PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Life Is Broken Hearts

Life Is Broken Hearts

Penulis:Suci Fitriani

Berlangsung

Pengantar
Naima, seorang gadis remaja yang tidak pernah merasakan kasih sayang seorang Ayah sedari kecil. Posisinya sebagai anak kedua tidak jauh berbeda seperti anak-anak kedua yang lainnya. Tetapi, ia sangat beruntung mempunyai Bunda yang sangat perhatian kepada dirinya. Di sisi lain, Nakia yang merupakan saudara kembar Naima merasa kepergian sang Ayah yang secara tiba-tiba sangat janggal, hal itu membuat dirinya curiga kepada Ibundanya. Ia berpikir bahwa Ana yang merupakan Ibundanya sendiri yang membunuh Ayahnya. Di sisi lain, kepergian sang Ayah membuat hidup Nakia berubah drastis menjadi rusak.
Buka▼
Bab

Suara sendok dan garpu di atas piring meja makan saling bersahut-sahutan. Suara yang menandakan bahwa ada yang tengah makan di dalam ruang makan. Tidak ada satu pun obrolan bahkan pembicaraan di dalam ruangan tersebut, semua orang yang berada di sana fokus menyantap makanannya masing-masing. Kepergian sang Ayah kemarin sore di dalam keluarga ini tampaknya masih menyisakan duka yang mendalam pada anak-anak dan juga mendiang istrinya.

Ana memerhatikan satu-persatu wajah ketiga anaknya yang tengah lahap menyantap sarapan pagi ini walau ia tahu wajah anak-anaknya itu tidak seperti biasanya. Wajah mereka tampak muram dan tidak bahagia pada pagi hari ini. Kepergian sang suami yang begitu cepat membuat Ana harus bangkit dari kesedihannya dan menjadikan ia single parents di usianya yang terbilang masih muda.

“Hari ini Bunda harus pergi ke luar kota” ucap Ana secara tiba-tiba yang membuat ketiga anaknya menghentikan aktivitas makan mereka. “Bunda akan flight pagi hari ini juga” lanjutnya kemudian. Nakia yang merupakan anak bungsu Ana membantingkan sendok dan garpunya ke atas piring sehingga membuat semua orang yang berada di dalam ruangan tersebut tertuju kepadanya. “Kia lu apa-apaan sih?!” protes Naima yang merupakan saudara kembar dari Nakia.

Nakia bangkit dari kursinya dan menatap wajah sang Ibunda dengan emosi yang menggebu-gebu “Bund, Ayah baru saja meninggalkan kita semuanya kemarin sore dan sekarang tanpa rasa duka sedikit pun Bunda mau pergi ke luar kota? Jangan-jangan Ayah kena serangan jantung itu gara-gara Bunda? Iya kan!”. Rendra yang melihat emosi sang adik yang meletup-letup kepada Bundanya segera bangkit dari kursi dan menarik adiknya itu keluar dari ruang makan.

Sesampainya di ruang keluarga, Rendra menghempaskan tubuh kecil Nakia ke atas sofa yang membuat Nakia meringis kesakitan. “Kia! Lu bisa enggak sih ngomong sama Bunda lebih sopan dikit?! Sekarang Ayah sudah enggak ada dan kita cuma punya Bunda sebagai orang tua kita! Bunda diam dari kemarin itu menutupi kesedihannya!” bentak Rendra kepada sang adik. Mendengar ucapan kakaknya tersebut Nakia hanya menundukkan kepalanya dan berusaha mengatur nafasnya agar emosinya tidak kembali meluap.

“Kak, lu bisa enggak sih sekali saja perlakukan gua sama kayak lu perlakukan Naima? Gua jua adik lu kak sama kayak Nay tapi lu selalu kasar sama gua!” kata Nakia dengan wajah penuh kekecewaan. Rendra menghembuskan nafasnya kasar “Kalau lu mau dihargai sama gua lu harus bisa hargai orang lain Ki!”.

“Jadi ini karma buat gua?” tanya Nakia. Rendra menggelengkan kepalanya dengan cepat “Anggap saja ini reaksi orang sekitar ketika lu bertingkah tidak sopan kepada orang lain!” jawab Rendra sembari menunjuk-nunjuk Nakia.

