PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Aku Bukan Wanita Pembawa Sial

Aku Bukan Wanita Pembawa Sial

Penulis:Haryani

Berlangsung

Pengantar
Almira adalah cinta kedua Bagas. Tetapi karena Almira mampu membuat Bagas bangkit dari keterpurukannya, ia pun memutuskan untuk melamar Almira. Cinta mereka pun sampai pada ikatan suci pernikahan. Pernikahan mereka yang awalnya penuh kebahagiaan kini berada dalam ambang kehancuran. Padahal mereka sudah dikaruniai dua orang putra yang sangat tampan dan rupawan. Tetapi badai ujian datang menyapa pernikahan mereka. Hanya karena kurangnya komunikasi, sampai masuknya orang ketiga dan keempat, pernihahan mereka berada dalam kehancuran. Akankah ia bisa mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka ataukah berakhir pada perceraian?
Buka▼
Bab

Prang ...

Prang ...

Prang ...

Suara peralatan dapur yang berantakan akibat tendangan dari Bagas menggema di seluruh ruangan dapur. Almira masih tertunduk lesu diatas lantai kostnya. Dengan derai air mata yang terus mengalir dan diiringi isak tangis, ia masih merasakan sakitnya bekas tamparan di kedua pipi mulusnya. Panas yang menyergap begitu pula dengan nyeri didadanya.

Tiga puluh menit yang lalu, sudah terjadi keributan yang luar biasa di rumah sepasang pengantin itu. Rumah tangga yang sudah dibangun lebih dari enam tahun kini berada diambang batas perceraian. Rumah tangga yang dulunya adem dan terlihat harmonis kini telah berada di ujung tanduk. Sebuah ironi kehidupan yang tragis dan memilukan bagi Almira.

Ia tak menyangka, Bagas suaminya bisa melakukan hal sekejam ini padanya. Apalagi kini mereka sudah dikaruniai dua anak laki-laki yang tampan dan rupawan. Zein anak laki-laki pertama mereka bahkan sebentar lagi akan masuk jenjang pendidikan sekolah dasar. Sedangkan Al masih belum genap berusia satu tahun.

Perselingkuhan itu terbongkar begitu saja di depan matanya, ketika tak sengaja Bagas membaca chat pribadi antara istrinya dengan rekan kerjanya di kantor. Mengakibatkan amarah meluap begitu saja tanpa bisa dibendung lagi.

Sudah beberapa tahun terahir ini, sikap dan perilaku istrinya sudah berubah dan ia pun mulai mencurigai istrinya sendiri. Bila Bagas minta diperhatikan, istrinya selalu beralasan capek dan letih karena sudah seharian bekerja. Awalnya ia pun tak curiga pada sang istri, tetapi lama kelamaan sikap istrinya sudah dinilai tidak wajar dan mulai melupakan kewajiban pada suami dan anak-anaknya.

Ia pun lama-lama merasa aneh karena sang istri sering senyum-senyum sendiri saat melihat ponselnya. Ia seperti seseorang yang keasyikan dengan dunianya sendiri. Seperti pagi itu, mereka akan berangkat kerja bersama seperti biasanya.

FLASH BACK ON

“Dek, sepertinya nanti kamu pulang kerja duluan ya, kita gak bisa bareng karena mas nanti sepulang kerja langsung latihan futsal.” Ucap Bagas pagi itu.

“Iya mas, gak apa-apa, nanti biar sepulang kerja, aku langsung menjemput Zein di rumah Mbak Naya seperti biasa.”

“Kamu gak apa-apa kan? Motornya aku bawa loh, nanti kamu pulang naik apa?” tanya Bagas dengan mesra seperti biasanya.

“Gak apa-apa mas, nanti biar pulang kerja aku naik ojol aja, lagian aku kan dah download aplikasinya, jadi bakal mudah cari ojolnya nanti.”

“Ya sudah kalau begitu, mas masuk dulu ya. Assalamu’alaikum.” Pamit Bagas pada istrinya.

“Wa’alaikumsalam mas.”

Lalu Bagas pun masuk terlebih dahulu ke kantor, sedangkan Almira masih ingin membeli sarapan pagi untuknya. Seperti biasanya ia akan membeli kue-kue ataupun nasi kuning untuk mengganjal perutnya. Untuk Zein ia tidak hawatir untuk sarapan ataupun jajannya di sekolah. Karena sejak usia tiga bulan, Zein sudah dirawat oleh pengasuh bayi di dekat tempat kerja Bagas dan Almira. Sejak mereka menikah, Bagas dan Almira memang bekerja ke luar kota. Mereka memilih mengadu nasib untuk bekerja di sebuah kota besar.

