PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Pernikahan Sehari

Pernikahan Sehari

Penulis:Susi hariani

Tamat

Pengantar
Hanya karena tidak ada bercak darah di malam pengantin kami, mantan suamiku menalakku. Sekuat apapun aku membuktikan adanya kalau hanya dia satu-satunya pria yang merenggut kesucianku. Di saat itu pula keegoisan menutupi hati mantan suamiku. Ditambah janin yang ada di rahimku kini telah tumbuh besar menjadi anak laki-laki yang tampan. Di saat itu pula, anakku tak pernah diakui oleh bapak kandungnya. Setelah kepedihan yang aku rasakan. Seseorang hadir membawa secercah kebahagiaan. Namun perjalanannya tak semulus itu. Berbagai masalah nyaris memutuskan hubungan kami. Terlebih mantan suamiku yang menjadi bayang-bayang kelam dalam kehidupanku bersama seseorang yang kini menjadi cinta sejatiku.
Buka▼
Bab

Setelah menyemburkan benihnya didalam rahimku, mas Guna terkulai lemas dalam dekapanku. Perlahan dia turun dari tubuhku, dia memintaku untuk beranjak dari tempat aku berbaring. Dengan menahan perih yang ada di bagian intimku, kemudian sedikit bergeser dari tempat ku berbaring tadi. Mas Guna seperti sedang mencari-cari sesuatu disana.

"Mana bekas darahnya, kok gak ada!" ucapnya sambil mencari-cari sesuatu di tempat kami bercinta tadi.

"Kamu mencari apa mas?" tanyaku sedikit bingung.

"Katakan padaku, siapa yang sudah mendahului aku?" Seketika raut wajah mas Guna berubah, Mas Guna seperti orang yang kesetanan.

"Katakan padaku, dengan siapa kamu melakukannya?" ulangnya sembari mencengkeram pundakku. Aku terkejut dengan perlakuan Mas Guna itu.

"Apa yang Mas katakan, aku nggak ngerti Mas," jawabku jujur.

"Dasar wanita kotor, mulai detik ini kamu bukan istriku lagi. Kamu aku talak!!!"

Jedeerrr, seperti disambar petir disiang bolong, saat aku mendengar kata-kata yang keluar dari mulut mas Guna. Dia menalakku, menalakku dengan alasan yang tidak aku mengerti.

"Mas, kenapa kamu bicara seperti itu! kita baru saja menikah, tapi kenapa kamu menceraikan aku." Aku berusaha meraih tangannya, saat dia sudah mulai beranjak dari tempat tidur kami, Tetapi dia menepisnya.

"Dengarkan aku baik-baik, aku paling tidak suka dengan wanita yang tidak bisa menjaga kehormatannya. Kamu sudah tidak perawan lagi, aku benci wanita seperti itu!!!"

"Tapi Mas, aku masih perawan. Aku belum pernah melakukannya dengan siapapun. Kamu yang pertama Mas, huhuhu!" tangisku pecah, berharap dia mau percaya padaku.

"Yang pertama!!!! tidak pernah melakukannya dengan siapapun? kamu pikir aku bodoh, hah!!!" dengan tidak kasihan denganku, dia mencengkeram kedua rahang ku. Mas Guna seperti sudah tidak bisa di kendalikan lagi.

"Dengarkan aku baik-baik, kamu wanita kotor!!!!" dia pergi meninggalkan ku dan menghempaskan tubuhku di kasur, kemudian dia keluar dari kamar hotel.

Aku hanya bisa menangis meratapi nasibku. Aku diceraikan di malam pertama pernikahan kami. Aku mengingat-ingat kejadian saat kami melakukannya tadi. Bahkan tidak ada yang aneh menurutku. Umumnya malam pertama dengan pasangan lain. Bahkan rasa sakit yang begitu besar saat dia menyatukan tubuhnya dengan tubuhku. Tapi kenapa? Mas Guna bilang kalau aku sudah tidak perawan lagi. Hanya karena tidak ada bercak darah di sprai kami.

Mas Guna meninggalkan aku di kamar hotel sendirian. Bahkan dia tidak memberitahu akan kemana dia pergi. Aku bingung harus bagaimana. Apa mungkin aku menyusul ke rumah orangtuanya. Tapi bagaimana kalau mereka tidak menerimaku, karena mas Guna sudah memberitahu mereka semua. Atau aku harus pulang ke rumah orangtuaku. Tapi mereka jelas akan mempertanyakan kepulanganku. Apa yang akan aku katakan pada mereka? ya Allah mengapa Engkau hukum hambamu seperti ini.

