PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Young Master Mafia

Young Master Mafia

Penulis:Naoki Miki

Berlangsung

Pengantar
"Lo siapa!?" tanya Syera dengan air muka setenang mungkin, padahal detak jantungnya berdegup kencang. El tersenyum miring dengan satu alis terangkat. "Gue calon suami lo!" "Gue tanya sekali lagi, lo siapa!?" "Dan gue jelasin sekali lagi Syera albert stanvon. Gue calon suami lo! Kurang jelas!?" Elgara Zedrick, seorang pewaris tunggal dari organisasi gelap. Mafia Naga Api, organisasi sang ayah mulai turun menjadi tanggung jawab Elgar yang masih duduk di bangku SMA. Tidak ada yang mengetahui bahwa Elgar adalah anak seorang Mafia, bahkan sahabatnya yang selama ini bersama tidak tahu seluk beluk kehidupannya. Siswa badboy Adi Bangsa serta leader geng motor terbesar di kotanya. Perjodohan yang direncanakan sejak dini membuat tuan muda Mafia harus menikahi gadis tomboy bernama Syera Albert Stanvon. Seorang gadis yang tidak mengingat masa lalunya. Pernikahan dengan Elgar membuat Syera perlahan mengetahui sebuah kebenaran dari jati dirinya. Akankah hubungan mereka akan tetap bersatu setelah sekian lama rahasia masa lalu keduanya terungkap? ~Jangan lupa tinggalkan jejak PLAGIAT DILARANG MENDEKAT Wajib Follow IG @naokimiki12
Buka▼
Bab

Malam yang kian mencekam tidak mengusik gerak pemuda dengan hodie hitam juga kain tipis menutupi sebagian wajahnya. Kacamata hitam bertengger dipangkal hidung, di tambah topi berlogo naga merah tersimpan diatas kepalanya. Denting jarum jam perlahan menyaksikan detak jantung yang kian menipis.

Senyum horor menatap seseorang yang sudah berlumur darah tak bernyawa. Ditangannya megenggam sebilah pisau berlumur darah. Sorot mata tajam penuh kepuasan menatap mayat yang tergeletak dihadapan, tak membuat dirinya gentar.

Angin malam berhembus melewati celah setiap dinding yang sudah tidak terawat, banyak lubang lubang dipenuhi sarang laba laba menambah kesan horor.

"Bereskan semuanya Mark!."

"Siap tuan."

Seorang pria berbadan kekar membalas perintah pemuda berhodie, segera dia mendial panggilan dibenda pipihnya.

"Masuk, bereskan semua tanpa adanya bukti sedikitpun!."

"Baik Bos," balas suara bariton dari seberang telepon.

Tut

"Setelah ini apa yang harus saya lakukan Tuan?."

"Cari informasi tentang gadis itu!."

"Gadis yang-."

"Gadis yang akan dijodohkan dengan ku," sela pemuda berhodie beranjak meninggalkan ruangan tak terawat  dengan pria bernama Mark mengikutinya dari belakang.

***

Dering jam beker terus berbunyi didalam kamar bernuansa dark. Sang empu mengerang, meraba nakas disamping dan mematikan jam bekernya.

"Sial, baru aja tidur," dengan sisa kesadaran dia bangkit menuju kamar mandi.

Di lain tempat seorang gadis bersimpuh disamping makam bertuliskan almarhum Ningsih andira. Buliran bening terus mengalir membasahi pipinya. Gundukan tanah yang masih tinggi dan basah membuat pakaiannya terlihat lusuh. Tidak peduli tatapan orang disekitarnya, dia terus meraung memanggil bibi Ningsih.

"Kenapa bibi tinggalin Syera sendiri? Bibi nggak sayang lagi sama Syera ya? Kalau bibi nggak ada nanti yang temenin tidur Syera siapa? Bibi kan tahu Syera nggak bisa tidur kalau nggak dipeluk."

Dari kejauhan sorot mata terus mengawasi gadis bernama Syera itu. Dengan balutan jas hitam juga kacamata hitam membuat beberapa pasang mata terfokus dengannya.

Dengan sekali menekan benda mungil yang bertengger ditelinganya, sambungan suara dari seberang terhubung.

"Dia masih di makam tuan."

"Pantau saja Mark. Jangan bertindak sebelum aku menyuruhmu!."

Pemuda yang sudah rapi dengan balutan seragam SMA itu melempar benda mungil bewarna hitam kesembarang arah. Menggusar rambutnya yang masih basah, pandamgannya menerawang jauh kedepan.

"Apa gue sanggup nikah muda?."

