PopNovel

Baca Buku di PopNovel

I M Calista

I M Calista

Penulis:Siluet Masa

Berlangsung

Pengantar
Perempuan berusia dua puluh dua tahun itu bernama Calista Affandi. Ia sudah menjadi yatim piyatu semejak duduk di bangku kelas empat SD. Ayah dan ibunya tewas dibunuh, dan ia tahu siapa orang di balik pembunuhan tersebut. "Aku gak akan tenang, kalau dia belum mendapat balasan yang setimpal," geramnya. Namun, ketika ia ingin membalaskan dendamnya, cinta datang tanpa diduga. Ya ... Calista jatuh cinta.
Buka▼
Bab

"Anala, bangun Sayang," gumam Tera, membuat sang putri mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Cepat mandi! Kamu harus pergi sekolah hari ini."

Dengan setengah sadar gadis kecil itu bangkit, berjalan ke arah kamar mandinya. Sedangkan Tera hanya tersenyum kecil melihat tingkah Anala. Ya, Anala Pramoedya.

"Ibu akan menunggu kamu untuk sarapan!" seru Tera.

"Iya!" jawab Anala setengah berteriak. Lantas Tera pergi meninggalkan sang putri yang harus bersiap-siap. Gadis berusia sepuluh tahun tersebut memang terbilang sangat penurut. Jika ibunya tidak mengijinkan, maka Anala akan langsung mengiyakan tanpa membantah sedikit pun.

"Anala sudah bangun?" tanya sang suami yang bernama Yudha.

"Sudah. Dia lagi mandi."

Yudha mengangguk-angguk kecil.

"Ibu ...!" teriak Anala dari dalam kamarnya, membuat kedua orang tuanya lantas terkejut.

"Hari ini 'kan liburan semester!"

Mendengar itu, Tera hanya tertawa geli.

"Memangnya kamu bilang apa sama Anala? Ngeri banget marahnya." Yudha mengusap dadanya naik turun.

"Aku bilang kalau hari ini dia harus pergi ke sekolah," jawabnya masih dengan sisa tawa. Sontak sang suami juga ikut tersenyum geli.

"Dasar."

Tidak berselang lama, gadis itu datang dengan raut wajah masam.

"Kenapa cemberut?" tanya Yudha sambil mengusap-usap pucuk kepalanya.

"Ibu selalu aja membohongi Nala," gerutunya.

"Siapa suruh terlambat bangun," cibir Tera disertai senyuman.

"Ayah, liat tuh Ibu," rengeknya.

"Sudah, mendingan kita sarapan dulu."

"Ibu jangan ketawain Nala terus dong!"

"Iya deh."

Mereka adalah keluarga yang sangat bahagia, walaupun kehidupan mereka terbilang sederhana. Hidup di pesisir Lampung membuat Yudha bekerja sebagai pengurus tambak ikan dari bosnya yang berada Jakarta. Dari mulai menebar bibit ikan hingga ke panen, semuanya berdasarkan arahan Yudha. Selain itu, warga kampung juga merasa diuntungkan dengan bekerja di tambak ikan yang luasnya tidak main-main.

***

Setelah sarapan, Anala pergi jalan-jalan dengan sepeda kesayangannya. Namun, di perjalanan ia melihat seorang anak laki-laki yang sedang memegangi lututnya sambil terduduk di tepian jalan. Tidak ada orang yang berlalu, membuat Anala menghampiri anak lelaki itu.

"Kamu kenapa?" tanyanya ketika sudah dekat.

"Jatuh dari sepeda."

Anala melihat lutut anak itu sedikit terluka. Untunglah dia senang bermain dokter-dokteran. Sehingga ketika Anala bepergian main, dia selalu membawa kotak mainan P3K miliknya. Walaupun hanya mainan, di dalamnya terdapat beberapa plester siap pakai dan kapas.

Anala berjongkok dan membuka kotak P3K-nya.

"Kamu mau apa?" tanya anak laki-laki itu ketika hendak dibersihkan lukanya oleh air mineral yang Anala bekal.

"Kata ibu, kalau lukanya mau diobati harus dibersihkan dulu," jawabnya.

