PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Friends With Berlian

Friends With Berlian

Penulis:Fairy Queen

Berlangsung

Pengantar
Gevariel percaya cinta, tapi Berlian, tidak. Bagi Berlian, cinta hanyalah omong kosong yang tujuannya untuk mencari pasangan yang dapat memuaskan hasrat seksual saja. Sedangkan Geva percaya bahwa kisah Romeo dan Juliet itu benar-benar ada dalam kehidupan nyata. Hanya satu orang di dunia yang mampu melunakkan sedikit hati Berlian, yaitu Gevariel. Dan hanya ada satu orang di dunia yang mampu membuat Gevariel yang bodoh menjadi semakin bodoh, yaitu Berlian. Ig : fairyqueen_26 Wp : FairyQueenFairy NoMe : FairyQueen
Buka▼
Bab

Sepasang manik cokelat milik Berlian, mendadak menggelap ketika gadis itu tengah merasakan sensasi kenikmatan yang diberikan oleh seorang lelaki yang tengah memanjakan pusat gairahnya dengan permainan lidah yang lincah.

Tubuhnya yang indah, meliuk-liuk di atas ranjang. Kedua tangan yang direntangkan lebar—meraih dan mencengkeram apa saja untuknya berpegangan. "Jangan berhenti," pintanya dengan geraman halus yang tertahan.

"Ini baru pemanasan, Be." Kepala laki-laki yang berada di antara kedua paha mulus itu segera terangkat. Ditatapnya sosok gadis yang sedang terengah-engah karena perbuatannya. "Kamu minum pil, nggak?"

Berlian terpaksa membuka matanya dan menopang bagian atas tubuhnya dengan siku. "Kamu banyak tanya, Ge! Cepat selesaikan atau sebaiknya kamu pulang aja, deh," usirnya sambil melongok ke bawah.

"Eh? Jangan, dong." Laki-laki itu merangkak ke atas tubuh Berlian sambil tersenyum tipis. "Kamu cantik banget, deh." Pujiannya sama sekali tidak ada efeknya bagi Berlian.

"Ge, cepetan!" desak Berlian tidak sabar. Senyum tipis Geva berubah menjadi senyuman lebar yang mengembang sempurna.

"Kamu selalu gini, nggak sabaran. Nanti jerit-jerit minta ampun," gurau Geva yang mana langsung didorong oleh Berlian.

"Udah, deh. Aku males." Berlian memakai kembali pakaiannya dan melemparkan pakaian milik Geva ke wajah laki-laki itu. "Pulang, sana!" usirnya kali ini tidak main-main.

"Be, kok, marah? Maafin, dong," rengek Geva sembari berusaha menyentuh tangan Berlian yang terus menyentaknya. "Katanya aku boleh menginap? Kenapa sekarang diusir?"

"Kamu nyebelin! Cepat pakai pakaianmu habis itu keluar dari rumahku. Jangan lupa kunci gerbangnya." Berlian melemparkan kunci pagar ke arah Geva yang baru selesai memakai kausnya.

"Kan, pemanasan. Biasanya juga begitu tapi kamu nggak kenapa-kenapa."

"Aku mesti menyerahkan naskah sebelum pukul dua belas malam. Waktuku udah terbuang satu jam sepuluh menit dua detik untuk pemanasanmu itu," tutur Berlian penuh kekesalan sampai dia nyaris kehabisan napas.

"Ya udah, kamu nulis deh. Aku tetap di sini. Kalau udah selesai, aku pijitin nanti."

"Enggak, deh. Makasih. Pulang aja, sana."

"Be, ayolah," rayu Geva sambil menunjukkan ekspresi memelas yang membuat Berlian mati-matian menahan diri untuk tidak tertawa.

Berlian tidak memedulikan Geva yang terus mengekor di belakangnya—mengikutinya ke dapur hingga kembali lagi ke kamar. "Ge, kamu mau apa, sih?" decaknya kesal.

"Mau kamu, Berlian. Aku mau kamu." Sedetik kemudian Geva berhasil mengikis jaraknya dengan Berlian. Wajah mereka sangat dekat bahkan keduanya dapat merasakan debaran jantung masing-masing.

Seulas senyum tipis terukir di bibir ranum Berlian ketika Geva mengecupnya dengan lembut. Remasan tangan laki-laki itu di bokong dan tengkuk Berlian, membuatnya tidak kuasa untuk menahan desahan.

Geva sudah menjadi teman Berlian sejak mereka masih sekolah menengah atas. Keduanya sama-sama setuju untuk menjadi teman ranjang, atau bisa juga dikatakan ... teman pemuas hasrat.

Menjadi teman Berlian tidaklah mudah. Selain sulit sekali merasa puas, Berlian juga memiliki standar cukup tinggi dalam segala hal, salah satunya memilih seseorang untuk dijadikan teman—terlebih teman pemuas hasrat yang pastinya tidak mungkin sembarangan.

Geva cukup beruntung dapat berteman dengan gadis yang populer di sekolah hingga kampusnya itu. Walau memiliki wajah tampan dan tubuh tinggi tegap, sayangnya laki-laki itu tidak pernah masuk kategori laki-laki populer karena kapasitas otaknya yang sedikit. Hanya Berlian yang mau menjadi temannya, karena menurut gadis itu, Geva memiliki kelebihan yang lain ... yaitu sangat tahu bagaimana cara memuaskan dirinya.