Di dalam kamar hotel yang mewah, aku hanya bisa menangisi nasibku yang malang. Dalam hitungan jam, aku sudah menjadi janda. Apa kata orang nanti? mereka pasti akan menganggapku bukan wanita baik-baik. Yang diceraikan suaminya di malam pertama.

Aku memutuskan untuk membaringkan tubuhku di ranjang. Rasa sakit yang ada disekitar tubuhku masih sangat terasa. Apalagi bagian intimku, rasanya masih sangat perih. Apalagi untuk berjalan jauh, rasanya masih tidak kuat. Aku memilih untuk menginap di hotel itu, sembari memikirkan langkah yang akan aku ambil besok.

Matahari pagi mulai masuk lewat celah-celah jendela. Perlahan aku buka mataku, ku tatap langit-langit kamar hotel tempat aku menginap. Aku baru sadar, kalau aku sekarang tinggal di hotel seorang diri. Harusnya malam itu, menjadi malam yang indah untukku. Tapi berubah menjadi malam yang mengerikan untukku.

Aku memutuskan untuk membersihkan tubuhku. Di bawah guyuran air shower, aku mengingat-ngingat kejadian tadi malam. Usai mandi aku memakai pakaian. Setelah itu aku duduk di sudut ranjang, aku bingung harus bagaimana. Kejadian semalam membuatku susah untuk berfikir dengan jernih. Aku mencoba menghubungi ponsel Mas Guna. Berharap dia mau mengangkatnya. Tapi sudah berkali-kali aku menelponnya, tidak ada tanda-tandanya dia mau mengangkat telpon dariku.

Akhirnya aku memutuskan untuk check out dari hotel itu dan menemui mas guna di rumahnya. Aku tidak mungkin pulang dalam keadaan seperti ini. Aku ingin bicara dengan mas Guna, kalau aku tidak pernah membohonginya.

Sampai juga aku di rumah mas Guna. Rumah mewah yang ada dikawasan elit ibu kota, nampak ramai dengan keluarganya yang belum pulang dari rumahnya. Aku berjalan mendekat menuju pintu utama. Di ambang pintu aku melihat seorang pria yang memakai setelan jas warna hijau muda sudah siap akan keluar dari rumah. Dia adalah mas Guna, laki-laki yang kemarin menjadi suamiku.

"Assalamualaikum Mas!" aku mengucapkan salam, saat aku sudah di depan pintu. Mas Guna melihat ke arahku. Terpancar jelas amarah di wajahnya saat melihat kedatangan ku.

"Untuk apa kamu datang kesini!!!" ketusnya tanpa menjawab salam ku.

"Mas, aku ingin bicara denganmu!" aku mencoba meraih tangannya, tapi dia menepisnya dan tidak mau melihat kearah wajahku.

"Mas aku mohon percayalah padaku, aku masih perawan. Aku tidak pernah tidur dengan laki-laki lain sebelumnya." Keributan kami akhirnya menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sana. Semua mata tertuju pada kami berdua. Sesaat kemudian seorang wanita paruh baya datang menghampiri ku. Dia adalah ibu mertuaku, orang yang sangat mengharapkan pernikahan kami.

"Dewi, apa yang sebenarnya terjadi?" wanita itu merengkuh tubuhku. Beliau memelukku, dan mempertanyakan apa yang terjadi padaku dengan mas Guna.

"Pergi kamu dari sini, kamu bukan istri ku lagi!!!!!!"

"Mas, aku mohon percayalah padaku. Aku masih perawan, huhuhuhu." Aku terus memohon dan meminta agar mas guna percaya padaku. Tapi dia justru mendorongku hingga aku terjatuh di lantai.

"Wanita kotor seperti mu tidak pantas menjadi istriku. Aku benci kamu.. benci...!!!!" Aku tak lantas putus asa, aku merangkak meraih kakinya dan memohon agar dia bisa percaya padaku.

"Mas dengarkan aku, tolong!!! Aku tidak pernah membohongi kamu." Dia hanya diam mematung tak menghiraukan aku yang memelas bersujud dikakinya.

Ibu mertua ku mencoba membuat aku berdiri dari kaki Mas Guna. Mungkin dia tidak tega melihat aku yang mengiba-iba pada anaknya.

"Sudah Dewi, kamu berdiri ya Nak. Suamimu masih emosi, biarkan dia tenang dulu." Perlahan aku berdiri dengan di bantu oleh ibu mertuaku.

"Ibu, dia bukan istriku lagi. Jadi, biarkan wanita kotor ini pergi dari sini. Aku tidak mau melihat mukanya lagi!!!!" Mas Guna pergi meninggalkan kami berdua. Aku gak nyangka, Mas Guna yang aku kenal lembut hatinya, berubah seketika seperti macan yang sedang kelaparan. Siap menerkam mangsanya yang ada di dekatnya. Bahkan dia tidak percaya dengan apa yang aku katakan.

