing-masing. Nadine yang tak beranjak dari kota kelahirannya di Semarang, Membuka toko roti kecil di pusat kota. Ayu salah satu penulis muda sukses di Jakarta, Namun tak pernah absen dalam memberi kabar kepada nadine. Arya yang menyukai olahraga sejak dulu memilih bergabung dengan salah satu team sepakbola di Yogyakarta dan Joshua satu-satunya yang tidak nadine ketahui keberadaanya sejak terakhir kali bertemu di acara wisuda.

“Sejak dulu Ayu adalah perempuan tangguh, tak pantang menyerah sampai semesta yang memaksanya berhenti kan?” Aku mencoba membuka pembicaraan dengan tenang di hari yang mendung ini, berharap hari ini tak lagi turun hujan.

“ Benar, ayu memang seperti itu” Jawabku acuh, mengapa sedari tadi dia membicarakan masa lalu ? gumamku didalam hati.

“Kamu ingat, saat dulu ayu masih menjadi salah satu anggota osis saat SMA ? dia yang paling semangat kalau ditujuk sebagai pembawa bendera saat upacara, meskipun tubuhnya sakit namun semangatnya tak pernah hilang.”

“Aku bersyukur kepada Tuhan telah menghadiahkan ayu untuk hidupku yang rumit”

“Benar, Tuhan memang baik sekali disaat seperti ini.”

“Tuhan selalu baik.”

“Tapi tidak dengan beberapa hal.”

Deg aku tertegun saat dia berkata seperti itu. Seperti ada yang menancapkan pisau di bekas luka yang sudah kering. Aku terdiam beberapa saat, mencermati dan memahami lagi arti ucapannya tadi.

”Maaf.”

Jawabnya singkat, mungkin dia paham aku terkejut dengan kata-katanya. Pertemuan pertama setelah sekian lama dia menghilang dan kami hanya bisa membicarakan masa lalu, tanpa ada pembahasan lain. Terkadang aku ingin bertanya, Dimana dia selama ini, apa yang dia lakukan? Apa dia bahagia menjalani hidupnya dan apa dia sudah berdamai dengan hatinya ?

Namun aku urungkan rasa ingin tahuku, toh aku bukan siapa-siapa dia lagi. Fakta bahwa dia masih di Dunia ini saja sudah cukup bagiku, Aku tak mau melangkah jauh lagi. Hari ini aku hanya ingin fokus berdoa untuk Ayu sahabatku, aku tak seharusnya memikirkan joshua lagi. Bagiku dia tidak lebih dari masa lalu, seseorang yang dikirim Tuhan untuk mewarnai masa mudaku namun tidak untuk menemaniku sampai akhir.

Aku tegaskan kepadanya bahwa aku sudah tidak ingin membahas tentang masa lalu lagi, Cukup aku dan Tuhan saja yang tahu bagaimana caraku bertahan untuk tetap waras.

“Jangan salah paham dulu, aku meminta waktumu bukan untuk membahas masa lalu, Beberapa hari sebelum Ayu meninggal dia selalu meminta maaf kepadaku, Ayu bilang bahwa Ayu menyesal telah melakukan hal yang membuatku berakhir seperti ini.”

“Maaf nad, tidak seharusnya aku berkata seperti tadi. Lalu, apa yang bisa aku bantu nad?”

“Ayu bilang dia sempat bertemu denganmu dan menitipan sebuah buku kepadamu, Ayu menyuruhku berusaha menemuimu lagi dan membaca buku itu. Saat melihatmu kemarin, aku teringat hal itu.”

“Buku? Buku berjudul Labyrint yang ditulis Ayu maksudmu nad?”

“Entahlah, aku pun ragu untuk mencari buku itu namun rasa penasaranku begitu besar hingga akhirnya aku seberani ini bertanya kepadamu.”

“Terakhir kali aku bertemu Ayu itu sudah cukup lama, Dulu saat di Barcelona memang aku bertemu Ayu yang juga sedang berlibur, Dia memberikanku sebuah buku yang katanya ia tulis sendiri.”

“Labyrint?”

“Iya labyrint judulnya, Dia sempat memintaku memberikan saran untuk menyempurnakan buku itu, Setahuku buku itu belum selesai editing dan belum siap cetak.”

“Ayu tak pernah memberitahuku kalau dia menulis buku itu, Apa aku boleh meminjam buku itu?”

“Bukunya tidak aku bawa nad, Nanti coba aku cari di Rumah.”

“Terimakasih, Aku mohon bantuanmu.”

“Semoga saja bukunya masih aku simpan.”

“hhmm”

Seketika hening menerpa pertemuan kami, Setelah kalimat terakhir yang Joshua ucapkan tiba-tiba aku begitu gugup. Gugup yang luar biasa hingga tak bisa lagi menanyakan apapun lagi. Lima menit, Delapan menit sudah kami terdiam. Tak ada satupun kata yang dapat mencairkan keheningan ini, kami hanya sibuk dengan isi kepala masing-masing.

“Nad”

Setelah sepuluh menit terdiam, Joshua kembali menyebut namaku mencoba mencairkan suasana hening yang sudah cukup dingin.

“Dalem”

“Apa kebencianmu kepadaku sebesar itu?”

“Maksudmu?”

“Apa rasa bencimu teramat besar sehingga kamu enggan menyebut namaku?”

“Bukan begitu maksudku jo”

“Lalu apa nad?”

“Sudahlah jangan meributkan hal sepele seperti itu”

Aku terdiam mendengar joshua tiba-tiba menanyakan hal itu, Kukira dia tak akan sadar dengan hal kecil seperti ini. Namun aku salah, Dia tetap Joshua yang peka dengan hal sekecil apapun. Bukan karena aku membenci joshua hingga tak menyebut namanya sejak kemarin, Aku seperti itu karena sudah berjanji dengan diriku sendiri untuk tidak akan menyebut namanya lagi, Dan itu sudah terjadi selama 7 tahun.

Kita sempat merangkai masa muda bersama, sampai akhirnya masa depan tak mengizinkan kami merangkai kebersamaan lagi. Namun kita tetap bertahan hidup dengan rangkaian kenangan masa muda yang sudah berlalu. Hidup memang terus berjalan maju namun kami selalu menengok mundur waktu.