PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Air Mata Langit

Air Mata Langit

Penulis:Penyihir Biru Langit

Berlangsung

Pengantar
Bencana raya sering terjadi di tahun-tahun istimewa yang tidak disadari oleh manusia. Tanda bencana muncul dengan adanya anomali alam dan munculnya reinkarnasi para leluhur makhluk Bumi. Sebelum bencana terjadi, ada pembantaian, ada bencana alam hebat, dan ada ide-ide gila manusia yang menggiringnya ke dalam petaka itu sendiri. Minggu Penghabisan adalah peristiwa paling mengerikan yang tidak bisa dicegah siapapun. Kecuali, Sam. Bocah SMA yang seharusnya masih bermain, berkisah cinta, dan menikmati masa sekolahnya. Sam tahu bahwa besoknya dia harus menemukan makhluk-makhluk mitologi yang ternyata menyamar dan bermutasi di dalam tubuh manusia untuk menyukseskan bencana raya. Sungguh mengerikan ketika menyadari orang-orang di sekitarnya adalah Chimera, Cyclops, Siren, Cerberus, dan Empusa yang punya rencana menghancurkan dunia. Semua itu berawal dari dua gadis kembar misterius yang memberikan Sam sebuah gelang perak dengan permata pelangi. Sam dipaksa untuk selalu memakai gelang itu agar lebih peka dengan keadaan. Saat itulah Sam mulai melihat kenyataan dunia yang sebenarnya. Sebuah ramalan memberinya pilihan untuk mencari kitsune dan membangkitkan dewa perang yang bisa menghentikan bencana raya. Namun, hanya satu orang yang akan selamat dalam ramalan itu. Bersediakah Sam membawa teman-temannya dan mengambil risiko? Siapakah yang akan selamat?
Buka▼
Bab

Namaku Sam, remaja SMA yang baru saja mendapatkan pacar kemarin lusa. Namanya Pradnya dan cantiknya mengalahkan Cleopatra. Ini bukan gurauan karena aku serius sekali saat mengatakannya kepada kalian yang akan menyimak kisahku. Aku tergabung dalam sebuah geng famous di SMA favorit tempatku bersekolah. Namanya Geng Langit, cukup lebay untuk anak-anak SMA ini.

Geng Langit hanya beranggotakan lima orang termasuk aku. Ada Jack yang tampan abis

karena aku kalah tampan darinya

, Hans yang pandai, Vivi yang manis, dan Flo yang tomboi. Begitulah singkatnya karakter mereka di mataku. Berikan pendapat kalian nanti setelah menemukan mereka. Jika kalian tanya apa karakterku? Aku sendiri tidak tahu. Aku hanya merasa spesial karena Geng Langit merekrutku secara sukarela.

Baiklah, terima kasih atas perhatiannya. Selamat datang di kisah yang menceritakan tentang aku, empat orang temanku, dan para pembebas. Ya, para pembebas yang menginginkan bencana raya terjadi agar tercipta evolusi Bumi yang baru. Sungguh di luar akal, tetapi itu nyata.

Aku pun merasa bingung harus memulai dari mana kisah ini. Tentu saja karena banyak sekali informasi yang membanjiri ingatanku akhir-akhir ini. Mungkin dari sini, tepatnya saat Jack ketahuan mengupil dan cewek-cewek malah meleleh karena itu.

“Arghhh aku dapat nilai lima di ulangan Fisika tadi. Sungguh, Miss Hani sangat jahat memberikan soal-soal yang sulit,” ucap Flo.

Flo mengeluh lagi sambil meremas botol air mineral yang sudah kosong hingga terdengar bunyi gemeretuk dan botol itu kini berubah mengkeret, mengenaskan. Aku memperhatikan botol mineral penyet itu dengan prihatin.

Namun, dalam segaris lurus pandanganku menemukan pemandangan mengesalkan lainnya.

“Hei, Jack! Jangan ngupil di tempat umum!!” seruku pada Jack.

Jack malah menikmati aksi ngupilnya dengan elegan, baru setelah selesai dia mengedikkan bahu sambil menyisir rambutnya. Adegan sok keren itu ternyata membuat cewek-cewek yang duduk di meja sebelah mendesah dramatis. Hans hanya bisa geleng-geleng kepala.

“Biasa, mentang-mentang dia tampan dan bisa seenaknya,” Flo dengan aktif melemparkan botol mineral penyet ke wajah Jack.