Aku hanya bisa pasrah melihat kepergian mas Guna. Rasanya tubuhku menjadi lemas. Semua tulang-tulang yang ada di tubuhku seakan runtuh di bawa rasa tak percaya nya Mas Guna padaku.

Aku ceritakan semuanya kepada ibu mertuaku. Di mulai dari mas Guna yang menuduhku tidak perawan lagi, hanya karena tidak ada bercak darah di tempat kami bercinta. Sampai mas Guna menalakku malam itu juga. Beliau hanya diam tak menanggapi cerita ku. Sepertinya beliau juga merasa aneh dengan apa yang terjadi padaku. Tapi beliau masih terlihat percaya padaku.

Aku memutuskan untuk pulang ke rumah orangtuaku. Nggak mungkin tetap berada di rumah mantan suamiku. Sementara dia tidak menginginkan aku ada disana. Dengan diantar oleh ibu mertuaku, kami melaju dengan mobil yang di bawa sopir pribadi beliau.

Akhirnya kami pun tiba di rumah orangtuaku. Aku kemudian turun dari mobil, diikuti oleh wanita paruh baya yang sejak tadi menemaniku. Beliau memilih mengantarku masuk ke dalam dan membantu menjelaskan semuanya kepada orangtuaku.

Bu Mina, assisten rumah tangga kami menghampiri kami. Begitu ia melihat kami berdua di ambang pintu.

"Non Dewi pulang?" tanyanya padaku.

"Iya bik, apa Ayah dan Ibu masih ada di rumah?" jawabku kemudahan bertanya lagi padanya.

"Tuan sudah pergi ke kantor Non, kalau Ibu masih ada di dalam."

Kami kemudian masuk ke rumah. Aku mempersilahkan ibu mertuaku duduk di ruang tamu. Sementara aku pergi ke dapur untuk membuatkan minum. Aku meminta bi Minah untuk memanggil ibu yang ada di taman belakang.

Aku kembali dengan membawa secangkir teh hangat dan beberapa cemilan. Aku meletakkan di meja, dan mempersilahkan mertuaku meminumnya.

"Kamu yang sabar ya Wik. Nanti ibu akan berusaha bicara dengan Guna," ujar mertuaku kemudian mendekap tubuhku yang mulai melemas.

"Dewi, jeng Selfi. Kok pagi-pagi udah ada di sini?" tanya Ibu kemudian duduk di samping ku.

"Ibu, Dewi.. huhuhu." Aku gak bisa menahan tangisku. Lalu menghambur kepelukan ibu.

"Ini ada apa, Dew?" Tanya ibu bingung.

"Mas Guna menalak Dewi, Bu!" ucap ku jujur pada ibu.

"Apa?" Aku sudah bisa menebaknya. Ibu akan kaget mendengarnya. Terlihat jelas di wajahnya, kekecewaan itu.

"Kenapa bisa seperti ini, kenapa sampai Guna menalak kamu?" sambung ibu sedikit meninggikan nada bicaranya.

Aku menceritakan semua kejadian itu pada ibu. Ada raut kekecewaan di wajah ibu. Aku tidak tahu, apakah ibu kecewa padaku atau pada Mas Guna.

"Ibu benar-benar kecewa sama Kamu, Dew! Pantas saja Guna menceraikan mu, karena kamu tidak perawan lagi." Ibu justru menyalahkan aku, dengan apa yang menimpa diriku saat ini.

"Jeng Sari, ini bukan kesalahan Dewi semua. Harusnya Guna mau mendengarkan dulu penjelasan Dewi. Saya sangat kecewa pada Guna. Memperlakukan menantu saya seperti ini," timpal wanita yang sedari tadi mengelus punggungku. Aku hanya bisa terisak dalam dekapannya.

"Ibu benar-benar kecewa. Sekarang kamu katakan pada Ibu, kamu pernah melakukannya dengan siapa?" tanya ibu menyelidik.

"Bu, Dewi gak pernah melakukannya dengan siapapun. Dewi hanya melakukannya dengan mas Guna," jawabku jujur.

"Kamu jangan bohong Dewi!!!!!"

"Sudah Jeng, sudah." Mertuaku melerai perdebatan kami.

"Sekarang lebih baik kamu istirahat saja ya, sayang. Ibu tahu, kamu pasti lelah." Aku pun mengangguk dan mulai bangkit dari tempat dudukku. Meninggalkan mereka berdua.

