PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Zara

Zara

Penulis:Santy Puji

Berlangsung

Pengantar
Zara Ahmad, gadis cantik namun sedikit Absurd naksir Ayyubi, mahasiswa tingkat akhir di kampusnya. Namun nasehat Bunda selalu mewanti-wanti nya agar tidak pacaran. Disaat Zara menyerah mengejar Ayyubi, malah Ayyubi yang berbalik mengejar Zara. Benar-benar membuat Zara dilema. Apakah Zara akan menuruti perintah Bundanya, ataukah mengejar cintanya.
Buka▼
Bab

Zara tengah menuruni tangga rumahnya, ia melihat Ayah, Bunda, Adik beserta Kakaknya sudah duduk manis dimeja makan. Zara selalu saja paling akhir datang ke meja makan. Tak lain dan tak bukan karena dirinya selalu saja bangun kesiangan.

Zara menghampiri meja makan lalu duduk disebelah kakaknya. Kakak laki-lakinya yang tampan rupawan. Bagaimana tidak rupawan, Ayah Zara yang usianya sudah setengah abad lebih saja masih begitu gagah, apalagi titisannya yang masih muda.

Ahmad Renal, Kakak Zara yang berprofesi sebagai dokter. Tampan, soleh, dokter pula, sudah pasti bibit unggul juga. Tapi sayangnya dia adalah kakak kandung Zara. Mana boleh dipacari, tapi sesekali disuruh akting jadi pacar Zara saat mendesak. Suruh siapa ganteng-ganteng jomblo.

"Perawan, bangun kesiangan terus, pantesan jomblo,"ledek Renal sambil tersenyum masam.

"Hey, jomblo gak usah teriak jomblo deh,"balas Zara.

"Aku kalau mau punya pacar pasti udah pacaran dari dulu, sekarang dapet satu lusin pun bisa, siapa sih yang gak mau sama cowo tampan kaya aku,"ucap Renal jumawa.

Zara sangat geram sekali jika Kakaknya sudah mengeluarkan jawaban seperti itu. Ingin sekali mencomot mulutnya. Tapi nanti pasti Bunda marah, katanya gak sopan.

"Tidak boleh pacaran lhoo Mas, Bunda tidak suka." Bunda menginterupsi Renal. Renal hanya manggut-manggut saja. Dari Zara kecil Bunda sudah memanggil Renal dengan sebutan Mas agar melatih Zara juga untuk memanggil Renal dengan sebutan Mas.

Bunda dan Ayah memang melarang pacaran pada anak-anaknya karena pacaran itu tidak baik, mendekati zina. Kita tidak akan pernah tau akan terjadi apa saja jika kita pacaran, karena iman manusia itu terkadang seperti rollercoaster, kadang dibawah kadang dipuncak. Kalau pas lagi di bawah itu, takut hilaf.

"Sholat subuh kan Kak tadi?" Bunda melirikku. Bunda juga biasa memanggil Zara kakak agar Adik kecil Zara memanggil Zara dengan sebutan Kakak.

"Iya mah, sholat kok,"jawabku sambil mengambil nasi dan lauk pauk.

"Sholat subuh kok jam 7 Kak, itu namanya sholat Duha besok-besok di alarm dong, masa mau seperti itu terus, katanya mau jadi orang sukses, tapi subuhan telat terus, Allah juga gak bakal kasih Kak,"ujar Ayah Zara.

Zara terdiam, sudah biasa jika setiap pagi akan sarapan dengan lauk plus plus, plus ceramahan dari Ayah dan Bunda. Yah itung-itung Gak sempet nonton mamah Dedeh, jadi cukuplah dengerin Ayah dan Bunda ceramah seperti ini.

"Kakak, Rumi mau bala-bala itu." ucap Rumi sambil menunjuk bala-bala yang ada didepan Zara.

"Oh ini sayang." Zara mengambilkan bala-bala untuk Rumi dan meletakkannya di piring Rumi.

Ahmad Rumi, Adik kecil Zara yang hanya fokus makan jika di meja makan. Ya tentu saja karena belum bisa menyeramahi Kakaknya yang cantik tapi bendel ini.

Ahmad Rumi lahir saat Zara sudah SMA. Zara menganggap Rumi yang membuatnya gagal menjadi anak bungsu. Kan biasanya anak bungsu itu disayang banget. Saat Bunda mengandung Rumi, Zara sempat marah dan tidak mau makan beberapa hari. Selain karena gagal menjadi anak bungsu, Zara juga merasa malu karena di usianya yang sudah remaja, Bunda malah memberikannya adik.

Tapi berbanding terbalik saat Rumi lahir, Zara justru sangat menyayanginya. Zara jadi bisa belajar menggendong bayi, menggantikan popok dan banyak hal lainnya. Ya hitung-hitung untuk belajar jadi istri yang baik untuk anak-anaknya kelak.

