Riuh suara gamelan dan merdu suara sinden masih terdengar. Pengantin pun masih terpajang dengan senyum sumringah dan bahagia. Para tamu undangan masih berdatangan memberi selamat pada pengantin.
Senyum terus mengembang dari bibir merah Nur. Gadis yang dipinang oleh kekasihnya yang merupakan pria tampan.
Hubungan mereka sudah berjalan selama tiga tahun tanpa hambatan.
Hari ini adalah hari yang paling membahagiakan bagi sepasang kekasih yang sudah sah menjadi suami istri.
"Selamat menempuh hidup baru bersama pasangan, ya, Mbak, Mas. Semoga selalu langgeng sampai kakek nenek."
Begitulah ucapan para tamu undangan dan rekan-rekan mereka. Ada juga yang iseng mengatakan,"Jangan lupa belah durennya."
Acara berlangsung hingga malam. Seusai para tamu pulang, kedua pengantin pun membersihkan diri. Mereka masuk kamar yang dihiasi dengan bunga melati dan dekorasi lainnya.
Aroma bunga melati sangat menyeruak dan harumnya tercium di hidung setiap orang. Ranjang yang berselimutkan sprei merah muda dan tumpukan bunga dengan membentuk pola love, membuat suasana semakin romantis.
Setelah membersihkan tubuhnya dengan mandi di bawah guyuran air shower, Frans merebahkan tubuh di atas ranjang. Sembari mengamati tumpukan bunga, pria itu menunggu istrinya yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Nur, gadis yang kini menjadi istri sah Frans masih terus membasahi tubuhnya dan membalur dengan sabun aroma terapi. Wanita yang saat ini masih berstatus perawan itu merasa jantungnya berdebar. Malam ini adalah malam bagi dirinya untuk menyerahkan tubuh dan cinta sepenuhnya pada Frans, pria yang selama ini dicintai.
Nur merasa gugup menghadapi malam ini. Tangan dan kakinya terus bergerak tidak tenang, dia takut kalau Frans akan kecewa. Dia takut kalau suaminya tidak puas dengan pelayanannya.
Sedangkan Frans, pria itu kini sudah beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan mendekati kamar mandi.
"Dek!" panggil Frans.
Dia merasa tidak sabar menunggu Nur. Dia berjalan mondar-mandir dengan gelisah.
"Apa, Mas?" sahut Nur dari dalam kamar mandi.
"Masih lama?"
"Sebentar lagi, Mas. Aku belum selesai." Suara Nur dibarengi dengan suara air kran.
"Aku tunggu, ya, Dek. Jangan lama-lama!" teriak Frans dengan senyum di bibirnya.
"Iya, Mas."
Frans kembali berjalan dan merebahkan tubuh di atas ranjang lagi.
Satu menit, dua menit, bahkan sampai sepuluh menit. Nur, istrinya itu belum juga keluar dari kamar mandi. Pria itu kembali mengetuk pintu kamar mandi dengan pelan.
"Dek," panggilnya lagi bersamaan dengan ketukan pintu.
"Iya, Mas, sebentar. Ini sudah mau ke luar kok" sahut Nur.
"Ya, sudah. Mas tunggu."
Tidak berapa lama, Nur keluar dengan hanya berbalut handuk saja. Wanita itu berjalan berlahan dengan kepala merunduk malu. Frans, mata pria itu langsung mengarah pada tubuh sexy Nur yang kini sudah sah menjadi istrinya.
Lama tidak terdengar suara suaminya, Nur memberanikan diri mengangkat wajah dan melihat Frans.
"Mas," panggil Nur menyadarkan pandangan Frans.
"Dek, kok kamu lama sekali mandinya?" jawab Frans gugup.
"I-iya, Mas. Tadi aku luluran dulu," ucap Nur tidak kalah gugup dari Frans.
"Oh. Aku kira kamu takut, Dek," ucap suaminya sambil tersenyum.
"Sebenarnya takut juga sih, Mas," ucap Nur kembali merunduk malu. Pipinya sudah merona. Kalah deh apel merahnya apel fuji dengan rona wajah Nur yang malu.
"Takut kenapa?" goda Frans.
"Aku takut kalau tidak bisa memuaskan kamu, Mas. Aku takut kamu kecewa," jawab Nur melihat Frans sekilas lalu kembali merunduk.
