PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Wajan Cinta

Wajan Cinta

Penulis:Purple

Berlangsung

Pengantar
Berawal dari rasa suka pada makanan Italia membuatku bekerja di sebuah restoran pasta. Bekerja di sana membuat hidupku menjadi lebih baik dan bersemangat. Namun semua itu berubah menjadi tidak tenang hanya karena seorang head chef dengan segala kesombongannya datang. Dia pria sinting selalu memarahiku. Padahal kesalahanku tidaklah membuat restorannya tersebut rugi.Akan kubuat dia menyesal karena sudah membuat ketenanganku terganggu. Hana Grisma Kematian ayah memaksaku terbang ke Indonesia. Aku harus meneruskan restorannya yang sudah tertutup beberapa minggu. Kupikir mudah untuk mengembangkan restoran tersebut. Namun ternyata perkiraanku salah. Semua pekerja di sana tidak profesional bahkan salah satu koki restoran membuatku gila. Dia selalu berulah bahkan hampir menghancurkan restoranku.Akan kubuat dia menyesal bekerja di dapur milikku. Fazio Riccardo
Buka▼
Bab

Aku menatap layar TV yang sedang menampilkan sosok pria tampan memegang sebuah wajan dan spatula. Liurku hampir saja menetes melihat betapa seksi tubuhnya yang bergerak di depan meja dapur. Cara dia menggoyangkan fry pan agar masakan tercampur rata terlihat bagaikan slow motion dimataku.

Pria berjambang dan berkumis tipis di dalam acara TV adalah seorang chef pasta dari Italia. Wajahnya yang tampan dan pastinya keahliannya dalam bidang pasta membuat diriku mengaguminya. Kekagumanku padanya berawal dari rasa ketertarikan pada sebuah makanan bernama pasta. Saking sukanya dengan pasta, aku selalu menyisihkan uang untuk membeli buku aneka jenis masakan pasta termasuk jenis-jenis pasta yang ada di Indonesia.

Mungkin orang lain akan berpikir gila karena kecintaanku pada pasta dan semua makanan yang menggunakan pasta. Namun dari situ jugalah aku bisa mendapat kan pekerjaan yang selama ini kuimpikan.

Kalian pasti tahu pekerjaan apa yang aku maksud, bukan?

Yup. Benar sekali, aku bekerja menjadi koki di salah satu restoran terkenal di Bali. Aku memegang peran penting dalam memasak. Jika kalian memesan sebuah salad sayur ataupun kalian seorang vegetarian, maka aku siap membuatkan untuk kalian.

Aku seorang koki yang bertugas di bagian vegetable chef atau entrementier. Tugasku cukup banyak, selain memilih, membersihkan dan menjaga kesegaran sayur-sayuran yang akan diolah, aku juga bertugas untuk mengolah sup, salad, nasi dan yang terpenting tentunya di bagian pasta yang memiliki unsur sayuran. Di bagian itulah yang paling kusukai.

Aku cukup beruntung mendapatkan pekerjaan ini, meskipun tidak memiliki pengalaman menjadi koki. Semua ini berkat kebaikan seorang chef yang mau menerima dan mengajariku mengolah pasta dan teman-temannya.

Dia guru yang sabar dan tidak pemarah, meskipun terkadang aku melakukan kesalahan sekalipun. Bahkan dirinya hanya menertawakanku seakan-akan aku adalah badut yang lucu.

“Arrgggggg.... Sial, aku merindukan chef.” Mataku mulai berkaca-kaca mengingat yang pernah dilakukan chef untukku.

Aku mengambil remote dan mematikan TV, ketika terdengar suara cempreng teman sekaligus sahabatku dari luar kamar.

“Haaanaaaaa! Where are you?” teriak sahabat gilaku dengan suara cemprengnya muncul dari balik pintu.

