Di tengah hutan Arbin, 23 Januari 2032.
Kicauan burung, berselang dengan larian gerombalan rusa, memeriahkan suasa berburu seorang putra dari pemilik kerajaan, Tuan Sahzade menunggangi kuda putih kesayangannya bersama rombongan pengawal kerajaan.
Dari arah yang berlawanan Sahzade mendengar gemuruh tapak kuda yang berlari menuju gerombolannya. “Berhenti!” Sahzade mengangkat tangannya.
Aiden William sebagai teman sekaligus pengawal pribadinya segera menghentikan kemudi rombongan itu. Saat para rombongan kuda hitam berhenti dihadapan mereka, pria berjubah merah turun dari kudanya.
“Salam Tuan Sahzade, kami diutus oleh Tuan Pradipta untuk menyampaikan berita duka dari Amirkan.” Ucap pria itu sembari membungkukkan dengan sudut sembilan puluh derajat.
Sahzade tertunduk mendengar kata-kata duka yang baru saja menghampiri telinganya.
Amir khan yang merupakan ayah dari Sultan Sahzade, yang merupakan Pemimpin sekaligus raja kerajaan Malaka, yang sangat menguasai peradaban dunia karena asset perusahaannya mencapai seperempat dari kekayaan dunia .
Kala Sahzade hendak melakukan traveling dan berburu kehutan, Ayahnya Sultan Amir khan sedang berbaring di rumah sakit, beliauh sudah jatuh sakit selama satu bulan karena serangan jantung.
Saat ini Sahzade di seelimuti perasaan menyesal karena tidak dapat menyaksikan hembusan napas terakhir Ayahndanya.
Di Laut lepas, Kapal feri membawa pelayan dari kota Arbin.
Ombang-ambing ombak laut membawa berlayar kapal feri, “Wake up! Wake up!waktunya makan!!” Teriak petugas kapal pada segerombolan gadis-gadis yang masih terlelap.
Satu persatu di antara mereka terbangun karena teriakan petugas, mereka yang terbangun segera bangkit dan berjalan menuju hidangan.
“Alice, ayo bangun, ambil jatah makan mu sekarang, kalau tidak kamu akan sakit lagi,” Faraya mengguncang tubuh Alice yang masih terlelap.
Perlahan Alice menyibakkan matanya, sedikit demi sedikit cahaya yang merambat ke dalam kapal masuk melalui celah bulu matanya.
Alice hanya duduk dan tidak menggubris Faraya.
“Ayo Alice, ini giliranmu!” Ucap salah satu gadis.
“Tidak, Aku tidak akan makan makanan kotor itu, bahkan jika aku akan mati kelaparan!” Benatak Alice.
“Shhh, Alice kamu tidak boleh berbicara seperti itu,” Faraya berusaha menghentikan ocehan Alice.
Mendengarkan perkataan Alice barusan, salah satu pengawal itu langsung menghampirinya dan membentak tangannya, “Apa? Aku akan menolong memasukkan sup itu ke mulutmu!” Petugas itu menyeret Alice dengan kasar.
“Lepaskan aku! Jangan berani menyentuh ku, kalau tidak aku akan membunuhmu!” Teriak Alice.
“Apa! Liat saja apa kamu berani melakukannya,hehheheh,” Gelak tawa jijik petugas.
“Aku akan membunuhmu!! Brengs3eeek!!”
Chuiiih... air ludah Alice berhamburan mengenai wajah petugas itu.
“Shit!” Tangan kasarnya langsung mendarat di pipi Alice, tamparan yang begitu keras membuat Alice terpogoh-pogoh di atas meja hidangan.
Sebuah pisau yang tertancap pada roti, langsung menyita perhatian Alice, dia tanpa basa-basi mengambil pisau itu.
“Kau akan mati!!!! Kau telah berani memukuliku!!!” Alice dengan gagah memaegang ganggang pisau, dan mengarahkan ujung pisaunya pada petugas itu.
“Aaaaaaaaa....” Semua gadis yang menyaksikan itu berteriak serempak.
Dor...Dor... tembakan dari salah satu pengawal mengenai pisau Alice, membuatnya terjatuh, saat Alice lengah pengawal itu langsung membuat Alice jatuh tertungkup ke lantai, dengan cepat mengikat Alice pada tiang kapal.
“Ikat dia, dan jangan berikan apapun kepadanya bahkan air sekalipun!!” Pengawal itu berteriak.
“Kasihanilah dia tuan, kami akan melakukan apapun,” Faraya memohon belas kasihan untuk Alice.
“Aku ingin mati!! Buang saja aku ke laut, dasar brengs3eeek!!” Alice tetap saja meronta-ronta.
“Kamu dilarang mati!! Kamu adalah pelayan kerajaan Malaka, Kamu telah di beli mereka! Akan aku pastikan kamu hidup sampai disana! Seluruh hidupmu adalah kendali Sultan Sahzade jika, Sultan Sahzade mau kamu mati, kamu akan dibunuhnya!”
“Aku berharap, Sultan Sahzade kalian akan mati!!! Ketajaannya akan runtuh!! malaka akan hancur”