PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Ayah Jahat

Ayah Jahat

Tamat

Pengantar
Demi biaya operasi ibunya, dia menyetujui permintaan egois ayahnya dan menggantikan kakak perempuannya. Kegelapan menyelimuti malam yang memilukan itu….hanya dalam semalam, dia telah kehilangan segalanya dan harus pergi ke luar negeri karena malu. Lima tahun kemudian, dia kembali dengan membawa sepasang anak-anak yang menggemaskan. Tiba-tiba seorang pria berparas bak pangeran muncul dan menghalanginya. "Kau, sudah lancang melahirkan anakku!". Dia panik. "Anda salah mengenali orang, orang yang anda maksud adalah saudariku." "Siapapun pada malam itu, aku tidak peduli!". Selesai berbicara, pria itu mendorongnya ke dinding. "Sekarang, mari kita bicarakan tentang hak asuh anak!" "Anak-anak itu milikku." "Salah, kamu dan anak-anak itu adalah milikku!." Suara pria itu mendominasi. Johanes Laksono, tuan muda kebanggaan keluarga Laksono, terkenal dingin dan bengis, tidak dekat dengan wanita, tapi hanya memanjakan wanitanya. Berani menyakiti wanitanya? Semua akan dilenyapkan tak bersisa! Dikatakan bahwa Pak Johanes adalah budak wanita, faktanya dia adalah budak istrinya!
Buka▼
Bab

Pada dini hari,di rumah sakit.

Di lorong rumah sakit, seorang gadis muda menahan lengan seorang pria paruh baya yang akan lekas pergi, sambil menangis dan memohon, "Ayah, tolong, selamatkan ibuku, tolong selamatkan dia, dia sekarat."

“Ibumu sudah tidak ada harapan” Lelaki itu dengan dinginnya menarik tangannya.

“Bisa, kata dokter jika kita memiliki 100 juta rupiah bisa dioperasi, ayah, tolonglah beri kami 100 juta?” Air mata gadis itu membasahi wajah lugunya.

Lelaki paruh baya itu tiba-tiba menggertakkan giginya dan menarik gadis itu lebih dekat. Dia menatap wajahnya yang indah sekaligus menyedihkan itu, sambil membungkukkan kepalanya sedikit, dia berkata, "Levita, kamu dapat menyelamatkan ibumu, tetapi kamu harus berjanji satu hal padaku".

“Katakanlah ayah, aku janji, aku janji.” Gadis itu menganggukkan kepalanya dengan cepat, selama itu bisa menyelamatkan nyawa ibunya, memberikan nyawanya pun dia rela.

"Aku tahu kamu adalah anak yang baik, dan kamu juga mendengar tentang perjodohan antara kakak perempuanmu dan tuan muda dari keluarga Laksono!"

Gadis itu mengedipkan matanya yang besar dan jernih, tidak tahu apa maksud ayahnya memberitahunya hal tersebut, dia mengangguk dengan terbata-bata menjawab, "Aku tahu!"

"Tuan muda punya kebiasaan bersih. Dia suka wanita yang tak bercela. Kakakmu sudah tidak memiliki itu. Aku ingin kamu menggantikan malam pertamanya."

Tubuh mungil gadis itu seketika lemas, dan dia memandang ayahnya dengan gemetar, "Ayah, aku tidak mau!"

Lelaki paruh baya itu menggenggam tangannya dengan dingin, dengan suara rendah berkata, "Ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan ibumu. Selama kamu mau berjanji, aku akan segera memberimu uang. Ibumu masih bisa selamat. Tapi jika kamu melewatkan tiga hari waktu yang tepat untuk operasi ini, maka aku tak berdaya untuk menolongnya."

Kekhawatiran terlintas di mata gadis itu. Dia menarik nafas pendek sambil menundukkan wajah eloknya, "Baiklah, aku berjanji."

"Anak baik, berdandanlah. Besok malam adalah waktu yang tepat bagi mu untuk membuktikan dirimu berguna. Dia adalah tuan muda dari PT Laksono, Kamu tidak akan menderita." Lelaki itu menepuk pundaknya dengan gembira.

Andai kau tahu, gadis-gadis di seluruh kota ingin tidur dengan pria ini.

Gadis itu duduk lemas di kursi, matanya sedikit lesu, namun ada sedikit rasa yang membuatnya bahagia, yaitu ibunya bisa diselamatkan.

Keesokan harinya, di malam hari, di hotel mewah.

Kamar presidensial.

Di dalam ruangan yang remang-remang, gadis itu duduk di tempat tidur dengan cemas, sambil memegang erat lengannya, gemetaran.

Tiba-tiba, pintu terbuka, dan sesosok tubuh yang tinggi melangkah ke ambang pintu, dia menekan saklar lampu, dan ternyata lampu itu rusak.

Dan semua ini sudah direncanakan dengan baik.

Gadis itu turun dari tempat tidur dengan terengah-engah, dia menggunakan lengannya yang gemetar untuk memeluk leher pria itu, berdiri berjinjit, sambil memanyunkan bibir merahnya untuk mencium wajah pria itu.

Setelah bercumbu, ditengah gugupnya dia, seketika itu, bagian belakang kepalanya dipegang erat oleh tangan yang kuat itu.

Sebelum dia sempat menghindar, bibir pria yang penuh dengan aroma kuat alkohol, berhasil mencium mulut kecil gadis itu dengan tepat dalam kegelapan.

"Um ..." Bibirnya dilumat oleh bibir tipis yang membara.

Pikiran Levita Sayuto kosong.

Dia berusaha menahan hembusan nafas yang terasa asing dan sangat maskulin.