Almira bekerja sebagai salah satu staff di bagian perencanaan design. Sedangkan Bagas ia bekerja di bagian operator produksi massal. Mereka bertemu saat mereka baru saja lulus dari sekolah dan mulai meniti karir di perusahaan tersebut.

Bagas masuk ke perusahaan itu satu tahun lebih awal ketimbang Almira. Karena memang Bagas lulusan dua tahun sebelum Almira lulus. Jadi rentang usia mereka pun hanya berjarak dua tahun.

Almira adalah seorang gadis yang lugu tapi manis. Sejak awal pertemuannya dengan Bagas, Bagas sudah menaruh hati padanya. Apalagi akses untuk bertemu Almira sangat banyak. Bagas merupakan teman satu kamar teman-teman magang Almira.

Dulu Bagas adalah teman curhat buat Almira, terlebih Almira itu anak yang lugu yang belum pernah merasakan yang namanya pacaran. Ia pun selalu kebingungan bila ada lelaki yang mencoba mendekatinya. Untung ada Bagas yang selalu memberinya solusi jika Almira kebingungan.

Sejak saat itu mereka pun mulai dekat. Mereka selalu menghabiskan waktu sepulang kerja untuk bertemu dan mengobrol. Meskipun Almira banyak yang suka, tapi saat itu Bagas belum sepenuhnya tertarik pada Almira. Karena saat itu hati Bagas masih terpaut pada cinta pertamanya.

Sebelum bekerja, Bagas sudah jatuh cinta pada Santi. Seorang gadis manis berhijab teman masa sekolah Bagas. Mereka satu sekolah dan satu pondok pesantren. Santi itu sangat pandai dalam hafalan surat-surat dan juga dalam pelajaran sekolah. Karena hal itulah, Bagas semakin jatuh hati padanya. Hanya saja saat itu Bagas tidak berani mengutarakan maksud hatinya karena Santi merupakan anak dari orang yang cukup berada sedangkan Bagas hanya dari kalangan menengah kebawah.

Saat itu status sosial seseorang masih menjadi pertimbangan dalam menentukan calon pendamping hidup. Apalagi Ayah Santi juga merupakan orang terpandang di kampungnya. Membuat nyali Bagas untuk menunjukkan perasaannya pada Santi menjadi ia urungkan. Ia takut pernyataan cintanya tidak akan mendapat restu dari kedua orangtua Santi.

Hampir setiap Minggu, Bagas dan Almira bertemu dan saling bertukar cerita. Mereka selalu bertukar cerita dan opini tentang masalah percintaan mereka satu sama lain. Bagas juga tak sungkan membagi ceritanya tentang kisah cintanya dengan Santi.

Begitu pula dengan Almira yang selalu bercerita kalau di tempat kerjanya ia selalu dikelilingi para pemuda yang mencari perhatian padanya.

Seperti malam itu.

“Gas, lo tau gak? Kayaknya si Eka mau nembak gue deh.”

“Dari mana lu tau kalau Eka mau nembak elu Ra.”

“Dari gelagatnya lah, masa aku harus tanya dia dulu baru menyimpulkan, kan dilihat dari perhatian yang dia berikan padaku beberapa bulan ini udah ketahuan kalau dia suka gue.”

Sruttt... Bagas menyeruput es jeruknya dengan cepat.

“Lu yang ke ge-eran kali Ra, dia lom nembak tapi elu duluan yang sudah memberi kesimpulan.”

“Tapi emang gitu Gas, buktinya besok malam dia ngajak aku nge-date.”

“Masa??”

“Iya, mana nyuruh aku pula buat dandan, katanya mau diajak ke sebuah tempat spesial gitu.”

“Ya udah lu jalanin aja dulu.”

“Maksud elu, gue jalan dulu ma dia gitukah?”

“Hu um lah.”

“Tapi kalau ada apa-apa sama gue, elu yang tanggung jawab ya.”

“E buset ni anak gadis, gue aja gak ngapa-ngapain elu, napa gue yang disuruh tanggungjawab ?” ucap Bagas tidak terima.

“Ya kali dia mau langsung cium gue, nanti elu bantu gamparin dia gitu ...” ucap Almira spontan.

“Dih ogah banget, elu yang di cium gue yang tanggungjawab. Udah gini aja deh, kalau elu gak nyaman sama dia, bilang aja dari sekarang, biar dia kagak jadi nembak elu.”

“Ta-tapi kan aku lom pernah ditembak cowok Gas, kan pengen juga ngerasain nge-date sama cowok. Ya meskipun si cowok nya kayak Eka.”

“Ya udah lu lakuin dulu lah seperti kemauannya. Asal lu bisa jaga diri sebagai cewek. Apalagi itu dating pertama elu kan.”

Almira manggut-manggut tanda mengerti.

“Oke Gas, makasih sarannya.”

~Bersambung~