PopNovel

Baca Buku di PopNovel

You And Fiveteen Years Later

You And Fiveteen Years Later

Penulis:Anras Albin

Berlangsung

Pengantar
Dia nyata namun terlampau sebuah hayalan untuk dipercaya. Dia layaknya sebuah sejarah namun tampak seperti sebuah dongeng malam. Dia dekat namun terlampahu jauh untuk digenggam. Dan... dia hidup namun sebenarnya mati. Waktu terus berjalan tanpa pernah menoleh sedikitpun pada kenangan yang tertinggal jauh dibelakangnya. Begitupula dengan setiap detiknya yang juga terus berjalan, tak akan pernah kembali pada dimensi terdahulu. Namun, siapa sangka 2025 dapat kuputar kembali kemasa sebelumnya. Detik ini juga, aku akan menemukannya kembali dalam dimensi, waktu, dan keadaan yang berbeda. Dia yang mati namun hidup, tunggulah aku di tahun kita, 2010.
Buka▼
Bab

Jumat, 31 Desember 2010

"Pemirsa, sebuah mobil sedan hitam dengan plat nomor 478965 mengalami kecelakaan di jalan jambu mente jakarta timur pukul 23.36 malam tadi. 1 korban ditemukan tewas terlindas mobil tersebut. Sedangkan 1 korban lainnya  yang tak lain adalah sang pengemudi menderita luka berat dan segera dilarikan ke Rumah Sakit terdekat. Menurut para saksi mata yang melihat langsung kejadiaan pasca kecelakaan, mobil sedan tersebut berjalan melawan arus dengan laju kecepatan yang tak terkendali hingga menabrak seorang wanita yang sedang berdiri di trotoar jalan. Hingga saat ini, sang pengemudi yang masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit Ciputan Lokal_Jakarta Timur belum juga sadar dari komanya.

•••

Namaku Askar Hiroki. Mungkin kalian bertanya, mengapa nama belakangku terdengar asing. Yah, aku adalah seorang keturunan Indonesia Jepang. Ayahku seorang pria dewasa berkebangsaan Jepang. Dan ibuku, seorang wanita yang berasal dari negri ini.

Kehidupanku sejauh ini berjalan baik. Bahkan, aku sangat menikmatinya. Layaknya anak remaja biasa, yang telah berumur 17 tahun, aku memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu.

Aku bersekolah di Sma Rajawali. Lebih tepatnya, aku ditempatkan dikelas 11 Ipa bagian 2. Selama disana, aku memiliki banyak teman dan juga termasuk siswa yang cukup populer. Mereka semua mengenalku, dan tentu itu berkat wajah perpaduan Indo-Jepang ini, yang membuatku lebih diminati banyak gadis disekolahku.

Namun, jujur aku tidak terlalu menyukai itu semua. Itu membuatku sedikit risih. Dan lagipula Aku juga telah menjalin hubungan dengan seorang gadis dikelas yang sama denganku. Namanya;

"Askar," panggil seorang gadis yang berdiri tak jauh dariku. Senyuman hangat seketika kutujukan padanya. Indira Gesyla, seorang gadis dari keluarga yang cukup terhormat. Dia anak dari seorang pengusaha terkenal dikota kami. Adwin Zerdan, pemilik perusahaan terbesar Trend Compony.

Namun, itu tak membuatnya menjadi gadis yang berkepribadian yang sombong dan dingin terhadap orang lain. Semenjak aku mengenalnya, aku tahu bahwa dia gadis yang berkepribadian baik, lembut dan juga ramah terhadap sesama.

Begitu pula selama dia menjadi pacarku, dia tetap Indira yang baik dan ramah. Dan itu membuatku semakin menyayanginya.

"Udah?" tanyaku kepadanya, lalu dia menganggukkan kepalanya. Memang tadi dia memintaku untuk menunggunya diluar kelas saja lantaran ada sesuatu yang harus dia dikerjakan sebelumnya.