Ciuman kuat pria itu membuat kepalanya kosong dan kesulitan bernafas. Pikirannya melayang, saat tubuhnya tertekan dengan keras di tempat tidur. Lelaki itu menciumi seluruh tubuhnya, dari atas hingga menuju kebawah.

Hal yang terjadi selanjutnya tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.

Air matanya menetes dalam kegelapan...

Pada pukul tiga di dini hari, dia keluar dari kamar itu dengan rasa malu. Sesosok wanita dengan gaun warna merah anggur yang mempesona melangkah keluar dari kamar sebelah, dia tinggi dan cantik, Ia adalah Felisia Sayuto, nona besar keluarga Sayuto, namun pada saat itu matanya terlihat penuh kebencian dan jengkel.

“Kenapa begitu lama?” Dia bertanya sambil menggertakkan giginya.

Air matanya belum kering dan rambut hitamnya panjangnya tidak bisa menutupi bekas kecupan di bawah lehernya. Dia menggigit bibirnya dan berkata, "Beri aku uangnya."

“Mintalah ke ayahku!” Gadis itu terlalu malas untuk memperhatikannya, kemudian dia membuka pintu dan masuk ke dalam kamar. Ketika melihat ruangan yang hanya diterangi oleh cahaya bulan, terlihat sosok lelaki yang tertidur menyamping, tampak ramping dan menawan. Dia dengan senang langsung berbaring di sampingnya. Membentangkan tangannya untuk memeluk pinggang yang kokoh, merasakan sisa kehangatan bara tubuhnya.

Levita bergegas keluar hotel, dia menangis sambil menghubungi ayahnya, Dia telah menyelesaikan tugasnya dan segera meminta ayahnya untuk mengirimkan uang.

Di ujung pembicaraan, Wahid Sayuto tersadar dan dia berjanji, "Aku akan meneleponmu besok pagi."

“Aku menginginkannya sekarang,” Levita terbata-bata.

"Oke! Sebentar lagi akan ada di rekeningmu."

Levita memanggil taksi dari luar hotel dan kembali ke rumah sakit. Dia melihat ke luar jendela dengan tatapan kosong. Tiba-tiba telepon berdering. Dia mengangkatnya dan melihat bahwa itu adalah dokter yang merawat ibunya. Dia segera mengangkatnya, "Halo! Dokter Lowis. "

"Nona Sayuto, ada kabar buruk yang ingin saya sampaikan kepada Anda."

"Ada apa dengan ibuku?"

“Ibumu baru saja meninggal.” ujar Dokter Lowis tenang.

Namun, hati gadis itu seperti jatuh ke dalam kolam yang dingin, tubuhnya gemetar sambil menggenggam ponselnya, mengingat bahwa di rekeningnya baru saja masuk seratus juta rupiah.

"Bu ..." Gadis itu berada di kursi belakang taksi dan menangis dalam kesedihan. Sopir taksi dengan baik hati mempercepat kecepatannya dan mengantarnya ke rumah sakit.

Semua sudah terlambat. Meskipun dia telah menukar seratus juta untuk tubuhnya, dia tetap tidak bisa menyelamatkan ibunya. Ketika bergegas ke rumah sakit, dia mengulurkan tangan untuk menyentuh lehernya, liontin yang terdapat fotonya bersama ibunya telah hilang..

Dalam sekejap, dia menangis tersedu-sedu, apakah ini kehendak Tuhan?

Tuhan membiarkan ibunya meninggalkannya?

Lima tahun kemudian.

Di Bandara Internasional Agibumi, seorang gadis langsing mengenakan jaket khaki, mendorong sebuah troli bandara, di atas kotak troli, duduk riang seorang gadis kecil yang menawan, mengenakan gaun model putri kerajaan berwarna merah muda dan dengan rambut hitam sepinggang yang disimpul dua dengan pita di belakang kepalanya, sangat menggemaskan.

Dan di samping gadis itu, seorang anak laki-laki kecil yang keren mengenakan kemeja hitam, celana jeans pendek, dan sepatu kets putih, membawa tas kecil, dengan wajah mungil yang tenang mengikuti.

"Mami, bisakah kita memohon Mama Qamila untuk menjamu kita nanti?"

“Asalkan dia setuju.” Gadis itu tersenyum, sambil menatap putrinya dengan penuh kasih sayang.

Gadis kecil itu segera mengedipkan matanya dengan manis, "Selama aku memohon padanya, dia pasti bersedia."

“Jangan khawatir, Mama Qamila banyak uang.” Anak laki-laki itu menambahkan.

Kedua anak kecil itu melihat sekeliling dengan mata berbinar-binar dan penasaran. Sebagai orang Indonesia, mereka baru kembali ke Indonesia untuk pertama kalinya sejak mereka lahir. Bagaimana mungkin mereka tidak terkejut?

Setelah meninggalkan terminal kedatangan, aku mendengar panggilan yang mengejutkan, "Cicilia, Benedik."

“Mama Qamila.” Gadis kecil itu segera berteriak dengan riang, sambil mengulurkan tangannya untuk memeluk.

Terlihat seorang gadis berambut pendek yang ditata rapi berjalan mendekat, membuka lengannya, mengangkat si gadis kecil yang cantik, setelah memberikan beberapa kecupan di pipi merah mudanya, beralih melihat ibu dan anak lelaki yang berdiri di sampingnya. Dia melengkungkan bibirnya tersenyum, "akhirnya tiba, apakah penerbangannya melelahkan?"

“Mama Qamila, kami semua sangat baik.” Bocah lelaki itu menjawab sambil mengangkat alisnya.

Gadis kecil itu segera mengangguk, dan berkata, "Ya, kami tidak membuat keributan, kami tidak merepotkan Mami."