"Aww, perih," ringis bocah itu. Tanpa aba-aba gadis itu langsung saja menyiram lukanya.

"Tahan ya!"

Setelah selesai membersihkan luka itu, barulah Anala menempelkan plesternya dengan hati-hati.

"Nah, sudah."

Mata yang sedari tadi mengerat itu perlahan terbuka.

"Kamu takut luka atau takut diobati?" tanya Anala disertai senyuman geli.

"Aku cuma menahan sakit, tau!" Anak laki-laki itu merasa tidak terima karena Anala berani menertawakannya diam-diam.

"Namaku Anala," ujarnya seraya mengulurkan tangan.

"Raga," sahut anak laki-laki itu.

"Tapi ... kayaknya kamu warga baru, ya? Soalnya aku baru lihat kamu sekarang."

"Bukan. Aku dibawa Papa buat liburan ke sini. Tempatnya enak, bisa main air terus," jelas Raga.

"Oh ... jadi kamu liburan semester?"

"Iya. Papa udah sering datang ke sini, tapi dia baru ajak aku dan mama sekarang. Papa selalu aja sibuk sama kerjaannya."

"Ayahku juga sama. Dia selalu sibuk sama kerjaannya. Pergi pagi-pagi, pulangnya sore."

"Jadi, kita sama dong." Perkataan Raga membuat Anala menoleh seketika.

"Beda! Kamu dari kota, aku dari desa."

"Maksudnya, papa aku sama ayah kamu itu sama-sama selalu sibuk," jelas Raga membuat Anala mengangguk-angguk.

"Anala, kenapa kamu main sendirian?" sambungnya.

"Teman-teman yang lain semuanya liburan. Sebenarnya aku juga mau pergi liburan kayak mereka. Jalan-jalan ke taman hiburan, pasti seru." Gadis itu tersenyum merekah.

"Wah, kalau begitu coba aja pergi ke Ancol! Di sana juga seru banget loh."

"Beneran?" Anala tampak antusias mendengar perkataan teman barunya.

"Iya. Aku juga sering ke sana kalau papa gak sibuk."

"Andai aja ayahku bisa ngajak pergi ke sana, pasti seru," lirih Anala.

"Kalau aku udah besar, aku mau ajak kamu pergi ke sana. Kita main semua wahana."

"Tapi kita 'kan masih kecil. Masih lama besarnya," sanggah Anala.

Raga tersenyum aneh, membenarkan perkataan Anala di dalam hatinya.

"Coba kamu tanya dulu ayah kamu. Siapa tau, dia bisa pergi," usulnya kemudian.

Raut wajah Anala tampak semakin bersemangat saja. Bahkan senyuman lebar begitu jelas tercetak di pipinya, menampakkan lesung pipi yang manis.

"Kalau begitu ... aku mau pulang dulu, deh. Aku mau tanya sama ibu, kapan ayah liburnya!" Semangatnya empat lima.

Ketika Anala hendak beranjak, Raga menahannya.

"Ini, gelang sebagai tanda terima kasih karena kamu udah mengobati luka aku," ucap Raga sambil menyimpan gelang itu ke tangan Anala.

Gadis itu langsung saja mengenakannya.

"Kalau begitu, kalung ini buat Raga." Anala balas memberikan kalung berwarna perak yang ia kenakan.

"Dijaga baik-baik ya, soalnya itu spesial."

"Iya, aku akan jaga baik-baik."

"Dah ...." Anala melambaikan tangannya, mengendarai sepeda dengan sedikit laju.

Setelah sampai di depan rumah, Anala berteriak memanggil ibunya. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat sebuah mobil jeep terparkir di depan rumah. Anala tahu jika itu mobil milik juragan Jakarta itu.

"Ibu ...?"

Merasa tidak ada sahutan, Anala mendekati pintu yang sedikit terbuka dan mengintip ke dalam.

Perlahan ia buka lebar dan mengendap-endap masuk. Detak jantungnya sedikit tidak karuan. Ia merasa tidak enak hati.

Sehingga ketika menapak ruang depan, Anala sedikit terkejut mendengar suara benda pecah.