“Aww, nggak kena!!! Week,” Jack menghindar dan menjulurkan lidahnya.

Cewek-cewek yang berada di meja sebelah berbisik-bisik sambil tertawa kecil. Mereka adalah penggemar Jack yang selalu mengikutinya ke manapun geng ini berada, kafetaria, perpustakaan, dan lapangan olahraga. Flo mengepalkan tangan kesal karena lemparannya meleset.

“Hei, aku punya berita bagus,” celetuk Vivi menarik perhatian

Vivi memang anak manis, tetapi dia biang gosip alias topik menarik di geng kami. Kakaknya adalah wartawan independen yang aktif menulis berita-berita terbaru di surat kabar, baik digital maupun cetak.

“Wah apa itu??” Hans merapat.

Untuk masalah sesuatu yang menarik, Hans akan menjadi orang yang memberikan hipotesis pertama kali di antara kami.

“Apa kalian mendengar soal anak baru??” tanya Vivi.

Aku menggelengkan kepala begitu juga dengan yang lainnya.

“Menurut peraturan sekolah, siswa baru hanya bisa masuk dan ikut kegiatan belajar di tahun ajaran baru atau di awal musim. Ini adalah pertengahan tahun ajaran, jadi tidak mungkin ada siswa baru yang bisa masuk,” ucap Hans memaparkan peraturan sekolah dengan lugas.

Penuturan Hans bahkan lebih mudah dimengerti daripada keterangan Pak Hendro si guru Bimbingan Konseling pada masa orientasi siswa baru.

“Ya, aku setuju dengan Hans. Tapi kemarin aku melihatnya, dua orang gadis dengan rambut sebahu. Wajahnya cukup mirip dan kupikir mereka kembar. Apa ada yang melihat mereka selain aku?” Vivi menatap teman-temannya dengan serius.

“Sebenarnya aku melihat mereka keluar dari sebuah limusin hitam kemarin. Ciri-cirinya mirip, kupikir tamu sekolah atau apa. Bayangkan! Limusin, jiwa miskinku meronta!” Flo mengetuk jari-jarinya ke meja.

“Hilih, kamu bisa minta jet pribadi ke orang tuamu kalau mau,” cibir Jack.

Kami semua tahu kalau orang tua Flo adalah pengacara sukses yang punya beberapa apartemen mewah dan bisnis raksasa. Namun, Flo memilih menjadi dirinya yang sekarang, seperti anak gelandangan.

“Tapi itu uang mereka, bukan uangku,” protes Flo.

“Sudahlah, jadi kamu pikir mereka adalah anak baru yang akan sekolah di sini tahun ini??” tanyaku mengabaikan Flo.

Flo segera menonjok bahuku dengan keras karena mengacuhkannya. Aku mengaduh kesakitan.

“Menurutku begitu, mereka tampak seumuran,” ucap Vivi dengan nada ragu.

“Kita lihat saja bagaimana ke depannya besok. Apakah mereka jadi sekolah di sini atau tidak,” Hans mengakhiri percakapan ini karena bel sekolah telah berbunyi.

Siswa-siswa menghambur keluar dari kafetaria. Geng Langit sendiri segera bubar, terlebih karena kelas kami yang berbeda. Aku dan Flo berada di kelas yang sama, yaitu MIPA-1. Sedangkan Hans dan Jack ada di kelas sebelah, yaitu MIPA-2. Vivi adalah yang paling berbeda di antara kami, dia berada di kelas IBB

Seni dan Bahasa

.

“Nanti pulang sekolah main ke rumahku, orang tuaku pulang. Sepertinya akan banyak oleh-oleh, kita bisa mengerjakan tugas Matematika bersama-sama,” ucap Flo.

Benar juga, baru kemarin Flo mengatakan kalau orang tuanya liburan ke Paris. Orang tua Flo sebenarnya baik dan memberikan apapun yang Flo mau. Namun, Flo menganggap semua itu hanya kasih sayang bohongan.

“Siap!!” Jack mengacungkan jempolnya.

“Sampai jumpa!”

Aku dan Flo melambaikan tangan dan pergi ke kelas duluan. Flo adalah anak pendiam kalau tidak bersama-sama yang lain. Dia bahkan sering canggung bersamaku. Padahal, aku sudah bersikap biasa saja padanya.