Banyak yang mengira kalau Berlian dan Geva adalah sepasang kekasih karena kedekatan mereka yang seringkali diperlihatkan di tempat umum. Biasanya mereka hanya tertawa atau sama sekali tidak memedulikan pendapat orang lain.

Namun siapa yang tau hati manusia? Tahun-tahun kebersamaan mereka membuat Geva mulai tertarik dengan Berlian. Kecantikan gadis itu kadangkala membuatnya kehabisan kata-kata hingga lupa bagaimana caranya bernapas.

Geva tidak berani mengungkapkan perasaannya pada Berlian, karena takut akan merusak hubungan pertemanan mereka.

Rasanya juga cukup sulit bagi Geva menaklukan hati Berlian yang sangat kokoh dan tidak mempercayai cinta dalam hidupnya. Jadi, laki-laki itu hanya mampu menyimpan perasaannya saja selama bertahun-tahun. Berharap suatu hari nanti Berlian akan menyadarinya.

"Ah! Pelan-pelan, Ge!" Berlian memekik dan mencakar punggung Geva ketika laki-laki itu sedang asik menggerakkan pinggulnya di atas tubuh Berlian. 

"Biasanya suka yang cepet, Be," gurau Geva disusul dengan tawa kecil yang memperlihatkan barisan gigi lucunya yang seperti kelinci di bagian depan. 

"Ge! Astaga!" Kali ini Berlian benar-benar memekik ketika tubuhnya diangkat dan dia harus berpegangan kuat pada leher Geva supaya tidak jatuh. 

"Kenapa, sih, Be? Santai aja, dong," kekeh Geva sambil membawa Berlian ke dalam kamar mandi. Dibaringkannya tubuh Berlian di dalam bathub selagi dia memutar kran untuk mengisi air hangat. 

"Kenapa jadinya mandi, sih, Ge? Ah, kamu ini!" protes Berlian. Pasalnya gadis itu sudah nyaris mencapai puncaknya tadi, dan seperti biasa Geva selalu membuat ulah yang mana membuatnya kesal. "Tau begini, aku lebih baik menulis aja."

"Jangan berisik." Geva mengecup bibir Berlian sekilas kemudian dia mengambil loofah dari rak gantung di dekat wastafel. "Maju sedikit!" perintahnya dan Berlian menurut saja. Laki-laki itu masuk ke dalam bathub dan duduk di belakang Berlian.

Berlian mendesah sewaktu merasakan kejantanan milik Geva yang masih mengeras, menyentuh bagian belakang tubuhnya. Kepalanya itu terdorong ke belakang dan Geva di belakangnya tertawa senang. 

Perlahan air mulai naik memenuhi bathub. Dengan nyaman, Berlian bersandar pada tubuh Geva sambil memejamkan matanya. "Kalau nanti kamu udah punya pacar, kita nggak bisa seperti ini lagi, Ge," gumamnya. 

"Pacar? Mana ada gadis yang mau sama aku, kalau kamu selalu ada di dekatku, Be?"

"Jadi, aku harus menjauh darimu supaya kamu bisa mendapatkan pacar?"

"Bukan! Ih, nggak begitu." Geva mendekap Berlian dengan gemas. Dia menggigit bahu mulus Berlian hingga gadis itu memekik dan mencubit paha Geva. "Sepertinya, standar gadis idamanku naik deh, sejak kenal kamu."

"Nggak usah berlebihan, Ge. Ingat kapasitas otakmu hanya seukuran ponsel ratusan ribu rupiah yang nggak bisa ditambah memori eksternal," ejek Berlian.

"Astaga! Mulutmu seperti nggak pernah mengunyah bangku sekolahan."

"Memangnya aku rayap?"

Geva tertawa geli. "Kamu rayap yang menggerogoti hatiku."

"Ih, jijik!" Berlian mengedikkan bahunya dan Geva tertawa terbahak-bahak. 

"Be, kalau ternyata aku suka sama kamu, gimana?" Pertanyaan Geva langsung disambut gelak tawa oleh Berlian. Gadis itu sampai duduk tegak dan mengubah posisi duduknya menghadap Geva. 

Ditatapnya wajah laki-laki itu selama beberapa menit. Sudut bibir Berlian berkedut menahan tawa melihat raut wajah Geva yang dibuat serius. "Kamu, kan, emang suka sama aku dari dulu. Kamu, kan, penggemar beratku." Berlian menjulurkan lidahnya.

"Dasar sombong!" Geva mendengkus. 

"Kita akan terus sahabatan seperti ini, ya, Ge."

"Sahabatan?"

"Iya. Persahabatan kita bagai lubang hidung yang selalu berdekatan, berdampingan dan saling membantu kalau salah satunya mampet."

Geva tertawa hambar yang dibuat-buat. "Garing, Be, kalah 'tuh kerupuk warung."

Berlian mendecak dan kembali memunggungi Geva. Dia bersandar lagi dan memejamkan matanya lagi menikmati air hangat yang sudah mulai memenuhi bathub dan membuat tubuhnya relax. "Aku sayang banget sama kamu, Ge."

"Aku juga sayang kamu, Be."