PopNovel

Baca Buku di PopNovel

One Night Stand With CEO

One Night Stand With CEO

Penulis:Bae Rhein

Berlangsung

Pengantar
Pernikahan yang sudah di depan mata menjadi berantakan ketika Richel tak sengaja menemukan calon suaminya beradu desahan dengan sekretarisnya di atas ranjang apartemen milik Jian. Jian, CEO dari Angkasa Corp serta calon suami Richel itu dengan sengaja melakukan One Night Stand dengan Jissela sekretarisnya sebagai perpisahan atas berakhirnya hubungan mereka. Tapi, melihat Richel mengetahui semuanya lebih dulu akankah mereka jadi berpisah dengan hubungan gelap yang selama ini dijalani dibalik sepengatahuan Richel, atau Jian malah menyetujui untuk membatalkan pernikahannya dan melanjutkan hubungannya dengan Jissela?
Buka▼
Bab

Jianendra Batara Angkasa adalah pengusaha sukses yang memegang seluruh kendali di Angkasa Corp. Setelah mendapat kepercayaan dari Hendrawan Angkasa, kini dia sudah menjadi CEO yang dipercaya selama kurang lebih delapan tahun setelah study-nya selesai yang dijalankan di New York.

Dia kembali dengan prestasi yang melimpah yang didapatkan di negara orang tersebut. Setelah kembali, dia benar-benar menjadi orang terpandang hingga sekarang.

Jian berdiri di depan cermin yang ada di kamarnya seraya merapikan setelan kemeja yang membalut tubuh atletisnya. Dia tersenyum smirk yang membuat ketampanannya terlihat begitu jelas.

Selang beberapa menit terlihat wanita muncul dibalik pintu kamarnya, dengan menggunakan wrap dress dan stiletto yang menghiasi kaki jenjangnya.

Dia memeluk Jian dari belakang seraya menghirup aroma parfum pria yang disukainya tersebut. "Jian, hari ini kita ada fitting baju pengantin. Kamu bisa kan meluangkan waktu?"

Richel yang menyembunyikan kepalanya dibalik punggung Jian tersenyum semringah. Kemudian pria itu membalikkan tubuhnya untuk menatap Richel dan mengangkup wajah wanitanya itu.

"Tentu saja, Richel. Bagaimana reservasi gedungnya? Kau sudah mendapatkan?" Jian menatapnya manis yang membuat Richel semakin menyukainya.

Tangan mereka saling menyilang untuk meraih pinggul masing-masing, tatapannya tak pernah lepas seolah sedang membagikan kasih sayang yang tiada habis-habisnya.

"Aku sudah melakukannya dengan baik, untukmu." Richel yang sejak tadi tak berhenti tersenyum membuat Jian tak bisa mengendalikan napsunya untuk meraup bibir ranum milik wanitanya yang sangat menggoda.

Perlahan mereka mengikis jarak dan semakin mendekatkan wajah, Jian yang lebih dulu meraih bibir Richel, disambut baik oleh wanita itu dengan sedikit membuka mulutnya Jian paham bahwa dia dipersilahkan untuk bermain-main di sana lebih lama.

Tangan Jian yang tadinya merangkul pinggang Richel kini beralih memegangi kepala wanita itu dan sedikit menekan untuk mendapatkan sensasi yang maksimal dengan lumatan yang dibuatnya semakin panas. Salah satu tangan Jian kembali nakal dan turun kebawa, berhenti pada sesuatu kenyal yang dia sukai.

Richel yang mulai merasa ada tangan sedang memainkan salah satu gundukan kenyalnya mulai mengerang seraya perlahan menghentikan ciuman panas mereka di pagi hari.

"Hentikan, Jian. Kau harus pergi ke kantor." Richel membenarkan pakaiannya yang mulai berantakan karena kenakalan tangan Jian baru saja.

"Ah, kau menghancurkan napsuku." Jian menatap Richel sarkastik seraya mengusap tepian bibir Richel yang basah akibat ulahnya.

"Sebentar lagi, kita akan menikmatinya setiap hari." Richel menatap sendu Jian yang malah menatapnya penuh napsu. Richel yang menyadari itu langsung menjauh, Jian akan gila jika sudah benar-benar tak bisa menahan napsunya. Ada beberapa hal yang harus mereka urus bukannya malah bercinta.

Richel berjalan ke arah single cermin yang memanjang di sana seraya merapikan kembali pakaiannya, memastikan dia sudah kembali terlihat cantik dimata Jian dan siapapun. Sempurna, itu yang selalu Jian tekankan padanya, dan sejauh ini Richel selalu bisa melumpuhkan napsu pria itu.

