PopNovel

Baca Buku di PopNovel

BULLYING

BULLYING

Penulis:Sintiya srg

Berlangsung

Pengantar
Rana, remaja yang dituntut dewasa oleh keadaan dimana ia terus dibully akibat ia memiliki ibu dengan gangguan jiwa. Teman-temannya bahkan gurunya juga kerap membully Rana hingga tanpa sadar kepribadian lain muncul begitu saja didalam jiwanya, sikap ibu dan beberapa orang seketika aneh saat kepribadian Rana muncul, mereka seakan-akan ketakutan dan bahagia saat jiwa Rana berganti. Apa hubungan ibunya dengan jiwa lain Rana? Apa penyebab jiwa Rana berganti-ganti? Bagaimana cara Rana mengatasi dengan keadaan kepribadian ganda? Siapa nama jiwa lain Rana?
Buka▼
Bab

“ANAK ORANG GILA...."

"ANAK HARAM......"

"ANAK PELAKOR."

"AZAB DARI PELAKOR YA, JADI GILA DEH."

"TAU GAK? KEMARIN AKU LIHAT IBUNYA TELANJANG LOH!! HAHAHHA SUMPAH! NGAKAK AKU LOH!"

"AKU KALAU PUNYA IBU KAYAK GITU DUH!!! UDAH AKU BUANG, DEH! MANA SUDI AKU PUNYA IBU GILA."

Ibu gila?? Ya, aku! dilahirkan dari rahim wanita gila, perebut laki orang! Tapi, kenapa mereka menghinaku tanpa henti? AKU JUGA TAK INGIN DILAHIRKAN DARI RAHIM WANITA GILA!!!

"Rana... Ran...." panggil seseorang berwajah blasteran dengan rambut pirang.

"Ada apa, Din?" sahut Rana.

"Lo.... Kerjain tugas Biologi gue, ya! Gue gak punya waktu buat kerjain hal yang begituan, tau deh! Gue model terkenal tahun ini So, pasti sibuk gitu." pamernya.

"Okee, entar habis istirahat aku kerjain, ya! Soalnya, udah mau jam masuk kelas."

"Gak bisa gitu dong! Gue maunya sebelum jam istirahat, tuh tugas udah sampai ke meja gue!! Tenang, gue bayar lo. Kan lo gak mampu, ups...."

"Sabar Ran.... Lo kuat! Lo gak boleh lemah!" batinnya.

"Cihh.... Wajah Lo gak usah sok sedih gitu kali….!! Baperan amat! Canda baperan haha… sudahlah gue cabut! Gue tunggu!" dengan mudahnya dia menghina Ran.

Rana?? Itulah namaku, kulitku tak seputih tepung beras, wajahku tak secantik Selena Gomez, hidungku tak semancung oppa Korea. Aku remaja yang dituntut dewasa oleh keadaan.

******

"Nih, Din..." Rana menyerahkan buku tugas biologi milik Dina.

"Wah.... Cepat ya, Ran! Oke terima kasih anak haram... Hahaha canda haram." Tawanya.

Nyes.... Kenapa harus kalimat itu lagi yang kudengar?

"Bayaran yang kamu janjikan, mana?" tagih Rana.

"WOI GUYS.... TAU GAK? SI ANAK HARAM INI, MINTA UANG KE GUE LOH... GAK MALU BANGET YA!" Teriaknya.

"DIH.... DASAR GAK TAU DIRI! TAUNYA MINTA UANG ORANG AJA!!"

"HAHAH... BAWA AJA IBUMU DIPINGGIR JALAN JADI PENGEMIS."

"DIH... MISKIN."

Seketika itu, aku berlari sekencang mungkin menghindari mulut-mulut burung perkutut.

Aku sakit hati, mereka memang tidak punya perasaan.

"Hati-hati dong, anak haram!" bentak perempuan itu.

"Maaf..."

Yap! Rana tak sengaja menubrak perempuan itu, tapi kenapa perkataannya sungguh menyakitkan.

*****

"Ran.... Ran... Gawat!!" diujung lorong terdengar suara bass memanggilku.

"Ada apa, Wan?" tanya Ran.

"Ibu lo... Dipukuli emak-emak komplek! Mereka tuduh ibu lo goda suami mereka."

What???

Ibuku tidak pernah sehina itu, acap kali kudengar ibu seorang pelakor tapi tidak tau itu benar apa salah... Ibu... Maafkan anakmu.

Kami berlari menuju tempat lokasi ibu dipukul, ku lihat para satpam sudah melerai mereka, nyatanya tetap tidak mau berhenti bertengkar.

"PELAKOR...!"

"DASAR ORANG GILA, BADAN LO ITU BAU HARUSNYA SADAR DIRI."

"Atit adanku.. olong... Ran...olong ibu."

"GAK USAH PANGGIL ANAKMU, ANAKMU SAJA GAK SUDI PUNYA IBU SEPERTI MU!"

Rintik-rintik hujan turun dari pelupuk mataku, hatiku tersayat ketika mendengar suara ibu yang begitu lirih." IBU.... JANGAN SAKITI IBUKU!!! IBUKU TAK PERNAH BERBUAT SEHINA ITU!"

"TAK PERNAH KAU BILANG, ANAK KECIL? IBUMU ITU DARI DULU PELAKOR!! DIRIMU ANAK HARAM!! FAKTA ITU TAK AKAN PERNAH HILANG."

