PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Janda Sial

Janda Sial

Penulis:Pundalisa

Berlangsung

Pengantar
Sonia—seorang janda hasil perceraian yang punya mimpi untuk menikah dengan lelaki yang paham agama, atau biasa disebut ustad, selalu gagal. Baik karena tidak mendapat restu dari calon mertua, pun alasan lain bahwa kebanyakan lelaki yang taat agama selalu menghindari janda hasil perceraian. Freza—lelaki idaman Sonia, dia adalah lelaki ke-tiga yang menjalin hubungan dengan Sonia. Sama seperti lelaki sebelumnya, Freza menuruti perintah orangtua yang melarangnya untuk menikahi janda hasil perceraian. Menurut orang tua Freza, janda hasil perceraian adalah wanita yang susah diatur, berdasarkan rekam jejak seorang janda. Namun, Sonia tak pernah menyerah mencari lelaki idaman seleranya. Sedangkan Freza, cintanya sudsh terlanjur terpagut pada Sonia. Bisakah mereka melewati rintangan norma masyarakat?
Buka▼
Bab

"Maaf," ucap Freza lirih, hampir tak terdengar.

"Untuk apa ...?" Jawabku denga mata nanar.

"Untuk ucapan ibu dan keluargaku. Juga keputusanku untuk selesai denganmu." Nada suaranya terdengar begitu datar, cukup mampu meledakkan hatiku yang bergetar.

"Selesai? Maksudmu, kita ... tak akan menikah?" Aku hampir tak memiliki kekuatan untuk mengucapkan pertanyaan itu. Lidahku terasa menjadi begitu kelu. Tak percaya, pria yang selama beberapa bulan ini memberi semangat baru dalam kehidupanku kini memilih untuk menyerah. Laki-laki yang sebelumnya tampak begitu tulus, mencintaiku, kini memilih kalah.

"Maaf." Lagi, hanya kata itu yang Freza ucapkan. Sebelum kemudian bangkit meninggalkan teras rumahku, tempat di mana ia selalu rutin mengunjungiku setiap akhir pekan.

Kali ini bahkan lelaki berusia 30 tahun itu memilih tak pamit pada putriku. Gadis kecil berusia tiga tahun yang sempat begitu ia sayang dan manjakan layaknya anak kandung.

Lagi, pada akhirnya aku harus rela menerima kenyataan, ketika hubungan yang kubangun dengan susah payah harus kembali kandas. Lagi-lagi karena alasan yang sama. Dan itu sangat menyakitkan.

*******

"Ibu gak bisa menerima Sonia, Za!"

"Kenapa, Bu? Sonia itu perempuan yang baik."

"Tetap saja, dia tak pantas untukmu!"

"Kenapa? Apa alasannya?"

"Karena dia seorang janda!"

"Tapi, Bu, Sonia itu janda baik-baik. Punya kehidupan yang baik juga."

"Andai dia janda yang ditinggal mati, mungkin ibu masih bisa menerima. Tapi, tidak dengan janda karena perceraian. Susah dididik nantinya!"

Rentetan percakapan Freza dan ibunya masih saja terngiang di kepala. Ketika hari itu ia membawaku pada keluarganya. Memperkenalkan aku sebagai calon istri yang ingin segera dinikahi olehnya.

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya aku ditolak oleh keluarga kekasihku. Namun, sudah yang ketiga kali sejak aku menyandang status janda dua tahun lalu.

Bukan karena aku kurang cantik, kurang baik, atau tak sepadan dengan keluarga mereka. Melainkan karena satu alasan yang sama. Hanya karena aku seorang janda. Janda yang memilih bercerai dari suami yang di hari kemarin menyatakan niatnya untuk poligami. Ternyata benar, aku mendapat karma karena membenci apa yang Allah halalkan, itu

Betapa banyak wanita sepertiku, egois. Selalu mencari pembenaran atas ketidakrelaannya dipoligami. Selalu berburuk sangka pada suami-suami yang ingin memadu istri. Padahal, setelah aku membuka hukum fikih, poligami itu hak. Mereka para lelaki berhak mengambil istri lebih dari satu, tak peduli dengan alasan apa si lelaki itu ingin memperbanyak istri. Entah alasan ibadah, memperbanyak keturunan, nafsu yang besar, dan lain-lain. Bahkan kaum lelaki tidak diwajibkan meminta ijin istri jika ingin berpoligami, bahwa istrilah yang seharusnya patuh, karena itu hukum Allah, halal. Dan aku menyesal mengapa baru sekarang aku mempelajari ilmu agama. Ketika inginku dinikahi lelaki baik-baik, baik ahlak dan pengetahuan agamanya, kini aku menyandang status janda cerai, janda yang dicap sebagai mantan istri durhaka.

Dan memang, stigma buruk terhadap janda hasil perceraian masih kuat, berakar di pikiran orang-orang "baik". Mereka tak melihat lebih dulu, karena alasan apa perceraian terjadi. Padahal, Islam pun membolehkan istri bila ingin menggugat, dengan catatan jika suaminya tidak baik, seperti tidak mau shalat, tidak memberi nafkah lebih dari tiga bulan, dan lain-lain. Jika suami ingin menikah lagi hanya karena tergoda fisik perempuan alias nafsu, maka itu sah-sah saja. Itulah cara Islam mengendalikan nafsu. Dan itu pula yang terjadi pada suamiku dulu, dia tergoda kecantikan wanita yang lebih muda dariku, dan aku yang tidak rela dimadu.

Aku sebagai perempuan yang ingin dicintai dan diterima dengan lelaki baik-baik. Kini ditolak karena alasan status janda ceraiku. Sampai lelah kumencari lelaki paham agama selevel Ustad yang pernah menikahi janda cerai, ternyata tak jua kutemukan. Apakah benar tak ada Ustad yang mau menikahi janda cerai? Waduh ... nyesel dech aku.