“Rendra, Kia! Cukup! Bunda hanya ingin pamit kepada kalian, bukan malah bertengkar seperti ini. Kalian sudah besar, Bunda harap kalian mengerti posisi Bunda saat ini. Bunda harus pergi ke luar kota untuk mengurus proyek Ayah kalian yang tengah bermasalah.” jelas Ana panjang lebar kepada anak-anaknya. Ana meraih badan Nakia dan mendekap putrinya itu ke dalam tubuhnya “Bunda tahu ini berat, tapi kita harus berusaha bangkit. Dengan kepergian Ayah bukan berarti kita harus berhenti menjalankan hidup nak” ucap Ana seraya mengelus-elus punggung Nakia.

...

“Bunda pergi dulu ya, kalian baik-baik di rumah. Kalau perlu apa-apa minta tolong sama mbak ya” pamit Ana kepada ketiga anaknya. “Jangan lupa belikan Nay oleh-oleh ya Bund, I miss you” ucap Naima dan memberi kecupan kepada Bundanya. Naima memang lebih manja kepada Bundanya di antara ketiga anaknya yang lain. Ana hanya menganggukkan kepalanya, kemudian ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam mobil.

Rendra, Naima dan juga Nakia menatap kepergian mobil berwarna putih yang dinaiki oleh Ana. Setelah Bundanya cukup jauh Nakia segera masuk ke dalam rumah dan mengunci diri di dalam kamarnya. Nakia benar-benar kehilangan penyemangat dalam hidupnya. Selama ini ia hanya dekat dengan sang Ayah, karena di saat bersama dengan Ayahnya ia akan merasa nyaman.

Nakia menatap sebuah foto yang terletak di atas meja belajarnya, foto tersebut di ambil pada saat ia masih berusia 5 tahun. Dalam foto tersebut tampak seorang anak kecil yang tengah di pangku oleh pria dewasa yang merupakan mendiang almarhum Ayahnya. Nakia mengambil foto tersebut dan mengelusnya perlahan. “Kia rindu sekali sama Ayah” ujarnya kemudian. Nakia menghembuskan nafasnya perlahan dan mulai mengingat kembali kenangan-kenangan kecil bersama dengan Ayahnya.

...

Pagi itu merupakan hari Minggu, hari di mana David libur bekerja. Seperti minggu-minggu sebelumnya, ia selalu mengajak putri bungsunya berlibur ke kota yang tidak jauh dari Jakarta dan bisa ditempuh hanya dalam waktu beberapa jam saja. Melihat sang Ayah dan juga saudara kembarnya tengah siap-siap untuk berangkat tentu saja Naima kecil segera menghampiri mereka.

“Ayah... Nay boleh ikut kan?” tanya Naima dengan raut wajah yang sangat gembira. Ana yang mendengar ucapan Naima tersebut segera menarik lengan putrinya dengan lembut “Nay, hari ini Ayah mau quality time sama Kia. Jadi, Nay diam saja di rumah dengan Bunda ya?” pinta Ana dengan lemah lembut “Lagi pula kan ada Kak Rendra di rumah, nanti kalau Nay pergi Kak Rendra sendirian” bujuk Ana kembal kepada putrinya. Naima yang masih sangat kecil hanya menurut dan mengiyakan ucapan sang Ibunda. Sedangkan Nakia dan David segera pergi meninggalkan rumah.

Tujuannya pada hari ini yaitu Dunia Fantasi atau yang lebih sering dikenal dengan Dufan. Sudah lama sekali Nakia meminta David untuk membawanya kesini. Namun karena satu dan lain hal, David baru dapat membawa Nakia pada hari itu.

Setelah menaiki beberapa wahana dan cukup puas untuk bermain, Nakia minta dibelikan es krim kepada Ayahnya. Saat tengah menikmati es krim, David berkata sesuatu kepada putrinya itu “Kia anak perempuan Ayah yang paling hebat!” ucapnya dengan bangga. “Selain hebat, Kia juga cantikkan Ayah?” tanya Nakia dengan lucunya. Tentu saja David mengangguk mengiyakan.

“Kia, kalau nanti Ayah sudah tidak ada. Kia harus berjanji ya kalau kamu akan menjadi anak Ayah yang cantik, pintar, dan juga mandiri. Oke?” kata David seraya mengacungkan jari kelingkingnya. Dengan polosnya Nakia mengangguk dan mengaitkan jari kelingkingnya pada jari kelingking milik Ayahnya yang 3 kali lebih besar daripada jari kelingkingnya sendiri. “Memang Ayah mau ke mana?” tanya Nakia kemudian. “Suatu saat nanti, Ayah akan pergi ke tempat yang sangat jauh sekali. Di sana semua yang orang inginkan dapat dengan mudah mereka dapatkan. Tapi walaupun begitu, Ayah tetap menginginkan kamu sayang” jawab David disusul dengan mencolekkan es krim ke pada hidung Nakia.

“Ayah....” teriak Nakia dengan gemasnya. “Ayah tidak akan pernah kehilangan Nakia, kalau Ayah mau Kia. Ayah ajak saja Kia ke sana! Di sana, Kia mau makan es krim yang banyak sekali, dan Kia juga mau mainan” bawel Nakia dengan ciri khasnya sebagai anak kecil yang sangat lucu. David yang mendengar ocehan putrinya tersebut hanya dapat menganggukkan kepalanya. “I love you Ayah” ucap Nakia kemudian seraya memeluk David.

...

Mengingat kejadian tersebut membuat Nakia menangis tersedu-sedu sembari memeluk gulingnya hingga tertidur dengan lelap.

Tidak lama kemudian, Nakia terbangun dari tidurnya. Ia dapat mendengar jelas suara tertawa dan juga suara musik dari kamar sebelahnya, yaitu kamar Naima. Nakia pun membangunkan tubuhnya dan mengumpulkan seluruh nyawanya yang masih terkumpul di alam mimpi. “Kurang ajar banget sih, Ayah meninggal malah bikin pesta di rumah”. Gerutu Nakia dengan sangat kesal.

Nakia segera bangkit dari atas kasur dan melangkahkan kakinya menuju kamar Naima. Sesampainya di depan kamar Naima, Nakia menggedor-gedor kamar Naima berkali-kali dengan sangat kencang hingga pemilik kamar keluar dari dalamnya.

Naima membuka pintu kamarnya dengan kasar dan menatap Nakia dengan sorot mata yang kesal “Apa sih Ki? Berisik banget tahu gak?!” ucapnya kemudian. “Siapa sih Nay? Kita kan lagi seru-seru pesta!” seru salah satu sahabat Naima yang bernama Maira. “Eh ada Kia!” seru sahabat Naima lainnya yang bernama Nadya.

“Masuk sini, kita pesta bareng!” ajak Maira dengan menarik tangan Nakia dengan lembut. Melihat tangannya yang ditarik oleh Maira, tetapi Nakia malah menarik tangannya dengan kasar. “Kurang ajar ya lu Nay! Di saat gua lagi berduka atas kepergian Ayah, lu malah bikin pesta sama sahabat-sahabat lu!” ucap Nakia dengan mendorong tubuh Naima sekencang mungkin. Untung saja, di belakang Naima terdapat Maira dan juga Nadya yang mampu menopang tubuhnya.

“Kia! Lu apa-apaan sih?! Naima itu saudara lu! Saudara kembar lu! Bisa kan kalau lu bertingkah laku sedikit sopan sama dia?” lawan Nadya. “Asal lu tahu ya, yang punya ide bikin pesta ini itu kita berdua! Bukan Naima, kita Cuma mau hibur dia, karena kita tahu kalau Naima terluka atas kepergian Ayahnya” lanjut Nadya dengan emosi yang menggebu-gebu.

“Apa ku bilang Nad? Kakak gua terluka atas kepergian Ayah? Kalau dia terluka gua apa?!” teriak Nakia dengan emosi yang tidak kalah menggebu dari Nadya “Hati gua patah dan bahkan gua enggak tahu bagaimana cara gua lanjutkan hidup gua tanpa Ayah kandung gua!” teriak Nakia kembali, kali ini air matanya berhasil lolos dan membasahi pipinya.

Naima yang melihat kejadian tersebut berusaha menghentikan keduanya dan meminta Nakia untuk kembali memasuki kamarnya kembali, ia pun dengan sangat terpaksa meminta kedua sahabatnya untuk pulang. Ia tidak ingin terjadi pertengkaran di antara sahabat dan juga saudara kembarnya. Karena bagaimana pun, keduanya sangat berarti dalam hidup Naima.