PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Rahasia Sebuah Hati

Rahasia Sebuah Hati

Penulis:Dhanvi Hrieya

Tamat

Pengantar
Hal gila menimpa Sora Williams. Saat gadis itu menyambangi kota kelahirannya. Ia mendapati malam yang tidak bisa ia lupakan. Ia dilecehkan oleh pria yang ia idolakan. Kehamilan yang harusnya tidak gadis itu dapatkan di usia yang masih sangat terbilang remaja. Di sini lah kisah Sora dan Juno dimulai. Kerumitan terjalin pada kedua. Saat Ara Brown, anak dari Juno Brown dan Sora Williams tumbuh besar. Anak perempuan itu tidak lagi bisa dibohongi. Darah yang mengalir. Serta rahasia besar di belakang kedua orang tuanya. Bagaimana cara Sora dan Juno menjaga hati kecil. Sang buah hati? Apa lagi saat cinta tumbuh di hati Sora untuk Juno. Sedangkan aktor tampan itu sudah memiliki kekasih rahasia. Dan apa jadinya jika rahasia kelam yang disusun rapat itu terbongkar? Akankah mereka menemukan kebahagiaannya masing-masing?
Buka▼
Bab

Jakarta, Maret 2021

Derap kaki kecil menggema di rumah sederhana itu. Sora Williams terlihat tengah menyiapkan masakan di atas meja. Putri cantiknya berlari cepat menuju ruangan televisi dengan gerakkan sedikit tergesa-gesa. Kepala wanita berambut sebahu itu mengeleng pelan melihat tingkah sang putri.

"Mama! Ayo sini. Sebentar lagi akan ada tayangan Papa di televisi." Ucapnya antusias mengerakkan tangan kecilnya pada sang ibu. Meminta wanita berambut sebahu itu untuk mendekat ke ruangan tamu.

Sora terkekeh kecil. Sebelum melangkah mendekati Ara. Ibu tunggal ini meninggalkan begitu saja masakannya yang telah terhidang di atas meja. Hanya untuk menyenangkan hati sang putri. Ia mengambil posisi tempat duduk di samping Ara. Saat layar televisi di nyalakan. Siaran live tv khusus negara ginseng itu menampilkan pria-pria tampan.

"Itu Papa!!!" Teriak Ara menunjuk penuh antusias pada layar televisi kala kamera menyorot wajah tampan dari Juno Brown.

Pria yang terlihat semakin terlihat gagah dan dewasa itu terlihat tersenyum kecil ke arah kamera. Teriakan keras mengisi ruangan. Saat jari kecil Ara menekan tombol volume. Sora bergerak mengusap pelan puncak kepala anak perempuan nya ini. Sebelum ikut melirik wajah tampan pria bergigi kelinci itu. Sudah sangat lama, empat tahun kurang lebih mereka tak pernah bertemu secara langsung. Pria itu di mata Sora semakin dewasa saja. Jauh berubah di bandingkan enam tahun lalu.

"Saya dengar tuan Brown telah menyelesaikan drama romantis akhir Minggu ini. Apa yang spesial dari drama Anda kali ini tuan Brown?" Suara MC terdengar nyaring.

Ara menengadah."Mama! Apakah Papa main drama lagi?" tanya dengan intonasi nada yang terdengar begitu lucu.

"Entahlah. Mama kurang tahu soal ini, karena Papa nggak ngomong apa-apa sama Mama," jawab Sora dengan begitu jujur.

Ara menghela napas. Sebelum kembali menoleh ke depan sana.

"Ya, drama kali ini sangat di nanti-nanti oleh penggemar. Kisah cinta yang manis akan di suguhkan untuk para penonton. Jangan lupa untuk menonton drama baruku," balas Juno sembari mengulas senyum.

Teriak kembali bergemuruh di sana seberang sana.

"Benar hebat. Idola dengan multi talenta. Selain menyanyi, menari, dan bahkan menjadi seorang aktor yang hebat. Ngomong-ngomong apakah kami boleh tahu siapa yang menjadi pendukung nomor satu, hingga tuan Brown menjadi semakin bersinar?" MC kembali bertanya.

Ara tersenyum lebar. Ayahnya pasti akan menyebut kan namanya dan sang ibunda tercinta bukan?

"Ya. Tentu saja keluargaku, The Boys, dan para fans setiaku!" Jawab Juno menatap anggotanya serta para penonton.

Senyum bahagia dan bangga para fans lemparkan saat kamera menyorot mereka. Sepanduk dan kata-kata indah untuk idol berusia dua puluh lima tahun itu terlihat. Jika di belahan negara Amerika itu orang terlihat bahagia. Beda dengan negara tropis Indonesia. Senyum di umbar oleh Ara patah begitu saja. Sora diam-diam melirik wajah Ara.

Anak nya kecewa. Itu pasti. Akan tetapi di sisi lain Sora Williams merasa itu wajar. Juno Brown adalah seorang penyanyi sekaligus aktor papan atas yang tengah meroket. Ada banyak album solo, album group, serta drama hingga movie yang ia garap. Ada banyak pengemar yang menyokong nya dari belakang. Bagaimana bisa pria itu menyebut nama Ara. Meskipun Ara adalah darah dagingnya. Darah daging kesalahan terbesar pria itu.

"Eh! Mau kemana?" seru Sora saat anaknya turun dari sofa melangkah menuju kamar.

