PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Summer Night

Summer Night

Penulis:Nhara Ratna

Tamat

Pengantar
Menjadi seorang philophobia tidak membuat Niken merasa malu dan terkucilkan. Sebaliknya, ia berusaha menentang aturan cinta atau segala hal yang berurusan dengan hati. Bagi Niken cinta hanya sebuah bencana yang harus dimusnahkan dari dunia ini. Tapi Hans hadir didalam kehidupannya. Sehingga cinta yang ia anggap remeh temeh menjadi sebuah kedilemaan yang terpatri didalam hatinya. Hans memberikan sebuah harapan, memberikan sebuah kebahagiaan yang belum pernah
Buka▼
Bab

Prolog

Permintaan maafku mungkin sudah tidak berarti bagimu.

Terimakasih karena kau telah membantuku dalam penyembuhan phobiaku.

Terimakasih kau selalu ada disisiku ketika aku mengalami banyak kepedihan.

Hubungan kita, mungkin, tidak akan pernah menemui restu.

Kita hanya ibarat kekasih yang tak pernah sampai.

Kita telah melalui banyak hal.

Tapi aku mengerti jalan takdir kita.

Meski kita takkan pernah mampu bersama.

Tapi rindu akan selalu ada dihati.

Dan cinta akan tersembunyi didalam diri kita.

Aku mencintaimu.

Niken...

Hans meremukkan surat dari Niken. Ia melempar gulungan kertas ke sembarang arah. Surat itu adalah pengakuan dari perasaan Niken terhadapnya. Namun Niken menghilang sebelum surat itu sampai ditangannya. Hans mulai merasa membenci Dina ibu kandungnya. Hans merasa hidupnya hampa. Merasa hidupnya tak berarti. Sekian lama ia mencintai perempuan itu. Menanti kabar, apakah dia bahagia atau tidak? Apakah ia telah menikah atau belum? Dan berbagai kemungkinan lainnya yang tak terduga. Yang ia tahu cintanya terhadap perempuan itu semakin tumbuh mendalam. Sepanjang hari, sepanjang malam, rasa rindu menggerogoti hatinya. Bagaikan dimakan rayap tak bersisa. Hanya satu yang ingin ia katakan kepadanya "maafkan aku". Ketika waktu memberikan kesempatan padanya, hatinya kembali bersinar bagaikan cahaya mentari.

Tidak peduli Niken membencinya atau tidak, yang ia tahu hanyalah cintanya bersemi kembali. Tidak peduli Niken menganggapnya atau tidak, yang ia tahu, ia harus mengejar cinta sejatinya.

Baik dulu, kini dan nanti, bagi Hans cintanya tidak akan pernah pudar seiring musim berganti.

Hans tidak tahu banyak tempat liburan favorite Niken. Niken tidak terlalu aware kepada rekan sejawatnya dikampus. Niken termasuk dosen yang tertutup dibandingkan dengan yang lainnya. Selain Hans, tidak ada yang tahu tentang phobia dan rasa trauma yang Niken miliki. Oleh sebab itu Hans merasa frustasi mencari kekasihnya. Ia lampiaskan pada alkohol dan bermabuk-mabukan. Ia mengambil sebotol anggur dan menenggaknya dengan perasaan kesal dan sedih. Ia amat mencintai perempuan itu. Tidak ingin melepaskannya lagi.

"Mas, bar-nya udah mau tutup." Kata seorang bartender. Hans menepis tangan lelaki itu. Ia menenggak botol ke-4, sudah sangat mabuk. Hans mengeluarkan lembaran uang lagi.

"Aku tahu mas itu orang kaya. Tapi barnya udah mau tutup. Tolong mas pulang." Ujarnya lagi.

Hans dikeluarkan dari bar dengan paksa. "Lepaskan aku. Lepaskan aku. Kalian. Aku yakin kalian tahu Niken. Dimana kekasihku? Dimanaaaa..." Cercau Hans. Bartender tersebut menggelengkan kepala, melihat Hans menelpon seseorang. Namun tak ada jawaban, Hans kembali mencercau. Bartender itu meraih ponsel Hans, lalu memanggil seseorang. Dalam daftar panggilannya hanya ada satu nama yaitu 'NIKEN'. Dan dia menyalin nomor itu lalu menempelkan ponselnya ke telinga kanannya.