Tanpa banyak pikir, dia mengambil jaket kulit bertuliskan Heroz dibelakangnya. Segera keluar dari apartemen mewah. Setelah sampai dibawah, lebih tepatnya bagasi umum segera dia menaiki motor klasik honda CB 100 kesayangannya. 

Sosok tubuhnya yang atletis dan tampang rupawan membuat siapapun akan terpesona. Tapi tidak dengan kelakuannya yang teramat nakal.

Ya, dia Elgara zedrick. Seorang siswa kelas 12 SMA Adi Bangsa yang paling terkenal ke nakalannya. Buku pelanggaran penuh dengan namanya. Entah apa yang selalu membuat seorang Elgara berlomba lomba memenuhi buku pelanggaran, bahkan menjadi satu satunya pelanggan keluar masuk Ruang BK.

Deru motor klasik Elgara mengundang beberapa pasang mata hanya sekedar menikmati sosok tampan yang dimilikinya. Meski terkenal nakal, sosok yang biasa dipanggil El atau Elgar mempunyai banyak penggemar. Bahkan dia adalah salah satu siswa yang paling ditakuti se-saentro Adi Bangsa. Sekolah paling elit se-Jakarta.

"Woy woy tumben nih si bos dateng tepat waktu," ujar cowok bername tag Brian yang masih duduk di atas motor ninjanya.

"Gila, lagi kesambet setan mana nih bos!?," sahut Thoms.

Sedangkan dua cowok lainnya yang juga duduk diatas motor tidak terlalu tertarik dengan keadaan sekitar, lebih fokus memainkan gawainya.

Yah mereka berlima yaitu Elgara, Brian, Thoms, Arden, dan Ansel adalah anggota penguasa lingkungan Adi Bangsa. Geng motor yang diberi nama Heroz dengan Elgar sebagai leader dan Arden sebagai wakil ketua. Mereka adalah anggota inti Heroz.

"Tenang gue masih ada stok buat bikin Pak Buncit darah tinggi," balas Elgar melangkah mendahului para sahabatnya.

Thoms merangkul pundak El dengan sebuah cengiran penuh makna. "Bolos skuy!."

"Siap!," sahutnya melayangkan tinjuan ke perut Thoms yang dibalas kekehan.

"Lo bolos gue jemur seharian!."

Yah, dia Arden. Sang ketua Osis Adi Bangsa. Bisa dibilang dia satu satunya anggota Heroz yang paling waras diantara lainnya.

"Ayolah Ar, sekali kali gitu lo ikut kita. Ya nggak!?."

"Kali ini gue setuju sama Ar," sahut Ansel. Manusia kedua yang cukup waras. Cukup, bahkan dia sangat sangat dingin dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar.

"Ck jangan sok alim lo sel, kemarin aja lo bolos udah berapa kali hah!?," balas Brian. Satu satunya anggota Heroz yang biasa dibully karena keistimewaan yang dimiliki. Indigo, yah bisa dibilang seperti itu. Brian bisa melihat hal yang tak kasat mata meski banyak yang menganggapnya hanya berhalusinasi.

Sepanjang koridor tak henti hentinya sorot mata para siswa siswa memandang penuh kagum. Kelima aggota Heroz tidak bisa dilawan dengan tampang rupawan  yang dimiliki masing masing. Meskipun mereka mempunyai perbedaan keyakinan.

Arden, Ansel, dan juga Brian menganut agama Islam. Sedangkan Elgara dan Thoms menganut agama Kristen. Perbedaan itu tidak membuat persahabatan mereka hancur. Kebersamaan sejak tiga tahun mereka lewati, membuat persaudaraan mereka semakin kuat. Meski sudah lama mereka mengenal satu sama lain, tidak ada yang mengetahui rahasia besar seorang Elgara Zedrick.

"Gue tunggu ditempat biasa," ujar El sebelum berbelok memasuki kelas 12 Ips dua bersama Brian, sedangkan Arden berada dikelas Ipa satu. Ansel dan Thoms berada dikelas Ipa empat.

Dengan langkah lunglai, Syera meninggalkan makam seorang perempuan yang masih berumur 40 tahun itu. Seorang wanita yang rela meninggalkan keluarganya demi melindungi anak dari majikannya yang sudah pergi beberapa tahun lalu.

Syera albert stanvon, seorang gadis tomboy yang selama ini tidak tahu jati dirinya. Gadis yang terlihat kuat diluar, namun dari dalam dia sangat rapuh. Masa lalu yang tidak bisa di ingatnya, membuat sebuah trauma mental tersendiri bagi Syera. Sebuah kunci hidupnya sudah pergi meninggalkannya sebatang kara. Bibi Ningsih yang selama ini merawatnya telah pergi karena serangan jantung.