"Ayo," aku menarik tanganya lembut untuk kemudian berjalan kekantin. Aku berjalan menyusuri koridor, dengan Indira disampingku yang tak henti-hentinya tersenyum hangat kepada mereka yang menyapanya.

Kadang, aku merasa cemburu. Ketika dia juga balas menyapa dengan memberikan senyuman hangatnya kepada para pria lain yang juga menyapanya. Kata Indira itu hanyalah sebuah sapaan umum yang sering ditemui dimana-mana. Padahal sudah jelas para pria itu mencoba mencari perhatian dari Indira.

Tapi, ah sudahlah. Itu memang konsekuensinya, ketika berpacaran dengan gadis seramah Indira.

Langkah kaki membawa kami memasuki pintu kantin. Kalian tahulah, pemandangan apa yang pertama kali kami jumpai disana.

Tentu saja, orang-orang yang tengah berkerumun tepat didepan kedai ibu kantin, sambil berdesak-desakkan memesan makanan. Mereka layaknya orang-orang yang sudah berhari-hari tak mendapatkan sesuap makan.

Kami berjalan masuk kekantin, dan duduk dikursih paling belakang. Aku meraba sakuku, berniat mengambil ponselku milikku. Namun hasilnya nihil aku tak menemukannya.

Kulihat Indira tengah memandang kearahku."Kenapa?" tanyanya penasaran. Aku menggelengkan kepalaku lalu berkata, "aku melupakan poselku dikelas."

Indira yang mendengar itu kembali tersenyum hangat. "Yaudah ambil sana," ujarnya lembut, "kali ini biar aku aja yang pesan."

Sebenarnya aku tak tega meninggalkannya sendirian dikantin, apalagi membiarkannya ikut berdesak-desakan saat memesan makanan.

Tapi, aku juga tak bisa meninggalkan ponsel itu, aku akan bosan selama menunggu pesanan kami tiba.

Dan itu dapat teralihkan dengan cara memainkan game diponselku. Lagipula itu adalah ponsel keluaran terbaru tahun ini. ayahku memberikan itu ketika aku baru saja menginjak usia 17 tahun beberapa hari yang lalu.

Untungnya Indira bisa mengerti akan hal itu. Tanpa menunggu waktuku akan terbuang sia-sia, aku segera bergegas menuju kelas.

••••

Kuhentikan langkahku ketika berada di depan pintu kelas. Dengan nafas yang tak beraturan akibat berlarian disepanjang 2 koridor tadi,  kulangkahkan kakiku berjalan masuk kedalam kelas.

Tak ada siapapun disini, mungkin anak-anak yang lainnya juga keluar untuk mengisi kekosongan perut mereka. Atau hanya sekedar bergosip ria bersama yang lainnya.

Aku juga tak ingin mengambil pusing hal itu, toh itu juga tak ada untungnya bagiku. Yang kulakukan sekarang hanyalah mengambil ponselku yang sempat ketinggalan didalam tas.

Setelah semuanya telah selesai, ponselku pun kini berada ditanganku. Kini aku kembali berjalan keluar kelas dengan langkah yang tergesa-gesa.

Tentu saja karena aku tak ingin membuat indira menungguku sendirian dikantin.

'Ting Ting Ting'

Suara dari deringan ponselku pertanda masuknya pesan, membuatku mengernyitkan dahi. Menatap heran ponsel itu yang terus bergetar dan berdering.

Pasalnya, aku sama sekali belum pernah melihatnya berdering sebanyak itu. Bukan satu atau dua kali saja ponsel itu berdering, melainkan puluhan kali deringan itu terdengar.

Rasa penarasan kemudian mengalihkan fokusku, dan sedikit mengubah niatku untuk kembali menemui Indira di kantin.

