PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Loveless Marriage

Loveless Marriage

Penulis:Aiir Andinii

Berlangsung

Pengantar
Pernikahan Tanpa Cinta. Apa kamu akan sanggup satu rumah dengan kekasih suamimu? Kamu hanya akan merasakan cinta saat di depan mertuamu saja, lepas itu kamu dijadikan babu oleh suamimu. "Saya ingatkan sama kamu, Elisa. Pernikahan kita ini terjadi karena perjodohan, yang mana artinya tidak dasari oleh cinta. Jadi, tolong jangan campuri kehidupan pribadi saya. Dan kamu tenang saja, saya tak akan mencampuri urusan pribadi kamu. Jika kamu ingin melanjutkan hubungan dengan pacarmu silakan saja, sebab saya juga akan seperti itu!" Deg .... Itulah yang dialami oleh Elisa Najwa. Di hari ulang tahunnya yang ke dua puluh lima tahun terpaksa ia harus menikah dengan seorang pimpinan Sahil Corporation. Yudhana Fairus Sahil, pria tiga puluh lima tahun yang sudah memiliki kekasih, Nessa namanya. Hubungan keduanya pun sudah layaknya suami istri. Namun, demi ibunya yang tengah mengidap penyakit mematikan akhirnya Yudha pun dengan berat hati menikahi Elisa. "Sampai kapan pun kamu bukan istri saya, Elisa. Saya melakukan penyatuan ini hanya karena ibu ingin memiliki cucu. Dan karena Nessa mandul, maka terpaksa saya harus melakukannya denganmu!" "Tapi, sampai kapan pun kamu adalah suamiku, Tuan Sahil!" "Jangan percaya diri, cepat lakukan. Dan ingat, tak perlu repot-repot menggodaku sebab aku tak akan tergoda barang sedikit saja." Bertahun-tahun semua itu terjadi nyata, hingga kesabaran Elisa menipis juga. Dengan rasa takut akan dosa ia pun mencoba membalas perlakuan suaminya dengan cara menjalin hubungan dengan Galung seperti sediakala. Tetapi, kecemburuan membuat Yudha murka dan berusaha mencelakai Galung agar Elisa kembali padanya. Namun, sebuah kebenaran terpampang jelas di depan mata Yudha, kematian Ibu Ratih perlahan terkuak juga. Hingga ia menyesal dan berusaha mencari Elisa yang mana telah ia buang dengan kalimat luka. "Kenapa kamu harus repot-repot mencelakai Mas Galung? Bukankah ini yang Tuan Sahil inginkan? Atau ... Anda cemburu?" "Ciih! Jangan mimpi!" "Baiklah, kalau begitu ini surat gugatan cerai. Mari kita akhir sandiwara ini. Aku juga ingin merasakan pernikahan yang sesungguhnya bukan pernikahan tanpa cinta!" Perempuan dewasa tersebut meninggalkan Yudha, kali ini keputusannya sudah bulat sebab tak ada lagi Ibu Ratih yang perlu dijaga. Elisa menyerah, Yudha terkulai dengan derai air mata.
Buka▼
Bab

"Kalau nggak bisa bawa mobil turun sini! Biar saya ajarin!" ungkap Arthur kala percikan air mengenai almamaternya.

"Sorry! Gue nggak ada waktu!"

"Aku pastiin setelah ini kita akan bertemu lagi! Awas kamu, ya!"

Mobil tersebut pun mundur dengan pelan. Tetapi kacanya masih tertutup dengan rapat. Bak hati Arthur yang belum bisa melupakan masa lalunya. Seseorang di dalam mobil mulai berhenti di hadapan Arthur. Ia menurunkan sedikit kaca mobil tersebut.

"Tuh, duit buat lo beli detergen, pewangi, kalau perlu sekalian sama mesin cucinya deh. Udah minta maaf juga masih aja diperpanjang!"

