PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Janda Beranak Menikah Dengan CEO

Janda Beranak Menikah Dengan CEO

Tamat

Pengantar
Suami dan sahabat Sherly Siantar bekerja sama untuk merancang adegan perselingkuhannya demi merebut saham milik ayahnya. Selembar surat cerai dilempar ke muka Sherly, memaksanya untuk bercerai tanpa mendapatkan harta gono-gini sepeser pun. Empat tahun kemudian, dia kembali bersama anaknya yang imut. Putranya berkacak pinggang, “Mommy, dengar-dengar sekarang lagi ngetren punya Daddy angkat. Tunggu saja, aku akan mencari satu, supaya dia bisa melindungi Mommy!” Dalam beberapa hari, putranya itu membawa pulang seorang pria super tampan yang wajahnya persis dengan anaknya itu. “Mom, jangan khawatir. Aku sudah menyelidikinya. Daddy adalah urutan pertama dari daftar pria terkaya di dunia, bisa membuat orang-orang yang selalu menindas Mommy mundur!” kata putranya dengan percaya diri. Sherly terdiam. Hendra Solomon memandang wanita yang sedang tercengang itu dan melemparkan sebuah hasil tes DNA dengan dingin padanya, “Hei, kapan kamu mencuri spermaku?” Sherly marah. Jadi ini bajingan yang menidurinya empat tahun lalu dan tidak bertanggung jawab itu?!
Buka▼
Bab

Panas...

Rasanya seperti digantung dan dipanggang di atas api...

Sherly Siantar meraih lengan seseorang dengan penglihatannya yang kabur dan dalam keadaan pusing.

Dia ingin meminta bantuan. Dia bisa mencium aroma maskulin itu mendekat, dan pria itu mencium bibirnya yang sedikit terbuka dengan paksa.

Dia secara naluriah ingin melawan, namun pria itu tidak memberinya kesempatan sama sekali. Pria itu langsung menyambarnya, menghindari gigitannya, dan melumat segala sesuatu dalam dirinya.

Jelas-jelas dia seharusnya menolak dan menentang ciuman dari pria asing ini...

Tapi, mengapa ada gairah yang muncul dari dalam dirinya?

Detik berikutnya, dia merasakan sakit yang luar biasa di tubuhnya yang bagian bawah...

Rasa sakit itu mencengkeramnya dengan begitu hebat...

......

Pagi hari.

Sinar matahari yang keemasan masuk menembus tirai jendela, menerangi semua dekorasi mewah kamar itu.

Banyak pakaian tergeletak berantakan di atas karpet putih, dan samar-samar ada bau aneh pasca bercinta di udara.

Di tempat tidur, sosok ramping Sherly terbalut selimut bercorak emas di pinggiran.

Wajahnya oval dan kecil, paras dan fitur wajahnya sangat cantik, kulitnya putih seperti salju, dan di area tulang belikat yang tertutupi oleh rambut hitamnya, samar-samar terlihat bekas merah akibat kekasaran seseorang.

Bekas merah itu seperti bunga sakura yang bermekaran di seluruh tubuhnya.

Dalam tidurnya yang nyenyak, dia mendengar suara pintu didorong terbuka. Meskipun dia tidak ingin membuka mata, pikiran bawah sadarnya membuatnya tetap memaksakan diri untuk bangun.

Dia membuka matanya.

Dan langsung melihat wajah mengerikan suaminya, Eric Wiranata, serta ekspresi kaget dan bingung dari ibu mertua dan adik iparnya di luar pintu kamar megah itu.

“Eric...,” Sherly mengucek matanya.

Ketika matanya tertuju pada seprai, selimut, lantai, serta perabotan di seluruh ruangan, pikirannya sejenak menjadi kosong.

Ini bukan kamarnya. Di mana ini?

“Eric, ini di mana?” tanyanya pada pria yang ekspresinya masam di depan pintu.

Eric tertawa dingin, wajahnya sangat masam. Dia bertanya, “Kamu masih punya muka untuk bertanya padaku ini di mana? Katakan, dengan pria mana kamu berzina di sini semalam?”

Berzina?

Sherly menyipitkan mata, berusaha mengingat dengan jelas apa yang terjadi tadi malam, tapi dia tidak bisa mengingat apa pun. Ingatan terakhirnya adalah minum sedikit alkohol bersama Ella di kafe.

Pada saat itu juga, dia melihat saudara iparnya, Yaya dan ibu mertuanya Sinta menghampirinya dari balik badan Eric.

Lalu Sinta berbicara kepada Yaya, “Cepat ambil foto saudara iparmu yang tidur dengan pria lain, Ya. Ambil yang jelas fotonya!”

