PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Ketemu Kenal Hilang

Ketemu Kenal Hilang

Penulis:Midah Charbee

Berlangsung

Pengantar
Namanya Salma, seorang mahasiswi berusia 20 tahun. Salma, gadis yang tidak percaya dengan cinta pada pandangan pertama dan cinta lokasi. Baginya, cinta tidak sesederhana itu. Pernah patah hati di masa lalu membuat ia tidak ingin jatuh cinta lagi. Namun, semua berubah ketika KKN menyerang. Siapakah yang mampu membuka hati Salma? Apakah Salma akan merasakan cinta yang indah? Atau malah kembali patah?
Buka▼
Bab

Pernah enggak sih, saking dekat dan akrab dengan sahabat sampai dibilang kembar. Pernah? Sama. Aku juga enggak pernah.

Semilir angin lembut menemani cuaca hangat hari ini. Kubiarkan embusannya menerpa wajah, mengiringi langkahku memasuki kampus. Jam tangan yang melingkar manis sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB. Suasana kampus Universitas Islam Nusantara sangat ramai. Aku menyapu pandangan ke sekitar, mencari tempat duduk di halte yang masih kosong. Setelah menemukannya, segera aku duduk.

"Itu bocah kemana, sih, belum datang juga? Kebiasaan, ngaret!" gumamku. Kulipat kedua tangan di depan dada. Suara dering handphone mengalihkan lamunan. Segera kucari benda pipih itu di dalam ransel. Tertera di layar handphone nama Salsa.

"Assalamualaikum, Sa. Kamu di mana, sih? Ini sudah jam sebelas," ucapku.

“Waalaikumussalam, Ma. Duh, jangan marah-marah, dong. Iya, ini aku otw," ucap Salsa di seberang sana.

“Halah! Paling otw ke kamar mandi, kan? Cepetan! Nanti kutinggal," ucapku kesal.

"Aku enggak suka lo menunggu,” sambungku. Sedikit mendramatisir.

“Oke, meluncur. Sudah, ya? Assalamualaikum," ucap Salsa.

"Waalaikumussalam," balasku sambil membuang napas kasar. Aku menolehkan kepala ke kiri dan ke kanan untuk menghilangkan kebosanan. Aku tidak suka menunggu. Apalagi menunggu jodoh yang belum tampak hilalnya.

Tiba-tiba, sorot mataku menangkap sosok yang amat kukenal. Ya, ia adalah Reza yang tengah berboncengan dengan Sarah, pacarnya.

"Astagfirullah, pagi-pagi sudah lihat orang ngebucin," gumamku.

Tanpa kuminta, otakku memutar kaset kenangan masa laluku dengannya. Aku jatuh cinta pertama kali saat kuliah, tepatnya di semester dua dan Reza adalah orangnya. Ia yang selalu membuat hatiku berbunga-bunga, namanya juga selalu kusebut dalam doa. Ia yang menerbangkanku setinggi langit, tetapi ia juga yang menjatuhkan ke dasar jurang paling dalam ketika aku tahu ia berpacaran dengan teman sekelasnya. Kenapa dahulu ia mendekati kalau akhirnya hanya membuatku menangis sedu? Atau, hanya aku yang terlalu berharap? Ia cinta pertama sekaligus patah hati pertamaku.

Aku menggelengkan kepala dengan cepat. Tidak, aku tidak boleh mengingatnya lagi. Ia hanya masa lalu yang tak pantas untuk dikenang dan sudah selayaknya untuk dibuang. Efek dari patah hati membuat aku tidak mau membuka hati untuk laki-laki. Bukan trauma jatuh cinta. Bagiku, setiap laki-laki yang mengucap kata cinta apalagi sebelum halal itu hanya omong kosong. Aku harus membentengi diri dari modus laki-laki yang awalnya manis, tetapi akhirnya tragis, sungguh miris.

"Salma ... oy ... Salma!"

Aku langsung tersentak saat ada seseorang yang menepuk bahuku dan terlihat Salsa sudah berdiri di sampingku dengan tatapan penuh tanda tanya. Aku tersenyum dan memberinya tatapan -aku tidak apa-apa. Aku tidak menyadari, sejak kapan ia datang.

Namaku, Salma, dan sahabatku namanya Salsa. Kami bukan kembar, hanya kebetulan saja nama kami hampir sama. Padahal, emak-emak kami brojolnya beda bulan dan beda rumah sakit. Heran juga, sih, kenapa bisa sama gitu, ya? Apa emak-emak kami punya bakat telepati? Dan, takdir mempertemukan kami di Universitas Islam Nusantara dengan jurusan yang sama yaitu jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

PGMI

dan sekarang sudah sama-sama duduk di semester enam. Kedekatan aku dan Salsa tak heran kalau kami dipanggil.

"Hey! Upin, Ipin. Tunggu!"

Itu dia. Aku dan Salsa sudah sering dipanggil Upin dan Ipin. Dan, yang bikin aku tidak habis pikir, setiap teman-teman memanggil kami Upin dan Ipin, kami kompak menoleh ke sumber suara.

"Oh, Ratna, kuy ke kelas." Itu suara Salsa.

"Yuk! Eh, kalian enggak lupa bawa KRS dan KHS, kan?" tanya Ratna.

"Bawa, dong." Jangan heran kalau aku dan Salsa kompak menjawab.

"Lucu banget kalau kalian kompak gitu, hahaha," tawa Ratna pecah seketika.

Aku hanya memutar bola mata malas, sementara Salsa ikut tertawa. Dari segi karakter, aku dan Salsa berbeda. Aku sedikit kalem -ingat, ya, hanya sedikit- kalau sama teman-teman yang baru kukenal. Namun, kalau sudah dekat, aku bacot luar biasa. Kalau Salsa, ia itu humble banget dan bar-bar. Kalau ngomong enggak pernah disaring. Kecantikan? Jangan ditanya. Sudah jelas yang cantik Salsa. Ia modis. Aku naturalis dan selalu berpakaian syar`i. Tinggi kami juga hampir sama, kurusnya juga sama, putihnya juga sama, jomlonya juga sama.

Setibanya kami di kelas, sudah ramai dipenuhi teman-temanku. Hari ini tidak ada mata kuliah karena sudah selesai semester enam, tinggal KKN saja. Ratna, sekretaris kami menyuruh berkumpul untuk menyerahkan KRS dan KHS.

"Duo Sa, kalian, kok, enggak balas chat aku, sih?" tanya Dinda.

Satu lagi panggilan untuk aku dan Salsa, yaitu Duo Sa. Dan, seenaknya saja teman-teman kami memplesetkannya jadi DoSa. Sebahagia netizen saja.

"Aku enggak ada ngecek HP. Emang kenapa?" tanya Salsa balik.

"Aku tadi titip jus jeruk, males kali turun ke bawah. Hehehe." Dinda menggaruk kepalanya yang bisa kupastikan tidak gatal.

Ini, nih, hobi temanku. Hobi itu nulis, kek, menggambar, kek. Ini hobi, kok, titip makanan? Maklum juga sebenarnya karena kelas kami ada di lantai tiga. Jadi, kalau turun ke bawah itu capek. Aku juga pernah titip makanan, sih.

“Guys. Pembagian kelompok KKN sudah keluar!" teriak Ratna di depan kelas.

Bersambung~