"JANGAN PANGGIL AKU ANAK KECIL, KALAU MEMANG IBUKU SALAH APA BUKTINYA?"

"SUAMI KAMI!!! SUAMI KAMI NGAKU KALAU IBUMU MENGGODA MEREKA!"

"BAWA IBUMU KE RUMAH SAKIT JIWA, AGAR DIA CEPAT KEMBALI NORMAL! KALAU GAK ADA UANG? JADI, PELACUR AJA LO!"

"APA INI SARJANA UNIVERSITAS TERNAMA?? BAHASA YANG KOTOR DAN TIDAK TAU TATA KRAMA? APA INI YANG DIAJARKAN DOSEN KALIAN ITU, IBU-IBU?"

"KURANG AJAR!"

Suara teriakan saling bersahutan satu sama lain, tiba-tiba." DIAM...! RANA BAWAA IBUMU KE RUMAH, OBATI DIA!"

Rana pun membawa ibunya seraya berkata." Bu, maafkan aku telat membawamu."

"Tak apa-apa, Ran. Adan ibu atit ali."

Bu, aku tau engkau tidak gila, mereka saja yang berlebihan dalam melihat fisikmu, Bu. Bu, aku tau engkau tidak salah, mereka saja yang tidak tau kejadian sebenarnya. Bu, aku tau aku bukanlah anak haram, aku bukan anak dari pelakor. Bu, aku akan selalu ada untukmu.

“Bu, ayo kita pulang ke Rumah,” ajak Rana.

Wanita itu mengangguk-angguk kepalanya pertanda setuju. Rana dan ibunya bergegas pulang dengan berjalan tertatih-tatih, Rana memegang erat pergelangan tangan ibunya.

“Bu, bagaimana keadaan ibu?” tanya Rana.

“Adan ibu atit ali, Rana anan mana-mana, ya! Ibu atut ali.”

Mendengar hal itu membuat hatiku terenyuh, sudut mataku tak sanggup menahan air mata. Sontak, aku memeluk ibu mengusap punggung wanita yang telah melahirkanku dengan susah payah. “Bu, maafkan Rana, Rana tak berada disisi ibu saat ibu dipukuli mereka.”

“Tak apa-apa Ran, Ibu tak apa-apa. Ibu sayang kamu! Jangan tinggalin Ibu, Ran!”

Ya Allah, maafkan hamba yang telah lalai menjaga harta yang kau titipkan padaku, maafkan hamba yang tak bisa membuatnya bahagia, ridhoi lah jalan hamba hingga hamba mampu menyembuhkan wanita terhebat yang pernah kumiliki.

“Bu, ibu mau gak ke Psikolog esok hari?” ajakku.

“Untuk apa Ran? Ibu tak gila, ibu sehat-sehat saja kok.” Sanggahnya.

“Aku mau ibu sembuh,”

“SEMBUH APA? IBU SUDAH KATAKAN IBU TAK GILA! KAMU INI KERAS KEPALA, YA! BERULANG KALI IBU KATAKAN, IBU TAK MAU KE PSIKOLOG! IBU TAK GILA!” bentaknya.

“Ibu marah? Ibu tak pernah semarah ini padaku. Aku tak menganggap ibu gila, aku hanya mau ibu sehat seperti dulu. AKU MALU BU! AKU PUNYA IBU YANG TAK WARAS, PUNYA IBU YANG RAMBUT BERANTAKAN DENGAN PAKAIAN TAK BERATURAN SEPERTIMU,” Teriakku.

“Kamu malu mempunyai ibu sepertiku? Yasudah, kalau begitu tak usah kau merawatku lagi,”

Wanita itu pergi, wanita yang telah melahirkanku berjalan dengan penuh rasa kecewa akibat olehku. Kalimat itu begitu saja terucap dari mulut berlumur dosa ini. Aku tak sengaja berkata seperti itu, saat terakhir mendengar jawaban dari suara lirih ibu, hati ini terasa tersabik-sabik dengan pisau tajam yang terasah dari mulutku.”Bu.. maafkan aku, bu.”

Ya Allah, maafkan hamba… hamba telah menyakiti wanita terhebatku, wanita itu telah kecewa. Maafkan hamba ya, Rab.

Senja mulai menampakkan keindahannya, terik matahari seakan-akan pergi tuk menyambut malam yang gelap gulita. Ibu masih enggan keluar dari kamarnya, kata-kataku sangat menyayat hati kecilnya, “bu, ayo keluar! Aku sudah masak kesukaanmu, Bu.”

Tak terdengar balasan dari suara ibu, apakah ibu tertidur dengan rasa kecewa yang begitu dalam? Gegas ku ambil kunci cadangan kamar ibu untuk melihat keadaanya, aku tak ingin ibu kenapa-kenapa. Ketika ingin membuka pintu kamar ibu, terdengar suara.” Ibu tak lapar, asih antuk” keluhnya.

Mengantuk?? Ibu tak pernah tidur di jam segini apalagi dengan alasan mengantuk, apakah rasa kecewanya begitu dalam? Hingga ia mau membohongiku. Entahlah, aku harap ibu mau memafkanku.

Ya Allah, maafkan hamba. Hilangkan kesedihan ibu agar ia mau memaafkan hamba ya, Rab.