PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Pengantin Perempuan Tuan Muda Li

Pengantin Perempuan Tuan Muda Li

Berlangsung

Pengantar
Dia dibingkai oleh keluarganya, agar saudara perempuannya menikahi orang kaya yang tidak manusiawi yang dikabarkan, tetapi siapa tahu, malam pernikahan menemukan bahwa kecantikan muda yang kaya juga super kuat, hampir membuangnya ke tempat tidur, dia takut, dia ingin melarikan diri, tetapi oleh orang kaya ditarik ke pelukan: "Sedikit keindahan, ingin melarikan diri?" Sudah terlambat! "
Buka▼
Bab

Saat larut malam di kamar hotel yang mewah, terdengar suara air mengalir di dalam kamar mandi.

Diana Januardi yang sedang berbaring di tempat tidur, melalui kaca kamar mandi bisa melihat sosok pria tinggi yang ada di dalam. Pria itu berdiri tegak, membayang di antara kabut dan di bawah cahaya yang hangat.

Dia yang baru saja minum segelas Pina Colada di bar lantai bawah, merasakan anggur itu perlahan-lahan naik dan sekujur tubuhnya mulai terasa sedikit tipsy.

Setelah beberapa saat, pria itu berjalan keluar dengan mengekspos tubuh bagian atasnya. Memperlihatkan otot-otot dada yang kuat itu memantulkan cahaya, memberikan efek tiga dimensi yang jelas, dan tubuh bagian bawahnya terbungkus handuk mandi putih.

Aroma sabun mandi dan rasa lembap menghampiri wajahnya.

Sebelum Diana sempat bereaksi, pria itu langsung menutupinya.

Ketika dia bangun, masih ada aroma yang menawan di kamar itu. Tetapi pakaiannya berantakan dan terlempar di lantai, dengan seprai putih yang juga kacau balau.

Diana membuka matanya, tidak melihat ada pria di sampingnya. Jadi dia bersiap untuk bangun hanya untuk merasakan kalau seluruh tubuhnya seperti remuk. Kedua kakinya dengan gemetar turun dari tempat tidur, membuat berjalan terasa sedikit sulit.

Hari ini adalah hari ketika dia dan Joseph Guritno bertunangan.

Untuk pertunangan ini, Joseph secara khusus mengatur upacara pertunangannya agar diadakan di sebuah kastil di Eropa. 

Diana menyalakan ponselnya, sudah hampir jam sembilan, dan upacara pertunangannya akan dimulai pukul sepuluh.

Dia segera menelepon Joseph, tetapi tidak ada yang menjawab.

Dia kesal dengan dirinya sendiri yang tidak bisa menahan diri tadi malam.

Setelah mandi kilat, Diana naik taksi ke kastil, tetapi dirinya ditolak oleh pengawal pintu.

Melihat upacara akan segera dimulai, ditambah Diana masih tidak bisa menghubungi telepon Joseph, dia akhirnya menelepon ayahnya, Pandu Januardi.

Saat ketika Diana mau menutup telepon, telepon itu diangkat.

"Diana, kamu tinggal saja di hotel dulu. Joseph akan segera bertunangan dengan Pyrene, jadi kamu jangan buat masalah."

Tut tut tut...

Setelah orang itu menutup telepon, suasana hati Diana seketika seperti jatuh ke dalam jurang. Seperti kilau harapan yang tiba-tiba kehilangan cahaya.

"Apa!?" Dia tidak mungkin salah dengar, kan!

Mengapa tunangannya malah bertunangan dengan adik perempuannya? Jelas-jelas dia masih memiliki hubungan yang lembut dengannya semalam.

Ini tidak mungkin!

Suara musik ceria bergema di kastil, seolah-olah memberitahunya kalau itu benar.

Diana memutuskan untuk duduk di tangga gerbang kastil. Dia tidak tahu waktu maupun hujan lebat di luar. Tidak bisa membedakan apakah yang mengalir di wajahnya itu air mata atau hujan.

Dia menatap gerbang kastil dan tiba-tiba menemukan kalau pengawal di pintu itu sudah hilang.

Diana bergegas bangkit, mengangkat tangannya dan mengelap tangis di matanya dengan berat hati. Lalu, dengan cepat berjalan ke dalam kastil.

Joseph saat itu sedang memberikan pidato di atas panggung. Dia berbicara tentang momen cinta dan menyentuh bersama Pyrene di depan umum.

Diana perlahan mendekat, merasakan apa yang dikatakan Joseph terasa seperti pisau tajam yang terus menerus menusuk dada Diana.

Mata Pyrene kemudian melihat sekilas sosok yang bergerak, ekspresi wajahnya langsung menegang, dan matanya menunjukkan kepanikan.

"Pyrene, bersamamu adalah keputusan yang paling tepat dalam hidupku." Joseph menoleh dan menatap Pyrene dengan penuh kasih sayang.

Para tamu di bawah panggung sedang menunggu untuk mendengar sumpah satu sama lain di atas panggung, tetapi Pyrene tidak memperhatikan Joseph yang sedang menunggu jawabannya.

Ketika Joseph menatap Pyrene dengan mata berapi-api, dia kebetulan menyadari Diana yang ada di belakang.

Panas di matanya perlahan meleleh. Lalu, dia mencoba memperingatkan Diana untuk tidak mendekat dengan tatapan tajam.