Tidur dengan pria lain? Kepala Sherly merasakan ledakan yang sangat kuat.

“A-aku nggak melakukannya .....” Sherly menggelengkan kepalanya dengan kuat, dan berusaha ingin menjelaskan semua itu kepada mereka.

Pada saat itu, ibu mertuanya, Sinta menghampirinya ke tempat tidurnya. Lalu Sinta menjambak rambutnya yang panjang. Rasa sakit itu membuat Sherly mengangkat lehernya, memperlihatkan bercak merah tanda ciuman yang cukup banyak di dadanya dan di lehernya yang tertutup dengan rambut panjangnya itu.

“Foto, foto semua bukti ini dengan jelas!” ucap Sinta kepada putrinya, Yaya.

Yaya yang sangat bersemangat mengambil foto tersebut, sambil tersenyum dan berkata, “Sepertinya kamu melewati malam yang sangat menyenangkan ya, Sherly!”

Tentu saja tidak.

Sherly menundukkan kepalanya dengan penuh kesakitan. Dia melihat dadanya dan berpikir dengan keras, sejak kapan tanda ciuman ini berada di dadanya. Kemudian, sekilas kejadian yang memalukan muncul di benaknya. Dia mengira semua itu hanya lah mimpi ...

Tentu saja, kejadian itu bukan mimpi.

Sherly dengan panik menatap wajah Sinta, dan Yaya. Namun, raut wajah mereka terlihat sangat menyeramkan. Mereka menatapnya dengan tatapan yang sangat dingin, seperti sedang melihat bongkahan sampah.

“Bagus, bagus sekali Sherly. Baru menikah setengah tahun, kamu sudah berani selingkuh. Aku nggak peduli kamu tidur dengan siapa semalam ... Bersiaplah untuk bercerai!”

Setelah melontarkan kata-kata itu, Eric berjalan keluar pintu dengan tatapan mata yang jijik.

Raut wajah Sherly mendadak menjadi sangat pucat.

Cerai?

“Nggak! Eric, kamu dengarkan dulu penjelasanku ... Kejadiannya bukan seperti yang kamu pikirkan ...” Sherly yang sedang terlanjang itu memeluk erat selimut yang sedang menutupi tubuhnya, dan ingin berlari keluar mengejarnya.

Pada saat itu, dia merasakan sebuah kekuatan yang sangat kuat mendorongnya jatuh ke tempat tidur. Itu adalah perbuatan ibu mertuanya, Sinta. Sherly hanya bisa menatap ibu mertuanya dengan tatapan terkejut, “Ma ...”

“Kamu nggak ada hak untuk memanggilku mama. Dasar rubah nggak tahu malu, berani-beraninya kamu berselingkuh dari anakku. Membawa aib saja keluarga Wiranata. Aku beritahu ya, keluarga Wiranata nggak akan memaafkan wanita seperti kamu ini!”

“Ma, sudah kufoto,” kata Yaya sambil memegang ponselnya dengan puas.

“Sherly, kami sudah memiliki bukti perselingkuhan kamu di dalam HP Yaya. Kalau kamu tahu diri, cepat ceraikan anakku, Eric. Kalau kamu masih nggak tahu diri, aku akan mengirimkan fotomu ini ke pengacara dan mengajukan gugatan cerai ke pengadilan.”

Eric membuka pintu mobil SUV Porsche miliknya. Seorang wanita seksi duduk di kursi penumpang. Melihatnya masuk, kedua ujung bibir merah wanita itu terangkat membentuk senyuman dan berkata, “Kak Eric? Apa rencana kita berhasil?”

Eric mengulurkan tangan, menarik wanita itu ke dalam pelukan, meraih kepalanya dan menciumnya dengan liar. Wanita itu melingkarkan lengannya di leher Eric dan membalas ciumannya dengan bergairah.

Setelah ciuman yang panjang dan bergairah itu, Eric menempelkan dahinya pada dahi cantik wanita itu dan berkata, “Ella, sebentar lagi, aku akan bisa menikahimu.”

“Iya, aku sudah lama menunggumu mengatakan kalimat ini,” kata Ella.

Setelah itu, Ella meraih kembali wajah tampan Eric dan mencium bibirnya lagi.

Di atas tempat tidur, wajah Sherly pucat pasi. Air mata membanjiri matanya, bekas cupang merah memenuhi sekujur tubuhnya, dan tubuh bagian bawahnya terasa sakit dan perih. Semua ini membuatnya panik. Dia sama sekali tidak memiliki memori tentang apa yang telah terjadi tadi malam.