"Gue harus apa? Bunuh diri? ."

"Tidak mungkin," gumamnya terus melangkah entah kemana.

***

Tenda biru, disinilah ke empat anggota inti Heroz berada. Kecuali  Arden, ketua Osis Adi Bangsa yang tidak akan terpengaruh akan kelakuan buruk para sahabatnya. Meski pun berujung Arden sendirilah yang akan menghukum mereka. Sampai mulutnya berbusa pun tidak akan pernah membuat mereka jera. Jadi percuma saja. Toh pada akhirnya Arden lah yang akan bertanggung jawab.

"Shit, kopi gue itu," teriak Thoms saat Brian dengan lancang menyeruput kopinya.

"Pelit amat lo Thoms."

"Beli sendiri sono, goceng aja masak se-miskinable itu sih lo!?."

"Nanti malam gass kuy," seloroh El sambil mematikkan api ke sebatang rokok.

"Gass kemana dulu nih bos?," sahut Thoms.

"Biasa."

Ansel yang semula memainkan gawainya mendongak menatap El yang berada diseberangnya.

"Tumben?."

"Woylah Sel kayak nggak tahu si bos aja lo," balas Brian.

"Lagi banyak duit," sahut Thoms dengan jari telunjuk dan ibu jari bergesekan.

Ansel mengangguk beberapa kali, kembali jarinya menari diatas layar pipih canggih itu.

"Kurang berapa hari kita perang?."

"Lima hari lagi boss," sahut Brian dibalas anggukan El.

Dilain sisi, dua orang beda generasi sedang bercecok. Lebih tepatnya, Pak buncit lah yang terus berkoar koar mengintrogasi Arden. Di lapangan sekolah yang cukup terik disaat jarum jam menunjukkan pukul satu siang, Arden berusaha sabar mendengar ocehan Pak Buncit selaku guru BK ter-killer sepanjang masa.

"Sudah berapa kali saya peringatkan Ar? Tuntun sahabatmu untuk tobat. Jangan terus terusan seperti ini, mau jadi apa coba generasi Adi Bangsa kalau seniornya aja kelakuannya naudzudubillah!!!."

"Tapi pak, saya sudah berkali kali mengingatkan agar tidak bolos pelajaran tapi-."

"Tapi apa? Mentang mentang kamu sahabatnya, mereka bisa seenak jidat melanggar peraturan hah?? Cepat cari mereka, dalam sepuluh menit tidak dihadapan saya, kamu juga akan kena hukuman!."

"Maaf pak, permisi!."

Arden melangkah ke sisi lapangan, daripada membantah dan terus berdebat dirinya segera mendial nomor Ansel yang cukup waras untuk diajak komunikasi.

Sudah biasa bagi Arden menghadapi situasi seperti ini. Dan semua itu disebabkan oleh sahabatnya sendiri. Ini lah yang dinamakan sahabat akan selalu ada dalam suka maupun duka. Tapi selalu membuat Arden dalam keadaan duka.

"Lo dimana!?," tanya Arden dingin saat sambungan terhubung.

"Biasa."

"Balik! Gue tunggu sepuluh menit lagi di lapangan, kalau kalian nggak dateng sama aja nurunin martabat gue."

Tut

Tanpa basa basi Arden memutuskan sambungan telepon, memijit keningnya yang terasa nyut nyutan.

"Kenapa gue yang goodlooking bisa punya sahabat kayak mereka sih?," gumamnya.

Ansel menatap datar layar genggamnya yang sudah mati. Suara helaan napas Elgar dan Thoms membuat Ansel menaikkan bahunya.

"Rela berkorban sedikitlah buat sahabat kita, ya nggak?,"ujar El menepuk bahu Thoms.

"Bos, kebalik. Arden yang udah mati matian bawa mukanya buat manusia kayak kita," balas Thoms beranjak mengikuti Ansel yang sudah keluar disusul El dan Brian.

"Gue cabut dulu  yul, awas jangan maling uangnya mak Ser lo!,"ucap Brian kepada tuyul yang sedang santai menjilat mie ayam bekas Elgar dan dibalas acungan jempol.

"Ck, masih pagi udah mulai nih anak. Minum obat gih, kalau abis minta sama El noh!," balas Thoms ssat mendengar Brian berbicara sendiri.

"Sabar sabar-."

"Orang sabar disayang tuhan," sela Thoms yang sudah hapal kata-kata andalan Brian.

Tatapan horor menyorot tajam ke empat manusia yang tak lagi asing, bahkan sangat terkenal. Terkenal akan ke bobrok-an nya.