"Kau akan ke salon hari ini? Aku harus meeting dulu, setelah itu kita fitting baju pengantin." Jian yang berjalan ke arah nakas mengambil arloji miliknya, lalu melingkarkan pada pergelangannya yang masih terlihat kosong.

"Pasti, bukankah itu sudah rutinitasku setiap hari. Cantik untukmu, Jian." Richel yang berada cukup jauh dari tempat Jian sekarang menatapnya dengan kepala yang sedikit dimiringkan. Lalu wanita itu kembali menatap cermin untuk merapikan rambutnya, lagi.

"Harus cantik, atau aku akan mencari perempuan lain." Selalu seperti itu yang Jian katakan, dan dia juga terlihat tak bermain-main. Bagi Richel itu sudah terdengar biasa dan hampir setiap hari, dia merasa puas karena Jian sejauh ini hanya memperlihatkan keinginan untuk memilikinya yang sudah berusaha untuk selalu sempurna.

"Jangan main-main, kita akan segera menikah." Richel sengaja menatapnya sarkastik yang malah mendapat respon senyuman manis.

"Setelah menikah, kau harus tetap terlihat cantik." Jian membahasnya lagi, sempurna dan selalu sempurna tanpa cacat sedikitpun itu yang dia inginkan selamanya.

"Aku paham, calon suami." Richel kembali mendekat ke arah Jian yang kembali menariknya ke dalam dekapan dan membuat pandangan mereka kembali bertemu.

Jian ingin menciumnya lagi, namun Richel buru-buru mencegahnya sebelum pria itu semakin gila menghabisinya di ranjang.

"Stop! Bukankah sudah kubilang kau harus segera pergi ke kantor." Richel menjauhkan wajah Jian dengan sengaja yang membuat pria itu menghembuskan napasnya berat.

"Aish! Menyebalkan." Jian mengusap wajahnya kasar, napsunya kembali tertunda dan itu cukup membuatnya tersiksa.

"Antar aku ke salon dulu, okay, baby?" Richel yang sudah berjalan lebih dulu memperingatkan Jian bahwa mereka harus segera pergi.

Disepanjang perjalanan tentu saja mereka tak akan duam, terutama Richel yang terus mengajaknya mengobrol dan itu membuat Jian tak pernah bosan kalau berada di dekatnya.

Jian menghentikan mobilnya tepat di depan salon langganan Richel, sebelum wanita itu benar-benar keluar, dia menarik lengannya dan membisikkan sesuatu pada calon istrinya tersebut.

"Ganti pakaianmu dengan off shoulder dress atau cocktail dress, agar aku bisa melihat dadamu," desisnya yang membuat Richel langsung menatapnya seraya mengangkat alis.

Jenis pakaian yang disukai Jian. Off shoulder dress adalah pakaian yang lebih memperlihatkan bahu, memiliki kerah baju memanjang hingga ke ujung tangan paling atas, sementara cocktail dress jenis pakaian yang sangat minim, memperlihatkan dada yang sedikit terbuka. Tentu saja Jian menyukai itu yang membuat napsunya akan selalu membuncah ketika berada di dekat Richel.

"Aku tak mau karena akan keluar, kau mau orang lain melihatnya?" Tatapan Richel seolah menunggu respon Jian dengan ucapannya.

"Kalau begitu pakai lingerie saja jika berada di apartemenku." Jian tersenyum sarkastik yang membuat Richel langsung menghembuskan napasnya pasrah.

"Kau akan menghabisiku," pekik Richel menatap tajam ke arah Jian yang selalu menatapnya penuh kenapsuan.

"Kita sudah melakukannya berulang-ulang, Richel." Jian mengelus pipi wanita itu lembut, seraya mengamati setiap inci wajah cantik yang selama ini bersamanya hampir sepanjang hari.

"Akan berbeda kalau kita sudah menikah," lirih Richel mulai menggoda.

"Benarkah? Apa kau akan lebih liar dari sebelumnya?" Tangan Jian berhenti pada bibir ranumnya yang membuat Richel kembali menghentikan napsu pria itu yang semakin tak terkendali.

"Hentikan obrolan ini atau kau akan telat untuk meeting." Richel meriah satchel bag yang dia taruh di atas dashboard mobil, lalu mengecup bibir Jian sekilas yang membuat senyuman pria itu mengembang sempurna.

"Hubungi aku jika kau sudah selesai, kalau luang aku akan menjemputmu." Jian kembali pada posisi normalnya duduk tegap seraya menatap Richel yang mulai keluar dari mobilnya.

"Okay, baby." Richel menutup kembali pintu mobil Jian, lalu melambaikan tangannya sebelum akhirnya dia masuk lebih dulu tanpa memastikan mobil Jian sudah berlalu atau belum.

***