Aku memutuskan untuk pergi ke kamar, meninggalkan mereka disana. Aku merasa sangat hancur, saat ibu juga tidak percaya dengan yang aku katakan. Apa memang sepenting itu, bercak darah saat malam pertama. Tapi kenapa? kenapa? bercak darah itu tidak ada padaku. Apa benar aku sudah tidak perawan? tapi aku tidak pernah sekalipun melakukan hubungan seks dengan siapapun? Pertanyaan itu terngiang-ngiang di kepalaku.

Aku memutuskan untuk merebahkan tubuhku di ranjang. Aku berusaha memejamkan mata ini yang sudah sangat berat. Tapi, aku tidak bisa. Kejadian malam itu, masih benar-benar segar di ingatanku. Laki-laki yang aku cintai, laki-laki yang sudah menjagaku selama dua tahun ini. Dia sekarang tidak perduli lagi denganku. Dia tidak percaya dengan ku. Pikiran ku sangat kacau. Hingga akhirnya rasa lelahku membuat aku terlelap.

Terdengar sayup-sayup ditelinga ku, suara orang sedang berbincang-bincang menuju kamar. Perlahan ku buka mata ini. Dan benar saja, ibu dan bapak sudah ada di ambang pintu kamar. Mereka berjalan mendekat dan duduk disisi ranjang tempat aku terbaring, aku pun ikut duduk sembari menyenderkan kepalaku di dinding ranjang.

"Sekarang katakan pada Bapak, apa yang sebenarnya terjadi padamu, Wik?" Sepertinya bapak sudah tahu masalah yang menimpaku.

"Mas Guna menalak Dewi Pak!" jawabku sedikit ada rasa takut.

"Kenapa sampai Guna melakukan itu padamu?"

"Mas Guna menuduh Dewi tidak perawan lagi." Aku menceritakannya semuanya pada Bapak. Berharap beliau mau percaya dengan apa yang aku katakan.

"Sekarang kamu pergi dari rumah ini. Bapak gak mau melihat muka kamu lagi. Kamu sudah mencoreng muka Bapak, dengan masalah yang menimpa kamu. Bapak malu, malu punya anak seperti kamu. Dewi!!!!" teriaknya lantang memporak-porandakan hati ini. Sungguh aku tidak menyangka. Orang yang seharusnya melindungi anaknya. Beliau justru mengusirku dari rumah.

"Pak, Dewi mohon percaya pada Dewi, Pak! Huhuhu." Aku mencoba meraih tangan Bapak, tapi beliau menipisnya. Sama, sama seperti yang dilakukan oleh Mas Guna padaku.

"Pak, Dewi mohon Pak!!" Aku terus memohon pada beliau. Tapi sepertinya beliau sudah tidak peduli lagi padaku. Amarahnya meledak-ledak. Beliau semakin memakiku.

Bapak beranjak dari duduknya, dengan kasar beliau membuka lemari pakaian ku. Di ambilnya koper yang ada tak jauh dari lemari itu, dan dimasukkan nya semua pakaian ku kedalam koper itu. Setelah semua pakaian ku sudah masuk dalam koper, beliau melempar nya di ranjang.

"Sekarang pergi dari rumah. Jangan kembali sebelum kamu bisa menyakinkan Guna!!!" teriaknya lalu menyeret aku dari ranjang.

"Pak, Dewi mohon Pak, jangan usir Dewi.. huhuhuhu..." Aku memohon mengiba padanya.

.

"Bapak gak mau lihat kamu lagi disini, Pergi!!!!" Bapak menyeret ku dan tangan satunya lagi menyeret koper milik.

Bapak benar-benar mengeluarkan aku dari rumah. Di lemparnya koper milik ku dan mendorong ku keluar dari rumah.

"Pak, Dewi mohon Pak... huhuhu!!" hanya kata-kata itu yang dapat keluar dari mulutku.

"Sekarang kamu selesaikan masalahmu dulu, dan jangan kembali jika kamu tidak bisa membujuk Guna untuk kembali dengan mu!!!" Dengan kasar bapak menutup pintu rumah.

Aku hanya bisa menangis meratapi nasibku yang malang. Semalam Mas Guna yang pergi dariku. Meninggalkan aku di malam pertama kami. Sekarang orang tuaku mengusirku dari rumah. Ya Tuhan, cobaan apalagi ini? tak cukupkah Engkau membuatku menderita dengan Mas Guna yang menalakku?.

Aku memutuskan untuk pergi dari rumah. Kemana? aku juga tidak tahu harus kemana. Aku memesan taksi online dari aplikasi handphone ku. Lima menit kemudian, taksi yang aku pesan datang. Aku kemudian masuk kedalam, dan mengintruksikan supirnya untuk mengantar ku ke suatu tempat.

To be continued....