Dia mengambil pakaiannya yang ada di lantai dan bergegas ke kamar mandi, lalu menangis tersedu-sedu sambil membasuh tubuhnya dari tanda sentuhan pria lain itu.

Sorenya, Sherly pulang ke rumah pernikahannya dengan Eric, masih dalam dengan linglung. Eric duduk di ruang tamu yang terang itu dan menatapnya dengan tatapan tajam dan mengerikan, bagaikan iblis yang bisa mencekiknya sampai mati dalam hitungan detik.

Bagi Sherly, apa yang dia alami pagi ini merupakan pukulan yang telak dan berat. Dia tahu, dia tidak perlu memberikan penjelasan apa pun lagi, karena pria itu tidak akan mau mendengarnya.

Sherly menatap suaminya yang ada di sofa itu, menarik napas dalam-dalam dan berkata, “Eric, aku setuju untuk bercerai, tapi aku ingin meminta kembali sepuluh persen saham kepemilikan Papaku. Lima persennya lagi akan aku berikan padamu sebagai kompensasi.”

Mendengar perkataannya, ekspresi di wajah tampan Eric langsung berubah. Dia baru saja mengamankan posisinya sebagai presiden direktur Wira Group. Kalau Sherly mengambil sepuluh persen saham sahamnya, maka status dan martabatnya akan terancam. Dia bahkan bisa diturunkan dari posisi presiden direktur itu.

Dia melangkah maju, tertawa sinis dan berkata, “Sherly, atas dasar apa kamu meminta kepemilikan atas sahamku? Kamu sudah mengkhianati aku, berselingkuh dengan orang lain, dan sekarang kamu hanya ingin menggunakan lima persen dari saham sebagai kompensasinya?”

“Eric, lima persen dari kepemilikan saham Papaku itu bernilai lebih dari 1 triliun kalau dikonversi menjadi uang. Memangnya 1 triliun itu belum cukup untuk dijadikan kompensasi bagimu?” kata Sherly, berdebat pada pria itu. Saham itu adalah saham Wira Group milik ayahnya saat masih hidup. Dia tidak bisa memberikannya begitu saja kepala Keluarga Wiranata.

Mata Eric memancarkan kekejian. Dia melangkah maju, meraih leher Sherly dan berkata, “Sherly, dengarkan aku. Jangan harap bisa mengambil kembali saham itu. Kamu juga nggak bisa menolak untuk bercerai. Kalau kamu ingin mempermasalahkan masalah ini sampai ke pengadilan, aku beritahu ya, kamu hanya akan semakin dirugikan.”

Sherly membelalakkan matanya dan merasa seperti susah bernapas. Namun baginya, hal yang lebih menyakitkan adalah menatap wajah yang ada di hadapannya itu. Kelembutan dan perhatian yang pria ini pernah berikan padanya dulu telah menghilang, yang tersisa hanyalah kerakusan akan harta. Tapi, saham ayahnya...

“Eric, saham itu milik Papaku... Kembalikan padaku,” kata Sherly, terisak.

“Sekarang sudah menjadi milikku. Jangan harap bisa merebutnya dari tanganku. Sherly, pilih salah satu, tahu diri dan tanda tangan, atau aku akan membuatmu menghilang dari dunia ini,” kata Eric, mendorongnya ke lantai dengan kejam, lalu melempar selembar surat cerai yang sudah dipersiapkannya dengan ekspresi masam dan melanjutkan, “Tanda tangan!”

“Aku nggak mau...,” kata Sherly, menggigit bibir. Dia tidak ingin bercerai tanpa mendapatkan harta gono-gini sepeser pun.

“Kalau kamu nggak menandatanganinya, kamu nggak hanya akan kehilangan lima belas persen saham ini, tetapi juga reputasi dan bahkan nyawamu,” kata Eric.

Sherly bergidik ketakutan mendengarnya, mendongak dan menatap pria yang telah bersumpah untuk mencintainya seumur hidup itu. Pada saat ini, yang ditunjukkan pria ini hanyalah kekejaman, kebengisan, dan sikap mengerikan.

Sherly merasa lemas, seperti tidak bisa bernapas dan mau pingsan.

Hatinya sudah tidak sanggup menghadapi keputusasaan yang bertubi-tubi ini... Melihat pria seperti iblis yang serakah akan harta dan keuntungan itu, dia tahu, dia sepertinya benar-benar harus membayar dengan nyawa apabila ingin mendapatkan kembali saham milik ayahnya.

“Baiklah, aku akan menandatanganinya,” kata Sherly, menggigit bibir dan akhirnya menandatangani surat tersebut.