Setelah menyalakan ponsel, yang muncul selanjutnya adalah 23 pesan baru. Jariku kembali bergerak membuka pesan itu. Dan,

'Datanglah keatap sekarang juga'

Lalu setelahnya hanya pesan

titik-titiklah yang turut meramaikan pesan ini. Sungguh, aku seketika merasa kesal. Ternyata hanya ada pesan spam dari orang usil.

Keatap katanya? Hah yang benar saja.

Dengan perasaan kesal, aku berjalan meninggalkan kelas, menuju kantin.

Tanpa mengindahkan pesan sialan itu. Pasti Indira tengah menungguku dengan khawatir disana.

'Ting Ting Ting'

Orang-orang di sepanjang koridor menatap aneh kearahku, dan juga sebagian menatapku risih.

Jangan tanyakan alasannya! Aku benar-benar muak dengan semua ini. Terutama pada ponsel sialan ini yang tak henti-hentinya mengeluarkan suara risih yang memekakkan telinga.

Dan untuk kedua kalinya, aku kembali mengubah niat awalku kekantin. Aku berbelok menuju tangga yang menghubungkan lantai dua ini dengan atap.

Awas saja jika orang itu tak menyampaikan sesuatu yang benar-benar penting, aku akan memberikan pelajaran yang setimpal padanya.

Tanganku mulai menggenggam gagang pintu, lalu membukanya dengan pelan. Angin sejuk berhembus menerpa wajahku, membuat emosiku sedikit teratasi.

Tak ada siapapun ditempat ini. Kecuali disana, seorang gadis yang dengan beraninya menaiki dinding pembatas tanpa rasa takut sedikitpun. Bahkan bergerak sedikit saja nyawa gadis itu akan melayang bersama dengan tubuhnya yang akan jatuh kebawah.

"Hei, kau gila?!" aku mengumpat dengan kasar, menggerakkan kakiku untuk berlari sekencang mungkin kearahnya. Lalu yang kurasakan setelahnya adalah tubuh kami yang terhempas keras membentur lantai, dengan posisi aku yang memeluk gadis itu dari belakang. Bukannya apa, gadis ini tengah mencoba melakukan tindakan bunuh diri.

Gadis itu bangkit yang diikuti olehku. Lalu, tanpa sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya, dia meninggalkanku sendirian, setelah sebelumnya melemparkan tatapan dingin tak bersahabatnya. Bahkan dia belum sempat mengucapkan terima kasih, atas nyawanya yang masih bisa diselamatkan.

Nyaris saja aku lupa bernafas karenanya. Kejadian itu terjadi begitu cepat. Hingga membuatku membutuhkan waktu beberapa saat untuk dapat mencerna apa yang barusaja terjadi.

"Terima kasih sudah menyelamatkannya."

Suara berat seorang lelaki yang entah sejak kapan berada dibelakangku menyapa indra pendengaranku. Membuatku terpaksa membalikkan tubuhku, menatap kearah sosok asing tersebut.

Setelan jas putih dengan warna celana kain senada yang dikenakannya, membuatku mengernyitkan dahi heran.

Menyadari ditatap seperti itu olehku, dia langsung menyerangku dengan sebuah pertanyaan.

"Mengapa kau lambat sekali?" nadanya terdengar sedikit khawatir bercampur emosi. Guratan cemas terlihat diwajahnya, dengan alisnya yang sedikit menukit tajam.

"Aku, apa kau yang mengirimkan pesan itu?" alih-alih menjawab pertanyaannya, aku justru memberikan pertanyaan yang lain padanya.

Kulihat dia menganggukkan kepalanya. "Dan kau hampir mengacaukan semuanya," ujarnya.

Lalu dia melangkah sedikit lebih dekat kearahku.

"Kenapa?" maksudku mengapa aku bisa mengacaukannya.

"Aku telah berusaha mengembalikan waktu 15 tahun lebih awal, untuk bertemu kalian dan menyelamatkannya," dia tersenyum pedih kepadaku. "Ini sulit dipercaya, tapi, aku adalah kau dimasa depan nanti."

•••