"Selamat malam, mbak. Ini saya Aris, saya tahu nomor mbak karena sejak tadi lelaki ini menelpon mbak dan tidak mbak jawab. Saya tidak tahu namanya tapi sepertinya mbak harus datang kesini." Ujarnya.

Hans terbaring dijalan, ditunggu oleh seorang bartender bernama Aris.

"Disini mbak?" Aris menggapaikan tangannya.

"Hans?" Perempuan itu berseru.

"Ohh namanya Hans. Maaf sejak jam 9 tadi mas Hans terus mabuk-mabukan, mbak. Dan mencercau yang tidak-tidak."

"Ohhh begitu. Terimakasih ya Aris. Simpan saja nomor ponselku. Kalau ada apa-apa dengan dia, kau bisa menghubungiku." Ujarnya. Aris mengangguk. "Ohya, namaku Niken." Sambil mengulurkan tangannya.

***

Penerbangan Niken ke Turki pukul 9.00 malam, tapi ia sengaja datang lebih awal ke Bandara. Pukul 5.00 sore, Niken melihat Hans dan orangtuanya berpelukan. Hari itu pula, Hans berangkat menuju Rusia.

"Semoga jalan kita selalu yang terbaik." Batinnya. Keberangkatannya menuju Turki adalah untuk melanjutkan studi doktoral. Dikampus yang sama, saat ia kuliah pascasarjana. Niken mendapatkan IPK Cumlaude saat pascasarjana, kemudian ia mengajukan daftar beasiswa doktoral setelah lulus. Selang beberapa tahun, Niken mendapatkan sebuah email bahwa pengajuan beasiswanya diterima oleh pihak kampus.

Pesawat sudah take off. Niken menulis sesuatu di buku pribadinya.

'Langit biru melukiskan sebuah cerita. Aku disini dan engkau disana. Cerita yang berbeda saat kita tak lagi bersama. Aku berdoa, semoga Tuhan mampu menyimpan cinta kita. Agar kelak, Tuhan memberi kesempatan lagi untuk kita. Untuk bersama dalam indahnya cinta yang selalu engkau ceritakan padaku. Aku mencintaimu demi langit dan bumi. Aku mencintaimu, demi kebaikan jalan kita berdua.'

Sebening air mata jatuh pelan-pelan ke pipinya. Niken menahan tangis didalam dadanya.

***

Niken sudah bekerja sebagai dosen selama 3 tahun, selain itu, ia juga sering mengadakan berbagai seminar tentang Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Tidak hanya di Indonesia, ia juga sering kali diundang ke berbagai kota baik di negara maju maupun negara berkembang. Namanya semakin terkenal setelah ia menulis sebuah buku non fiksi tentang Perkembangan Anak & Remaja.

Sebelum bertemu kembali dengan Hans didalam kehidupannya tidak ada yang namanya cinta atau pun sekedar taksir menaksir. Niken selalu menjaga jarak dengan lelaki. Didalam kamusnya tidak ada yang namanya patah hati. Apalagi galau karena cinta. Niken hanya memiliki satu wacana, satu visi dan satu impian indah untuk ia wujudkan.

My Vision The Five Future

* Melakukan Riset di beberapa negara guna menunjang pengetahuan.

* Melakukan workshop/seminar

* Menulis buku tentang anak & remaja.

* Melanjutkan kuliah doktoral di Turki.

* Mengajukan penelitian untuk gelar professor.

* Memiliki apartemen.

* Memiliki usaha SALON.

* Menjadi dosen.

* Travelling. Dan

* Menikah....?

Niken menelan ludah, seakan tak pernah membayangkan bahwa ia akan jatuh cinta pada seorang lelaki. Apalagi untuk menikah. Ia tahu, bahwa tidak mudah baginya untuk jatuh cinta. Apalagi ia menderita philofobia yang sudah lama ia alami.