"Berani beraninya kamu bolos di jam pelajaran saya hah!?."

"Nggak usah pakai kuah segala kali pak," balas El mengusap wajahnya.

Wajah Pak Buncit merah padam, giginya saling bergemelutuk dengan rahang yang mulai mengeras.

"LARI KELILING LAPANGAN TIGA PULUH KALI SETELAH ITU HORMAT DIDEPAN BENDERA SAMPAI BEL PULANG BERBUNYI!!!."

"Itu hukuman atau mau buat anak orang mati pak?," sahut El sangat sangat santai. Thoms dan Brian cekikikan yang langsung kena pelototan dari sang guru killer.

"MAU SAYA TAMBAH LAGI HAH!?."

"Sudah cukup pak, biar saya yang urus mereka," ujar Arden mulai lelah dengan perdebatan ini.

"Bisa saya mengandalkan mu Ar!?."

"Siap bisa pak!."

"Oke, setiap setengah jam akan saya pantau kalian!."

El menye-menye saat Pak Buncit beranjak pergi meninggalkan lapangan. Tatapan tajam Arden layangkan yang hanya dibalas cengiran para sahabatnya.

"Semangat Boss, tujukkan bahwa kami adalah laki laki jantan yang-."

"Bacot lu," seloroh Ansel membuat Brian mengerucutkan bibir. Anak itu memang sedikit bicara, tapi sekalinya bicara membuat kincep lawan bicaranya.

"Sorry bro! Udah mau kita repotin," sahut El tersenyum, menepuk pundak Arden yang masih memasang wajah datar.

***

Sepulang sekolah selalu menjadi kebiasaan seorang El untuk  singgah dipinggir jalan hanya sekedar membeli cilok kesukaannya. Seorang yang terkenal bad diluar dan paling ditakuti saat malam tiba itu sangat menyukai makanan pinggir jalan, Cilok. Unik dan sangat sederhana bukan?.

"Bang biasa," tidak ada hari yang dilewatkannya untuk tidak mampir ke tempat mangkal mang Ojang.

"Siap Boss, tapi tunggu sebentar ya mau beli sambelnya dulu."

"Oke kang, nggak pake lama," sahut El.

Mang Ojang meninggalkan El dan gerobak ciloknya. Sedangkan El yang merasa bosan, berpikir untuk melayani dirinya sendiri. Tinggal menunggu sambal datang, lalu bayar.

"Cil cilok, kenapa lo seenak dunia gue sih? Benda sekecil lo aja bisa rebut hati gue, hm?," gumam El terus menusuk satu persatu makanan bulat kecil kecil itu.

"Kang beli Ciloknya goceng dong!."

"Gue bukan-."

Deg

Mata El mengerjap beberapa kali, menatap cengo gadis dengan salib dilehernya.

"Akang cilok.. Helo!?," lambaian tangan gadis itu membuat El tersadar.

"Eh gue buk-."

"Beli ciloknya kang goceng. Cepet ya nggak pakai lama!," selorohnya.

'Dasar, enak aja tampang rupawan gue dikira tukang cilok.'

Mau tidak mau El tetap melayani gadis yang mengira dirinya  akang cilok.

"Nih!."

"Kok putihan sih? Mana sambelnya!?," tanyanya sedikit bervolume.

"Nggak ada habis," sahut El tak kalah ketus.

"Gimana sih kang? Jualan kok nggak modal banget. Kalau nggak ada sambal mana enak, ck."

"Bawel banget sih lo!? Tinggal makan aja cerewetnya minta ampun!."

"Kok malah lo yang sewot? Pembeli itu adalah raja, gue ingetin kalau lo lupa!."

"Dan gue juga bukan akang-."

"Udahlah nih gue balikin nggak jadi beli, bye!."

"Dasar gila tuh orang, kurang tamvan apa coba gue? Sampai dikira akang cilok?."

'Tapi, lumayan.'

Dari dalam mobil yang tak jauh dari El berada, seorang pria dengan jaz hitam juga kacamata bertengger dipangkal hidungnya mengamati dengan seulas senyum.

"Awal pertemuan yang menarik."

Pria yang tak lain adalah Mark, menekan benda mungil yang menempel di telinganya.

"Bagaimana tuan? Apa anda tertarik?."

"Lumayan, cukup tidak membosankan."

"Kapan bertindak tuan?."

"Sekarang juga boleh, lebih cepat lebih baik."

***

Salam dari Author:

Hargai penulis dengan memberi like juga komen^_^

Karya ketiga dan yang pertama di Hot Buku semoga suka: