PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Estella Kisah  Tragis Gundik Belanda

Estella Kisah Tragis Gundik Belanda

Penulis:Nude Mauve2

Tamat

Pengantar
Sinopsis Estella Zeehandelar Kisah Tragis Gundik Belanda Novel ini akan menceritakan tentang sosok Estella, seorang mantan jurnalis yang menjadi salah satu korban kebiadaban laki-laki asal negerinya sendiri. Perjalanan dirinya saat ke Indonesia, terkurung dalam satu loji bersama Larasati. Dirinya yang awalnya datang untuk meliput peperangan yang ada, menjadi incaran londo thengik dalam memuaskan nafsu mereka. Masa-masa Belanda mendatangkan wanita dari Belanda untuk dijadikan perempuan ranjang oleh jenderal yang menguasai tanah jajahan Indo-Asia. Bagaimana kehidupan Estella setelah memperjuangkan kehidupannya di tanah Indonesia? Akankah dirinya menemukan cinta di tanah Nusantara ini? Note: Novel ini tidak ada kaitannya dengan kehidupan Kartini dan sosok Estella itu sendiri dalam dunia nyata. Novel ini murni karangan penulis. Kesamaan tempat dan nama adalah hal yang wajar.
Buka▼
Bab

Sinopsis

Estella Zeehandelar

Kisah Tragis Gundik Belanda

Novel ini akan menceritakan tentang sosok Estella, seorang mantan jurnalis yang menjadi salah satu korban kebiadaban laki-laki asal negerinya sendiri. Perjalanan dirinya saat ke Indonesia, terkurung dalam satu loji bersama Larasati. Dirinya yang awalnya datang untuk meliput peperangan yang ada, menjadi incaran londo thengik dalam memuaskan nafsu mereka. Masa-masa Belanda mendatangkan wanita dari Belanda untuk dijadikan perempuan ranjang oleh jenderal yang menguasai tanah jajahan Indo-Asia. Bagaimana kehidupan Estella setelah memperjuangkan kehidupannya di tanah Indonesia? Akankah dirinya menemukan cinta di tanah Nusantara ini?

Note: Novel ini tidak ada kaitannya dengan kehidupan Kartini dan sosok Estella itu sendiri dalam dunia nyata. Novel ini murni karangan penulis. Kesamaan tempat dan nama adalah hal yang wajar.

Chapter 1

Hari yang indah. Burung-burung berkicauan dengan merdu di langit Amsterdam. Aku melirik sebuah kalender sederhana yang kugantung di atas dinding kamar. Hari ini menunjukkan tanggal 17 Agustus 1893, hari di mana aku dilahirkan tujuh belas tahun yang lalu.

Aku tidak terlalu bersorak hari ini. Barang tentu Mama sudah menyiapkan makanan di meja makan. Atau Papa yang selalu senantiasa menyiapkan sebuah kado. Tak lupa, kakak laki-lakiku yang bernama Edward Zeehandelar. Dirinya akan senantiasa juga membuat surprise sederhana. Sekadar memberikan sebuah boneka kucing yang bisa berputar-putar adalah sesuatu hal yang mengejutkan untukku.

Aku ingat betul. Waktu aku berusia delapan tahun, aku membuat sebuah tulisan. Tentang cita-citaku untukku berusia tujuh belas tahun nanti. Impian sederhana dari seseorang yang gemar tidur untukku. Aku selalu mengimpikan hal ini terjadi. Bisa bertemu dengan diriku sendiri di usiaku yang ke tujuh belas tahun.

Kulihat lamat-lamat kertas dengan warna kuning keemasan. Tinta yang aku gunakan dulu adalah tinta dari darah ayam. Aku ingat betul dengan hal itu, kakak laki-lakiku yang membuat cairan tint aitu sendiri.

Salah satu impian terbesarku adalah bisa untuk pergi ke sebuah negara. Asia adalah tepatnya. aku mendengar cerita Asia dari seorang teman. Kakak laki-lakinya pergi ke tanah jajahan di sana. Di sana ada banyak hal yang menarik yang tidak akan ditemui di tanah Belanda ini.

Salah satu di antaranya adalah di sana surganya rempah.

Aku cukup muak. Hidup di tanah ini dengan musim salju di setiap tahun. Hampir setengah tahun aku menghabiskan waktu hanya duduk di dalam rumah. Minum-minuman hangat yang tak lama akan menjadi dingin. Dan, sama halnya beruang kutub. Hanya berhibernasi di rumah tanpa ada hal yang bisa aku banyak lakukan.

“Happy Birth Day sayang.” Suara yang mengalun lembut. Aku menaruh kertas impianku di atas meja. Kulangkahkan kakiku menemui Mama yang Nampak cantik dengan bandana di atas kepalanya. Bandana dengan wrna pastel.

“Terima kasih,” jawabku dalam Bahasa Belanda. Mama mencium keningku, lalu memelukku dengan sangat erat. Kasih sayang dari Mama tiada pernah luntur.

Mamaku seorang penjual kue. Jadi tidak perlu diragukan lagi soal keahliannya dalam membuat kue. Tangannya sangat lihai mengaduk adonan. aku tidak memiliki bakat yang sama dengannya. Barang kali belum.

“Yuk, ke meja makan. Ada banyak makanan Mama buat untukmu Estella,” lirihnya sembari merangkul pundakku yang jauh lebih tinggi dari Pundak perempuan yang telah melahirkanku ini. Aku besar berperawakan seperti Papa.

“Jangan lupakan kertas impianmu yang kamu taruh di atas meja, barangkali Papamu akan menyetujuinya,” pesan Mama. Aku mencium pipi Mama sebelah. Dengan sigap aku langsung mengambil kertas impianku tadi. Membawanya dengan hati bahagia.

Papaku seorang jurnalis. Jurnalis salah satu surat kabar terkemuka di Amsterdam. Mesin tik yang berisik bagi sebagian orang itu, bagiku itu adalah music pengantar tidur yang sangat indah. Aku yang dari kecil selalu mendengar mesin tik bernyanyi, aku juga selalu melihat banyak hal dari apa yang diketik oleh Papa. Sebelum mengirimkan untuk digandakan di mesin duplikat oleh perusahannya.

Aku adalah seorang editor kecil di balik kesuksesan Papa di dunia jurnalis.

“Halo bidadari kecil Papa, happy birth day sayang,” kata Papa sembari merenggangkan tangan. Di tangan kirinya ada kado berwarna merah muda.

“Terima kasih banyak Pa. apa kado untuk Stella kali ini?” tanyaku sembari tak sabar melihat kado apa yang diberikan Papa untukku. Barangkali adalah suatu hal yang sangat membahagiakan seperti sebelum-sebelumnya.

“Peluk dan cium Papamu dulu sayang,” kata Papa. Aku langsung memeluk laki-laki yang amat kucintai itu dengan penuh kasih sayang.

“Ini buatmu. Jaga dirimu baik-baik sayang,” ujarnya sembari memberikan kado itu kepadaku. Aku mencium pipi Papa untuk yang kedua kalinya.

Membuka kado adalah sesuatu hal yang sangat membahagiakan. Aku tak bisa menahan gejolak untuk tidak membuka kadonya dengan tidak terburu-buru. Saat itu juga, aku langsung membuka kado dari Papa.

Betapa terkejutnya aku, saat melihat ada sebuah mesin di sana. Mesin yang amat sangat aku kenali. Mesin yang senantiasa hanya aku bisa lihat dari jauh. Mesin yang selalu ditempatkan di antara hal penting di kamar kerja Papa. Mesin yang dapat mencetak gambar manusia.

“Papa membelikan mesin ini untukku? Berapa harganya? Ini tentu sangat mahal bukan?” tanyaku memberondong.

“Tidak seberapa,” jawab Papa dengan nada yang sungguh sangat mengentengkan. Aku tahu harga dari mesin yang bisa menangkap bayangan manusia ini. Sungguh, ini adalah mesin yang sangat mahal. Di kota hanya ada beberapa orang saja yang sanggup membelinya.

“Papamu membutuhkan waktu setengah tahun untuk dapat membelinya. Gajinya selama itu dirinya sisihkan untuk membelikanmu itu sayang,” timpal Mama dengan kerlingan senyum di sudut bibirnya.

Air mataku tiba-tiba merembes keluar. Aku tidak bisa menahan gejolak yang ada. Bagaimana mungkin Papa memberikan hal yang sangat berharga untuk pekerjaannya seperti ini Cuma-Cuma kepadaku.

“Angkat kepalamu Nak. Kamu adalah mahkota Papa. Papa sudah terlalu tua untuk terus bisa bekerja sebagai jurnalis. Kamu telah dewasa sekarang. Ini adalah saatnya Papa memberikanmu kesempatan agar dapat berkecimpung dalam dunia jurnalis. Suarakan apa yang tidak bisa disuarakan oleh manusia. Tuliskan sejarah yang tidak pernah tertulis sebelumnya.

Semua orang akan mengenalmu lewat jurnalis. Ini adalah awal untukmu, menjadi ratu dunia. Princes Zeehandelaar.”

Aku meneteskan air mata untuk yang kedua kalinya. Ini adalah kesempatan yang baik. Apa yang dikatakan Papa adalah sebuah hal yang besar. Tanggung jawab untukku yang telah beranjak dewasa ini.

“Selamat ya sayang. Bawa tanggung jawab ini dengan baik. Selalu ingat Tuhan, restu Mama akan memberkatimu Nak.”

Senyum tulus dari Mama membuat aku semakin membulatkan tekadku. Menjadi seorang jurnalis adalah hal yang suci untuk dilakukan.