Tidak menjawab. Ara memilih melangkah cepat meninggalkan sang ibu. Kepala Sora seketika merasa pening. Wanita keturunan blasteran Amerika-China yang berdomisili di Indonesia ini semakin pusing dari hari ke hari. Semakin Ara bertambah besar, Sora bertambah pusing.

Karena kebohongan demi kebohongan yang di katakan tidak lagi tampak nyata. Semakin hari putrinya itu semakin cerdas saja. Anak itu semakin bijak dalam berkata. Banyak hal yang di pertanyakan, hingga lidah Sora merasa patah saat akan menjawab.

***

"My princess! Bagaimana, apakah sudah melihat Papa di televisi hari ini?"

Suara ceria di balik layar laptop membawa senyum segaris dari bibir Ara.

"Ya. Sudah lihat. Papa terlihat semakin tampan," jawab Ara dengan bahasa Inggris yang terdengar lucu.

Ara Brown. Anak perempuan berusia lima tahun ini di latih dan belajar bahasa Inggris dan bahasa Mandarin dari kecil. Mengingat kakeknya adalah orang asli Amerika dan nenek serta ayah kandungnya adalah orang asli China. Mau tak mau Ara harus mengerti dan fasih dua bahasa itu. Tak luput bahasa Indonesia untuk ia pelajari. Mengingat ia tumbuh besar di Indonesia.

Di layar ayahnya tersenyum lebar. Terlihat sangat ceria dan bahagia.

"Papa!"

"Hem! Ada apa sayangku?"

"Papa!"

"Ya, ada apa?"

"Pa.pa!"

Dahi Juno Brown tampak berkerut dalam mendengar nada tersendat dari bibir sang putri. Wajah Ara tampak menunduk dalam.

"Sayang! Ada apa, Hem?" tanya Juno dengan nada khawatir. Sangat khawatir.

"Kenapa sangat sulit memanggilmu, Papa?" ucap Ara dengan memberi jeda di kata,"aku belajar bahasa Inggris dengan rajin agar bisa berbicara denganmu. Agar Papa mengerti apa yang aku katakan. Meskipun sulit aku belajar dengan giat. Aku sekolah dengan rajin, aku tidak melakukan hal nakal, bersikap manis untuk Papa. Tapi kenapa Papa tidak bisa memanggil namaku dengan leluasa. Bahkan beberapa kali di tanyakan siapa yang paling papa sayangi. Kenapa tidak ada namaku, Papa. Kenapa tidak ada? Apa Papa tidak satu kali pun menyayangiku?" sambungnya dengan nada pedih.

Air matanya mengalir di ke dua sisi pipi tembem nya. Juno di seberang sana tercekat. Hatinya pedih! Sungguh pedih melihat air mata anak perempuan itu. Ingin sekali ke dua tangan kekarnya merangkul tubuh Ara. Membawa tubuh anak perempuan nya itu masuk ke dalam pelukannya. Apalah daya, mereka tidak bisa bersama. Ada dinding pemisah, walaupun tidak ada yang bisa membantah jika darah nya mengalir di tubuh sang putri.

"Papa jahat!" tuding Ara,"bahkan papa tidak pernah mencoba untuk mengerti bahasa Indonesia. Papa tidak pernah mengunjungi negara Indonesia jika tidak ada konser di sini. Papa tidak mau menemui aku dengan banyak alasan meskipun aku berada di Amerika bersama Nenek! Jangan-jangan papa bukanlah Papaku. Seperti yang teman-teman aku katakan?" lanjut nya dengan kata-kata yang tidak begitu jelas di telinga Juno.

Lucunya, pria ini mampu mengerti meski bercampur dengan bahasa Indonesia. Kepalanya mengeleng, menolak perkataan Ara.

PIP!

Layar video call di laptop mati begitu saja. Juno Brown di Amerika panik. Jari panjang itu menekan kembali tombol panggil tapi tidak berdering. Jacob Amaron dan yang lainnya yang duduk tak jauh dari posisi Juno melakukan video call dengan Ara hanya mampu mendesah kasar. Mereka mendengarkan pembicaraan ayah dan anak itu.

"Sudah pasti akan begini bukan?" seru Jacob dengan nada lirih.

Sontak saja kelima pria di sana mengangguk.

"Ya. Cepat atau lambat, Ara akan merasa jengah dengan keadaan. Ia adalah anak yang pintar, kelewatan pintar malah!" timpal Jeky dengan nada prihatin.

"Pilihan yang sulit. Dulu maupun sekarang," imbuh Tion Gerenra ikut bicara.

"Tidak ada yang sulit, jika saja dia tegas. Tidak ada yang bisa menggenggam dua hal di tangannya dengan erat. Hidup itu pilihan, jika kita terlalu pecundang dalam menentukan pilihan. Telan saja rasa sakit itu sendiri!" seru Simon dengan nada berat.

Wah! Pria ini benar berlidah tajam. Enggan berkata-kata banyak, tapi sekali angkat bicara. Seluruh orang yang bersalah akan merasa di telanjangi oleh perkataan Simon.

"Ck! Ck! Ck! Kau selalu saja mampu membuat orang mati, kutu Simon!" ucap Revan Paker dengan decak kagum.

Simon hanya mengangkat ke dua sisi bahunya ke atas dengan santai.

Bersambung...