"Heh! Turun kamu!" pinta Arthur geram pada gadis di dalam mobil sana.

"Nggak mau ah! Gue ada jadwal sama dosen botak. Jadi harus buru-buru berangkat. Dadah!" gadis di dalam mobil tersebut kembali memacu mobil merahnya. Meninggalkan Arthur yang masih bersengut kesal.

"Untung cewek! Awas aja kalau nanti ketemu lagi! Aku kunyah kamu!"

__________

Muhammad Arthur Khaifan. Salah satu Mahasiswa baru di Universitas daerah Jakarta Timur. Lelaki kelahiran 01 Mei 1995 tepatnya di daerah Purwokerto tersebut mulai beradaptasi dengan lingkup barunya.

Sejak kedua orang tuanya memutuskan bercerai pada beberapa tahun yang lalu bertepatan dengan ulang tahun dirinya yang menginjak dua belas tahun, Arthur terpaksa harus tinggal bersama Omanya di daerah Jakarta Timur tepatnya daerah Jatinegara.

Oma Titian, perempuan paruh baya yang memiliki pesantren dan beberapa TPA. Beliau merupakan satu-satunya orang yang menginginkan cucunya tersebut menjadi seorang kiyai, namun bertentangan dengan diri Arthur saat ini. Yang di mana ia jauh dari agama Allah, meskipun sudah bergelar santri.

"Thur, hidup itu jangan melulu mementingkan dunia. Akhirat juga harus diimbangi. Lha kamu bisa kuliah juga berkata-Nya, masa mau seenaknya sendiri."

"Iya, Kanjeng Oma. Iya," hanya kalimat itu yang selalu Arthur ucapkan.

******

Musim kemarau perlahan telah digantikan oleh musim hujan. Beberapa orang terlihat lalu lalang dengan payung di tangan. Begitu juga dengan pemuda yang tengah mengendarai motor clasic berbasis cb tersebut. Dirinya tampak menggerutu. Almamater yang ia gunakan kini sudah dipenuhi oleh lumpur basah serta air kotor.

"B A543Z." Arthur seketika mencatat plat mobil penyebab almamaternya menjadi tak layak pakai.

****

Pada belahan bumi lainnya, kampus mulai ramai oleh kehadiran para Mahasiswa. Satu persatu mulai memenuhi parkir. Beberapa diantaranya mulai berbaur hanya sekedar untuk bergosip ria.

"Nggak sabar gue pengen lihat Mahasiswa baru itu."

"Anak motor clasic guys."

"Eh, kalian jangan salah, dengar-dengar dia juga seorang santri. Hebat, kan. Udah anak motor clasic, santri pula. Pasti agamis banget deh."

Banyak dari mereka yang bersahut-sahutan membicarakan sang Mahasiswa baru. Made Swastika Ariani yang baru saja turun dari mobil sportnya pun terlihat aneh, ketika mendapati teman-temannya yang entah sedang membicarakan siapa.

"Ada apa sih?" tanyanya seraya menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal.

Memang, perempuan berdarah Bali tersebut kerap menggaruk kepala maupun tengkuk ketika sedang panik. Ida Ayu Made Swastika Ariani adalah Mahasiswi semester lima fakultas kebidanan. Perempuan dua puluh satu tahun tersebut merupakan putri sulung dari pemilik kampus tersebut.

"Ika kebiasaan deh. Ini good news yang lagi trending di kampus tercinta dan lo nggak tau?"

"Emang apaan?" Ika menatap Iren lekat. Meminta sahabatnya tersebut agar segera memberitahunya.

"Kalau ada info diskon di New York aja tuh kuping lo denge." Geramnya seraya melangkah meninggalkan Ika yang mematung. Kemudian diikuti oleh kedua sahabatnya terkecuali Ika.

"Nggak usah bengong, Ka. Beliin gue yuppi dulu. Nanti gue kasih tahu. Sekarang masuk dulu. Hari ini kita ada jamnya si dosen jadi-jadian." Timpalnya lagi. Kemudian melanjutkan langkah yang kali ini Ika mengikutinya.