Frans tertawa kecil mendengar ucapan istrinya. Wajah dan sikap istrinya itu terlihat sangat lucu dan terlalu polos. Frans berjalan mendekati Nur dan merangkul pundaknya.
"Dek, kita ini khan baru menikah dan belum pernah melakukan hubungan suami istri. Wajar kalau kamu takut, tapi kamu jangan khawatir, ya! Aku akan sabar, kok."
Frans mengusap pipi istrinya dengan lembut dan penuh cinta. Perlahan jemarinya menyentuh dagu Nur dan mengangkatnya agar lebih terlihat. Pandangan mereka saling beradu. Ada kebahagiaan di sana.
"Mas, jangan melihatku seperti itu. Aku malu," ucap Nur, pipinya kembali bertambah semu merah.
"Kenapa harus malu? Sekarang kita sudah sah menjadi suami-istri. Kamu istriku dan aku suamimu. Kita bukan lagi dua sayang, tapi kita sudah menjadi satu," ucap Frans dengan tatapan lembut dan teduh.
"Tetap saja aku malu, Mas." Nur menutup wajahnya dengan kedua tangan untuk bersembunyi.
Frans tersenyum menanggapi sikap pemalu istrinya. Frans semakin gemas. Sedikit demi sedikit dibuka tangan Nur dan mendaratkan bibirnya pada pucuk kepala Nur sebagai ungkapan cintanya.
"Kalau kamu belum siap, aku tidak akan memintanya malam ini, Sayang," ucap Frans lembut.
Frans memeluk tubuh istrinya dengan dekapan hangat. Perasaan cinta yang telah menyatukan mereka.
"Mas, aku ganti pakaian dulu, ya," ucap Nur sembari melihat wajah suaminya.
"Kenapa harus ganti? Bukankah lebih enak seperti ini?" goda Frans menaik turunkan alisnya.
"Mas, ini cuma handuk. Aku haus, aku mau ambil minum dulu di dapur."
"Kamu tidak usah ganti. Biar aku yang mengambil minum untukmu," ucap Frans sembari menangkup lembut pipi istrinya dengan kedua tangannya.
"Tapi, Mas, aku ini istrimu. Seharusnya aku yang melayani kamu, bukan kamu yang melayani aku," ucap Nur merasa tidak enak hati.
"Sayang. Aku menikahi kamu bukan untuk menjadikan kamu sebagai pelayan. Aku menikahimu karena aku menginginkanmu menjadi pendamping hidupku. Kamu berada di sisiku bukan di bawah kendaliku. Jadi, mulai sekarang kita lakukan bersama-sama, ya." Frans menggenggam tangan Nur.
"Tapi, Mas, bukannya tugas seorang istri memang seperti itu? Melayani suaminya."
"Iya, Sayang. Itu memang tugas istri, tapi tidak semua harus dikerjakan oleh istri sendirian. Kita harus saling melengkapi. Sudah, ya, biar aku yang ambil minum di dapur. Kamu tunggu di kamar saja, biar kamu tidak lelah dan siap tempur malam ini!" ucap Frans kembali menggoda istrinya dengan mencubit kecil dagu Nur.
"Ish, Mas ini apaan sih," ucap Nur malu-malu kucing.
Cup.
Sebelum pergi, Frans kembali mendaratkan satu kecupan lembut pada pucuk kepala Nur.
Pria itu berjalan meninggalkan istrinya dan mengambil minum di dapur. Sedangkan Nur, dia berjalan dan duduk di tepi ranjang pengantinnya. Wanita itu mengambil sekuntum bunga melati dan mencium aromanya.
"Harum sekali, semoga malam ini menjadi malam yang indah bagiku dan mas Frans," harapnya dengan senyum mengembang sangat manis.
Tidak berselang lama, Frans kembali dengan dua gelas air putih. Sama halnya dengan Nur, senyumannya terus mengembang mengiringi langkahnya. Frans terlihat sangat tampan malam ini.
Setelah Nur minum dan Frans meletakkan gelasnya di atas meja. Dia berjalan mendekati tubuh istrinya. Di tariknya tubuh ramping nan padat milik istrinya mendekat pada tubuhnya.
"Mas," panggil Nur lirih.