Jangankan untuk menikah, untuk jatuh cinta saja, Niken tidak berani membayangkannya.

Semua itu hanya akan seperti mimpi.

Bab Satu

"Ahhh aku lelah sekali." Ujar Niken sambil menggeliat kecil. Niken sudah sampai di Seoul seminggu yang lalu. Ia meriset kebudayaan korea yang saat ini sedang hangat dikalangan masyarakat Indonesia.

"Apa ada yang akan kau tanyakan lagi?" Tanya Jung Il-Nam, guide sekaligus dosen dari Hankuk University yang menemani Niken meriset beberapa sejarah kerajaan Joseon.

"Aku rasa sudah cukup." Jawab Niken. Ia sudah melengkapi semua hasil risetnya. Niken memasukkan notebook-nya ke dalam tas.

"Boleh aku tahu mengapa kau meriset mengenai kerajaan Joseon?" Tanya Jung Il-Nam.

"Kebanyakan mahasiswaku penggemar korea jadi aku perlu riset ini untuk memberi pengetahuan yang luas tentang Seoul." Jawab Niken sambil melempar senyum.

"Apa karena itu?" Jung Il-Nam mengerjapkan matanya tak percaya, lalu menatap Niken.

"Itu jawaban fiksi. Kau tidak akan mendapatkan jawaban yang akurat Jung Il-Nam." Balas Niken. Jung Il-Nam dan Niken tertawa bersenda gurau.

"Ohya, apa kau mengenal Hans? Dia juga sedang meriset sejarah kerajaan Baekje." Kata Jung Il-Nam. Jantung Niken hampir berhenti berdetak. Ia terkejut ketika nama Hans disebut oleh Jung Il-Nam. Sebuah pertanyaan besar terselip didalam pikirannya, "bagaimana bisa dia mengenal Hans?" Namun Niken tidak bergeming.

"Kau mengenalnya?" Sekali lagi Il-Nam bertanya.

"Hans? Siapa dia?" Tanya Niken, sambil meneguk air didalam botol.

"Hansraj Sambara, dia seorang peneliti dari Indonesia juga. Aku diberitahu oleh Kang So-Ra tadi pagi." Jawab Jung Il-Nam. "Kau mengenalnya?"

Niken mendesah pelan, "Uhh, ee ummm, tidak. Aku tidak mengenalnya." Jawab Niken, lalu tersenyum kepada Jung Il-Nam. "Kau boleh pergi." Lanjut Niken. Pikirannya bertanya-tanya. Ada rasa gugup, bahagia, dan perasaan yang tidak bisa ia deskripsikan saat mendengar nama Hans disebut oleh Il-Nam. Hans? Benarkah dia? Apakah dia masih menganggap bahwa aku membencinya? Bagaimana ini? Bagaimana kalau aku bertemu dengannya? Apa yang akan aku katakan? Haruskah aku meminta maaf kepadanya? Bagaimana ini. Pikir Niken. Dari mana Kang So-Ra mengenal Hans? Apakah ia juga meriset kebudayaan korea? Mengapa tiba-tiba Niken merasa tidak enak hati?

"Kau tidak apa-apa?" Jung Il-Nam memandang Niken, ekspresinya berubah ketika ia menyebut nama Hans. Tapi perempuan itu tersenyum. Niken tahu bahwa temannya itu mengkhawatirkannya.

"Ohh tidak. Aku tidak apa-apa." Niken berlalu meninggalkan Jung Il-Nam. Ia mengingat kejadian 10 tahun yang lalu. Kejadian yang sebenarnya bukan kesalahan Hans, tapi juga kesalahan dirinya. Niken masih merasa bersalah kepada Hans, karena ketika Hans meminta maaf kepadanya, ia tidak memaafkannya.

"Niken awas...." Niken lengah sehingga ia tak menyadari sebuah mobil melaju sangat cepat. Tubuh Niken melayang dan terseret sejauh 2 meter. Tubuhnya seakan remuk. Semua terasa begitu cepat. Pandangan Niken kabur, semua terasa buram dan gelap.

***