“Hei Flo, boleh aku pinjam penggaris busurmu,” pintaku saat pelajaran Seni Lukis berlangsung.

“Ambil saja,” ucap Flo dengan pipi merona.

Aku mengangguk dan menggunakannya. Kami sebangku sejak masuk SMA. Walaupun begitu, aku merasa nyaman dan seperti sudah sangat lama berteman dengannya. Tiba-tiba Pradnya, pacarku, dia mendekati meja kami.

“Hei, boleh aku pinjam juga?? Aku dan Shella lupa membawa penggaris busur,” ungkap Pradnya.

“Umn, tanyakan saja pada Flo. Ini milik Flo,” ucapku dengan tersipu.

Entah kenapa setiap kali melihat Pradnya, rasanya darahku berdesir dan meleleh karena tatapannya yang cantik. Pradnya menerima ungkapan perasaanku kemarin lusa. Sungguh kejutan yang luar biasa untuk masa SMAku ini.

“Boleh,” jawab Flo singkat.

Pradnya melempar senyum ke arahku sebelum berbalik ke tempat duduknya lagi. Tanpa kusadari, aku juga tersenyum manis padanya. Ini cukup lebay, tapi aku benar-benar merasakan bunga-bunga bermekaran di hatiku sekarang. Namun, setelah aku menoleh ke arah Flo, aku terdiam cukup lama.

Aku melihat Flo menatap galak dan tidak suka kepada Pradnya.

Keesokan harinya aku pagi-pagi sekali. Kebiasaanku sejak kecil berkat bimbingan lama. Sejak menginjak SMA, aku tahu untuk apa berangkat pagi. Mengerjakan Pekerjaan Rumah yang belum selesai.

Walaupun begitu, hari ini pagiku lain dari pagi-pagi sebelumnya. Kelas terlalu sepi dan hanya berisi dua gadis berambut sebahu yang duduk saling berhadapan. Rasanya aku ingin menyapa mereka. Tetapi, ketika menyadari hal aneh dari mereka, aku memilih untuk mengamati lebih lama.

Salah satu di antara mereka rambutnya lebih panjang dengan kulit terlalu pucat, seolah tanpa pigmen. Apa dia kena albino? Harusnya warna rambutnya juga putih kalau begitu. Satu yang lain, kulitnya lebih cokelat hampir gelap. Namun sangat normal untuk orang Asia yang banyak beraktivitas di luar ruangan.

Sejenak aku heran sendiri ketika kakiku melangkah ke arah mereka sambil tersenyum canggung karena mereka menatapku.

“H-hai, anak baru ya? Perkenalkan, namaku Sam,” ucapku sambil mengulurkan tangan.

Si kulit putih mengangguk, kedua pupil matanya yang terlalu besar untuk ukuran manusia itu tampak sangat mengganggu. Sedangkan si hitam terus tersenyum menunjukkan sederet gigi rapinya yang putih sampai matanya tampak sipit.

“Aku Pharsa,” jawab si putih.

“Delima,” jawab si hitam.

“Wah, nama kalian berbeda. Kupikir kalian kembar,” kataku cepat sambil tertawa hambar.

“Ya, kami memang kembar,” jawab Pharsa dan Delima bersamaan.

Aku merinding mendengarnya. Ini kembar identik yang sama sekali tidak mirip. Apa mungkin ada kelainan? Ah iya aku ingat. Aku pernah membaca berita soal kasus kelahiran kembar identik yang warna kulitnya jauh berbeda. Hitam dan putih.

Kurasa mereka berdua normal.

“Semoga betah di kelas ini ya,” ucapku sebelum meninggalkan mereka karena canggung.

Uluran tanganku tadi tidak disambut sama sekali oleh mereka. Namun, saat aku hendak pergi, Delima atau si hitam menarik lengan bajuku.

“A-ada apa??” tanya heran menatap mereka berdua.

“Ini hadiah perkenalan dari kami,” Delima menyerahkan sesuatu ke dalam telapak tanganku.

Saat aku membukanya, aku cukup terkejut. Sebuah gelang perak dengan permata pelangi. Permata pelangi itu berkilauan saat terkena cahaya lembut matahari pagi yang menembus jendela.

“Apa ini??” tanyaku penasaran.

“Opal suci yang terbentuk seratus juta tahun sekali,” ucap Pharsa sambil mengerjapkan mata anehnya.