Hingga harus berulang kali kumenelan kekecewaan, saat pria yang begitu kucintai memilih menyudahi hubungan. Ketika restu keluarga tak lagi mampu diperjuangkan.

Pun Freza, yang sejak awal begitu optimis dengan masa depan hubungan kami. Pada akhirnya memilih pasrah dan menyerah, setelah sang ibu menolakku mentah-mentah. Dan setelah Freza "lebih paham agama". Syeddiih aku tuuuh ....

Akhirnya yang tersisa hanyalah sesal. Penyesalan yang berulang. Kenapa kembali menjalin sebuah hubungan, sementara telah tahu pada akhirnya akan terpinggirkan. Lagi-lagi karena status janda cerai yang kusandang. Menyedihkan.

Lalu, berdosakah aku jika membayangkan, membunuh mantan suamiku di hari ia menyatakan ingin memaduku? Agar aku menjadi lebih layak untuk dinikahi, karena bergelar janda ditinggal mati.

~~~

"Bunda, Om Freza kenapa gak pernah datang dan main sama aku lagi?"

Aku tengah merapikan beberapa berkas yang sengaja kubawa pulang dari kantor, saat Kinara tiba-tiba bertanya tentang Freza, mantan kekasihku. Mungkin dia rindu, mengingat betapa dekatnya hubungan mereka, selama kami masih menjalin hubungan cinta.

"Oh, itu karena Om Freza sibuk, Sayang," jawabku berbohong.

Tak hanya membohongi Kinara, tapi aku juga membohongi perasaanku sendiri setiap kali mengingat Freza. Mencoba tegar menerima perpisahan, meski hati hancur, hilang harapan.

Ya, secara pemikiran aku menerima keputusan Freza untuk mengakhiri hubungan. Tapi hati dan perasaan belum benar-benar bisa melupakan. Karena sejatinya, aku masih sayang.

"Kalau gitu, telpon aja boleh dong, Bun?" ujar Kinara polos seraya mendekat dan meraih ponselku.

"Eh, jangan, Sayang!" Spontan kurebut ponsel dari tangan mungilnya.

Hampir saja ku tak mampu mengendalikan sikap, betapa tak

mudah menjelaskan semua ini pada anak seusianya.

"Kenapa?" Dengan lugunya bocah itu kembali bertanya.

Entah dia bertanya tentang Freza atau justru menanyakan tentang ekspresiku barusan.

"Emmm ... maaf, Sayang. Bunda cuma ....."

Masih bingung harus memberi jawaban apa, ketika tiba-tiba ponsel itu berdering. Di layar terpampang nama salah seorang karyawan di EO-ku. Ah, selamat. Kali ini aku punya alasan untuk meloloskan diri dari keingintahuan Kinara. Aku pun segera menerima panggilan itu dan mengisyaratkan pada putri kecilku, agar ia kembali bermain. Sementara aku berbicara dengan seseorang di seberang sana.

*******

Aku yang sekarang, adalah seorang janda kaya yang sering dijadikan target calon istri para pria muda maupun tua. Selain terkenal karena kecantikanku nomor satu sekabupaten, aku adalah seorang pemilik usaha Event Organizer monopoli di kotaku. Ekonomiku gemilang. Ratusan juta per bulan. Namun, semua yang kumiliki itu tak cukup mengundang minat para pria baik untuk meminangku. Ya, semua lelaki yang kukenal mengerti ilmu agama, tak mau mendekat, atau, pergi setelah mereka dan keluarganya tahu bahwa status jandaku adalah karena hasil perceraian, bukan karena ditinggal mati suami.

Freza adalah lelaki baik ketiga yang batal menikah denganku. Mereka semua orang-orang ahli dalam bidang agama, atau yang biasanya disebut menyandang gelar ustad. Aku memang sengaja hanya bertaaruf pada lelaki yang berada di bidang agama. Karena bagi wanita cantik dan kaya sepertiku, jika ingin mendapatkan calon suami yang tampan dan kaya, muda, atau yang semacamnya, sangat mudah dan hanya dengan menunjuknya dengan jari, mereka langsung mau melamarku. Namun tidak dengan para pria ahli agama, mereka menganggap janda hasil perceraian tidaklah pantas dinikahi oleh mereka. Karena mereka berpegang pada ayat yang mengatakan bahwa pria baik adalah untuk wanita baik-baik, dan janda hasil perceraian bukanlah termasuk wanita baik-baik.

"Bunda, Bunda ... ada Om Freza!" Suara Kinara menyadarkanku dari lamunan.

Freza? Benarkah dia datang? Setelah tiga bulan lamanya

menghilang? Aku memilih tak langsung keluar. Melainkan lebih

dulu memastikan dengan bertanya pada asisten rumah tangga yang saat itu tengah mengasuh Kinara.

"Beneran, Mbak?" tanyaku ragu.

"Nggak tahu, Bu. Orangnya masih di depan pagar. Tapi, sepertinya itu bukan Pak Freza, mobilnya juga beda. Mau buka pintu, tanya ibu dulu," jelasnya kemudian.

Mendengar jawabannya membuatku penasaran. Sejenak aku merapikan rambut dan penampilan, tak lupa meraih sepotong cardigan untuk kukenakan. Karena saat di rumah seperti ini, aku terbiasa hanya memakai kaos tanpa lengan serta celana pendek sebagai bawahan. Jelas kurang sopan jika keluar menerima tamu.

Seraya membenahi penampilan, aku pun melangkah menuju pintu depan. Diiringi Kinara dan asisten yang mengikuti dari belakang. Lalu, membuka pintu dan melihat siapa yang datang. Ternyata ....