Aku tinggal bersama Kinan sekarang. Hanya untuk sementara, satu minggu kurasa cukup untuk menemani Kinan yang penakut. Aku tidak bisa meninggalkan Ibu sendirian di rumah.

“Apaan sih Nan, mirip penjual asongan di lampu merah tau,” jawabku dengan wajah ditekuk.

Kurang asem. Dia malah cekikikan sambil mengangkat dua jari tanda damai.

“Udah deh, jangan mulai usilnya,” ucapku berlalu meninggalkan dirinya yang masih saja cekikikan.

Entah setan apa yang menghampirinya kali ini.

“Kenapa sih, dari tadi ketawa mulu. Kamu enggak gila kan?” tanyaku karena penasaran sambil tetap berjalan keluar apartemen.

Di dalam lift pun Kinan masih saja tertawa sambil menutup mulutnya. Bahkan orang-orang juga ikut tertawa hingga kami keluar dari lift.

Aku yang penasaran pun menghadap dan meletakkan tanganku ke kening Kinan lalu ke bokongku.

“Panasnya sama kok, jangan-jangan ....” Tatapanku seolah-olah ketakutan dengan Kinan.

“Dasar, kamu pikir jidatku sama dengan bokongmu, huh!” Kinan berkacak pinggang sambil melotot kearahku.

Aku terkekeh melihat tingkah lucu Kinan jika sedang marah. Lalu tiba-tiba saja dia mendekatiku sambil tersenyum. Senyum yang sudah aku hafal.

“Kamu mau tahu enggak apa yang aku dan orang-orang tertawakan dari tadi?” tanya Kinan berbisik membuatku tambah penasaran.

Aku mengangguk dan memasang telinga baik-baik. Namun, setelah aku mendengar bisikannya, seketika itu juga aku malu. Pantas saja orang-orang tertawa sejak tadi. Ternyata mereka menertawaiku.

“Aku balas kamu Nan,” ucapku sebelum berlari masuk ke dalam lift.

Malu. Itulah yang kurasakan sekarang. Aku memukul pelan kepalaku karena kesal. Bisa-bisanya sepatu yang dipakai salah sebelah. Untung saja tidak banyak orang di lift tadi, hanya sekitar 5 orang denganku dan juga Kinan.

“Sudah hampir telat, aku harus cepat,” ujarku sendiri sambil berlari ke apartemen untuk mengganti sepatu.

Selesai mengganti sepatu, aku bergegas turun dengan lift yang sama. Ternyata Kinan sudah menunggu di luar.

Plak.

Kupukul bahu kirinya karena kesal.

“Aduh Han, sakit tau,” rajuk Kinan padaku.

“Kenapa sudah di bawah baru kasih tau? Kamu sengaja kan?!” cerocosku padanya.

“Biar lucu aja Han, lagian dapat pahala kalau bikin ketawa orang pagi-pagi.” Jawaban polos Kinan membuatku melongo.

“Ih, pakai acara bengong segala, ayo jalan deh. Nanti kalau telat, kita dimarahin sama bos. Bos baru katanya galak,” adu Kinan sambil menarik tanganku.

Sedikit berlari mengikuti langkah Kinan, kujawab perkataannya. “Tenang, nanti aku galakin balik dia.”

Perjalanan kami menuju restoran tidaklah jauh. Cukup berjalan kaki selama 10 menit saja. Hitung-hitung berolahraga sebelum bergulat dengan teflon dan peralatan memasak yang lainnya.

“Han, keren kali bisa dapat pacar pakai mobil mahal kayak gitu,” tunjuk Kinan dengan mulutnya.

Aku melihat mobil yang sedang melaju di sebarang jalan. Sebuah mobil keluaran terbaru yang tak mungkin kubeli. Mendengar harganya saja sudah membuatku spot jantung, apalagi memilikinya.

“Jangan mengkhayal, lagian mana ada pria tampan yang ...,” ucapku terputus ketika kurasakan pegangan Kinan terlepas.