Ruangan berukuran 9×9 yang dipenuhi dengan patung anatomy tubuh manusia, lukisan organ tubuh, serta cat berwarna putih. Ruangan yang agaknya didesain serupa agar seolah-olah persis dengan rumah sakit tersebut tampak seperti pasar pagi. Bagaimana tidak, keadaan yang dapat ditangkap mata sangat mengerikan.

Pasukan handpone miring atau yang kerap disebut gamers menjadikan tas mereka sebagai penyanggah kepala. Kemudian di sudut kiri, beberapa Mahasiswi tengah bersolek ria tanpa mempedulikan sekitar mereka. Beberapa saat kemudian, suar derit pintu terbuka terdengar mengisi ruangan tersebut.

Krreeeekkkkk...

Sontak semuanya menjadi rapi dalam sekejap.

"Mampus! Masker wajah gue belum kering!" Iren mendengus kesal dan perlahan memberikan umpatan untuk dosen killernya.

"Selamat siang anak-anakku tercinta," ucapnya.

"Emang Bapak udah nikah, sok-sokan panggil kita anak?" teriak salah satu pasukan gawai miring yang masih dengan santainya melanjutkan aktivitas mereka tanpa mempedulikan sang dosen.

"Jelas belum. Tapi tenang saja kau, saya sedang menunggu Iren untuk dijadikan istri," jawabnya. Kemudian mata hazel tersebut menatap Iren dan kembali melanjutkan kalimat yang agaknya terhenti. "Iren!"

"Iya, Pak."

"Cuci muka dulu dong, biar tambah cantik."

Sesaat setelah kelas kondusif, Pak Jono mempersilakan seorang pemuda masuk. Banyak pasang mata melebar dan mulut menganga. Teriakan histeris mulai memenuhi sudut ruangan. Terkecuali Ika. Dia kaget bukan main, keringat dingin mulai membasahi tubuh mungilnya.

"Tenang-tenang. Masih tetap saya yang memegang gelar tampan di universitas ini."

"Huuuuu!"

"Kelas kita kedatangan Mahasiswa baru, dia pindahan dari UNSOED

Universitas Jenderal Soedirman

di Purwokerto. Dan kebetulan dia satu jurusan dengan kalian.

"Ayo, perkenalkan diri kau," pintanya.

Setelah memperkenalkan diri, Pak Jono meminta Arthur menempati kursi kosong tepat di samping kanan Ika. Ika yang masih gugup pasca kejadian tadi pagi pun memalingkan wajahnya, saat dirasa Arthur sudah dekat dengan pipi yang kini berwarna merah muda. Udara di ruangan tersebut sebetulnya sangat dingin. Ac yang dipadukan dengan cuaca dingin tak sedikit pun merubah suhu tubuh Ika yang kini mulai memanas.

"Hai!"

Haa! Dia nyapa gue. Batinnya.

"Bisa kutebak. Kamu perempuan setia. Pasalnya cuma kamu yang nggak syok waktu lihat wajah tampanku."

Tidak ada jawaban, Arthur manusia dengan seribu akal kini mulai menyalakan mesin otaknya hingga timbullah ide-ide konyol.

"Hei! Kamu orang, kan?"

Ika yang merasa geram pun menoleh. Tanpa sengaja keduanya saling menatap.

Satu detik hingga sepuluh detik, Swastika tersadar dan kembali menimpali ucapan Arthur tadi.

"Sembarang lo kalau ngomong. Kalau gue hantu nggak mungkin lo bisa lihat gue!" sarkasnya dengan sangat mantap. Kemudian Ika berdiri dan seketika langsung melebarkan mata Arthur dengan kedua jari telunjuknya.

"Nih, gue lebarin mata lo. Lihat baik-baik, gue orang atau hantu?"