Hehe istri? sekarang saja masih jomblo. Tapi kalau memaksa punya pacar, hemmm namanya bisa di coret dari kartu keluarga, kan serem.

Tapi Zara yang bandel nan cantik ini pernah juga merasakan pacaran. Tapi hanya sekali waktu SMA dulu dan tragisnya pacarnya memutuskan hubungan mereka gara-gara waktu itu pacarnya sudah menjadi mahasiswa dan Zara masih SMA, pacarnya gengsi dan malu berpacaran dengan anak SMA. Kan jablud tu mantan pacar, alasan tidak masuk akal menurut Zara.

Dan Zara pun patah hati, mungkin karena tidak nurut dengan orang tuanya. Jadi pacaran membawa duka deh. Kualat memang.

Tapi saat ini Zara sudah bisa tersenyum puas karena dirinya sudah menjadi mahasiswa. Hey mantan, hidup itu terus berjalan. Gak mungkin kan seorang Zara terus saja menjadi siswi SMA.

"Kakak cantik, setelah sarapan bantu bunda beres-beres meja makan sama cuci piring yah"

Zara mengerucutkan bibirnya. Bunda jika ada maunya pasti menyanjung-nyanjung, tapi Zara suka sih.

"Iya Bunda Dian Azzahra, istri Bapak Ahmad Ramadhan,"ucap Zara penuh penekanan.

Bunda terkekeh geli, Bunda juga paling suka jika Zara menyebut nama lengkapnya disertai embel-embel nama suami gantengnya itu.

Ah Bunda memang wanita paling beruntung, mendapatkan suami seorang dosen seperti Ayah Rama. Bunda juga tidak diam di rumah saja lhoo. Bunda Dian memiliki toko kue yang lumayan besar dan memperkerjakan beberapa karyawan.

Bunda seorang pengusaha kue dan Ayah seorang dosen, memang keduanya sama-sama cerdas jadi bisa menghasilkan bibit unggul seperti Mas Renal yang menjadi seorang dokter. Sementara Zara entahlah nanti akan jadi apa, cita-citanya sih gak tinggi-tinggi banget. Cukuplah jadi istri solehah, hehe. Istri solehah dari hongkong, sholat subuh saja selalu kesiangan.

Bunda Dian manis cantik juga berjilbab, sementara Zara masih saja dengan jiwa bar-bar nya jika disuruh menggunakan jilbab oleh ayah dan bunda nya selalu di jawab belum siap, gerah. Padahal Ayahnya sudah menceramahi nya dengan ayat Alquran serta Hadist. Tapi dasar bandel, tetap saja susah nurut.

Bunda selalu berdoa semoga Zara mendapat suami yang bisa membimbingnya kelak. Dan Zara selalu mengamini doa bunda jika bunda sedang mengomel masalah jilbab. Menurut Zara doa orang tua itu tajam dan mudah menembus Ars Allah.

"Kamu ada kelas hari ini Kak?"tanya Ayah.

"Tidak ada Yah, Zara paling ke toko Bunda nanti"

"Baguslah,"ucap Bunda yang sedang membereskan meja makan.

"Nanti tolong bantuin Bunda beli bahan kue yah Kak," Sambungnya lagi.

"Iya Bun, tapi nanti aku mau ke Gramedia dulu, mau beli buku,"ucap Zara.

"Oke."Bunda mengacungkan jempolnya.

Sudah biasa bagi Zara berbelanja bahan kue. Sudah cantik paripurna eh bawanya plastik isi telor dan tepung. Bagi Zara orang cantik mah cantik aja, walaupun tentengannya kresek plastik bukan tas Hermes.

Zara berjalan ke dapur lalu mencuci piring bekas sarapan. Walaupun keluarga Zara sebenarnya cukup terpandang tapi Bunda selalu mengajarkan Zara berbagai pekerjaan rumah karena menurutnya itu sudah menjadi kodrat perempuan.

Bunda selalu menasehati Zara, jika nanti dimasa depan Zara menjadi wanita sukses sekalipun, Zara tidak boleh lupa kodratnya sebagai perempuan. Yapz seperti Bunda Dian saat ini, walaupun sudah menjadi pengusaha kue ternama, tapi Bunda tetap menyiapkan makan untuk ayah dan anak-anaknya.

Walaupun duit Bunda banyak, tapi Bunda tetap meminta jatah bulanan dari Ayah. Bahkan ATM Ayah ada di Bunda. Bunda Zara ini, memang matre. Tapi kata Bunda hidup itu memang harus realistis. Menurutnya, Matre lah sesuai keperluan.

Selesai mencuci piring, Zara bergegas ke kamarnya lagi untuk bersiap-siap menuju Gramedia dan swalayan untuk membeli keperluan kue di toko Bundanya.