“Aaaa. Aduh, basah kan! “teriak Kinan mengibas-ngibas pakaiannya yang terkena cipratan air saat mobil berwarna hitam tadi melewati kami.

“Hei, stop!” teriakku pada pengemudi mobil itu.

“Kurang ajar,” lanjutku sambil mengambil ancang-ancang untuk mengejar mobil itu.

Gila. Terserah kalian mau bilang aku seperti itu. Yang jelas, pengemudi tak tahu adat itu sudah membuat pakaian sahabatku kotor dan basah.

“Han!” Teriakan Kinan pun tak kuhiraukan lagi.

Untung saja aku sudah biasa berlari jadi tak butuh waktu lama lariku berhenti tepat di belakang mobil mewah itu.

Namun, aku terdiam sebentar karena mobil ini berhenti tepat di depan restoran tempat kerjaku.

Untuk apa dia ke sini sepagi ini? Apa ingin makan di sini? Wah sepertinya pria ini benar-benar buta.

Aku menelisik dari ujung kepala hingga kaki ketika pria itu berdiri memunggungiku.

“Heh, kamu!” tunjukku pada punggung pria yang baru saja keluar dari mobilnya.

“Saya?” tanya pria yang berjas itu berbalik menghadapi.

Tanganku gatal ingin langsung menampar wajah polos pria sok tidak bersalah.

“Ya, kamu harus bertanggung jawab.”

“For?”

Aku menatap mata pria itu dengan garang. Sok inggris, ini di Bali bukan di Inggris. Walaupun sebenarnya tampang pria ini tampan dan ke barat-baratan.

“Kamu sudah mengotori pakaianku dan temanku,” jawabku masih dengan nada geram.

“So?”

Apa dia bilang? Apa dia buta atau pura-pura tidak tahu? Lama-lama bisa gila aku kalau bertemu pria seperti dia setiap hari.

“Aku minta ganti rugi,” jawabku menadahkan tangan padanya.

“Saya tidak mau, itu kesalahan kalian berdua bukan salah saya,” jawab pria sinting itu dengan nada dingin dan tidak peduli.

“Apa! Itu salah kamu. Apa matamu buta tidak lihat ada genangan air di samping?” Aku tidak bisa menahan diri lagi untuk marah. Jika saja ada orang lain, pasti mereka bisa melihat wajahku yang memerah.

Tiba-tiba kurasakan tanganku ditarik paksa oleh Kinan yang baru saja tiba. Namun, bukan Hana namanya jika tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya.

“Udah Han, malu diliat orang,” ucap Kinan masih dengan menarikku menjauhi pria sok keren itu.

“Enggak bisa gitu dong Nan, kamu lihat kan baju kita basah begini,” jawabku sedikit judes padanya.

Sebenarnya hanya baju Kinan yang basah, sedangkan bajuku terkena cipratan air saja.

“Ayo, nanti kita telat loh,” tarik Kinan paksa.

“Tunggu,” ucapku melepas tarikan Kinan.

Aku tidak peduli pada Kinan yang masih meneriaki namaku. Aku pun mengambil botol air di tas ransel dan melangkah ke arah pria itu. Sesampai di depannya dengan secepat kilat kutumpahkan air di jas mahal itu hingga basah.

“Apa-apaan Anda!” teriak pria itu tak terima.

“Ini, balasan yang setimpal untuk orang yang enggak mau bertanggung jawab seperti Anda sir,” senyumku meremehkannya.

Aku tidak peduli dengan wajahnya yang berubah marah. Orang seperti dia pantas mendapatkannya.

Aku berjalan menyusul Kinan yang terdiam melihat perlakuanku. Entah kaget karena aku berani terhadap orang asing atau takut karena tatapan tajam dari pria itu. Bodo amat, yang penting aku sudah membalasnya.

“Ayo Nan, nanti kita terlambat,” ucapku tersenyum lembut dan melewati Kinan menuju belakang restoran.