Selain sepasang orang yang berpakaian seremonial di atas panggung, Diana yang basah kuyup mulai berjalan menaiki panggung, membuat orang-orang di bawah panggung mulai berbisik.

"Ini siapa, datang untuk membuat keributan di acara pertunangan?"

"Mendobrak dan menyabotase, sama sekali tidak berpendidikan."

"Betul, lihat penampilannya yang memalukan. Benar-benar merusak suasana saja!"

Mata dingin Diana menangkap kedua orang di atas panggung, lalu dengan sengaja meninggikan suaranya dan berkata, "Joseph, kamu selalu menjadi pacarku. Jadi, sejak kapan kamu sudah saling jatuh cinta dengan adik perempuanku?"

"Kamu..."

Dia berbalik untuk bertanya lagi, "Pyrene, tadi malam kamu juga mengundangku untuk minum, memberkati aku dan Joseph. Kenapa begitu aku bangun, malah kamu yang bertunangan?"

Wajah kesal Pyrene membiru, sudut mulutnya mendesis.

Ada banyak kebisingan di bawah panggung.

Pandu naik ke panggung dan mengambil mikrofon, "Maaf, putri sulung saya sedang mabuk." Setelah berbicara, dia menarik Diana pergi.

Namun, mana Diana bersedia untuk pergi, jadi dia mencoba untuk membebaskan dirinya dari belenggu Pandu. Membuat Pandu menggunakan suara yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua, "Jangan kekanak-kanakan, pikirkan nenekmu."

Pandu bahkan mengancamnya dengan menggunakan satu-satunya nenek yang dicintainya.

"Ah..." Diana mengalah dan juga tidak berdaya. Hanya bisa pergi dengan marah.

Acara pertunangan kembali damai.

Setelah berjalan lebih dari satu jam dari kastil, dia akhirnya kembali ke kamar hotel dan duduk merosot di karpet.

Dia tidak mengira Joseph akan bertunangan dengan Pyrene. Kalau begitu kenapa masih menipunya untuk datang ke Eropa, lalu menendangnya pergi setelah berhubungan dengannya.

Diana saat ini tidak bisa segera kembali ke rumah, karena dia sebelumnya sudah mengatakan kepada neneknya bahwa Joseph akan membawanya jalan-jalan di Eropa selama beberapa hari.

Sorenya, dia memutuskan untuk meninggalkan hotel.

Sesampainya di pintu masuk hotel di lantai pertama, Joseph dan Pyrene baru saja turun dari Bentley hitam.

Begitu melihat Diana, keduanya tercengang, seolah ketahuan selingkuh.

Plak!

Dia berjalan ke depan Joseph dan menampar wajahnya.

"Diana, kamu sudah gila. Dia sekarang tunanganku, sudah bukan hakmu untuk memukulnya!"

Diana mencibir, "Aku benar-benar meremehkan tingkat tidak tahu malu kalian."

Dia yang sudah ditindas hingga kehilangan segalanya, mengumpulkan kekuatan dari seluruh tubuhnya untuk menampar Pyrene juga. Tetapi pergelangan tangannya dicengkeram oleh Joseph dengan paksa, hingga berhenti di udara, "Diana, jangan malu-maluin di sini."

Diana membawa kopernya, berjalan di jalan Amsterdam yang asing ini, dengan air mata kecewa yang terus mengalir tanpa henti.

Pada saat ini, teleponnya terus berdering.

"Halo." Diana mengangkat telepon dengan lemah.

"Permisi, apakah ini Diana? Ini dari rumah sakit. "

Ketika Diana mendengar kalau neneknya masuk ke rumah sakit, ada raungan di dalam kepalanya.

Penerbangan paling awal untuk pulang ke Indonesia hanya ada tiket kelas satu. Jadi dia hanya mampu mengertakkan gigi dan membelinya.

Dia tidak menyangka nenek akan tiba-tiba jatuh sakit. Awalnya, Diana berniat membawa neneknya ke upacara pertunangan, tapi karena neneknya takut menambah masalah, jadi bersikeras untuk tidak ikut.

Pesawat akhirnya lepas landas.

Bersandar di sandaran kursi yang nyaman, dia tanpa sadar sudah tertidur.

Mimpinya buruk. Dia memimpikan neneknya berkata kepadanya untuk menyuruhnya mengurus dirinya sendiri dan neneknya sudah berniat akan pergi.

Diana yang memanggil neneknya, tiba-tiba bangkit untuk mengejar. Hingga dia tidak sengaja menumpahkan segelas jus mengenai pria yang ada di sebelahnya. Tampaknya pria yang duduk di sebelahnya itu cacat.

Wajah dingin pria itu terlihat kedinginan.

"Maaf, maaf, aku tidak sengaja!" Diana seperti kelinci panik, selain meminta maaf, dia juga mengambilkan tisu untuk membantunya mengelap.

Tapi begitu tangannya menyentuh kemeja putih pria itu, dia langsung didorong ke tempat duduknya.

Tanpa satu kata pun.

Hanya aura dinginnya yang masih terasa seperti gunung es dan bahkan tanpa menatapnya.

Membuat Diana tertegun.

Selama beberapa jam berikutnya, dia sangat berhati-hati karena takut membuat marah pria yang di ada sebelahnya itu...