PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Labirin Duka

Labirin Duka

Penulis:Altari

Berlangsung

Pengantar
Cerita cinta yang kerap kali disandingkan dengan kata mendua. Bukan alasan, jika mengaitkan orang tua sebagai dalang dari terjadinya perselingkuhan itu. Cerita cinta yang mengisahkan tentang perselingkuhan. Ketulusan cinta dua insan antara Aska Adhitama dan Nadhira Falisha harus terhenti karena begitu banyaknya konflik yang terjadi jauh sebelum mereka kenal satu sama lain. Ada banyak perselingkuhan yang terjadi di dunia ini. Lantas, perselingkuhan seperti apa yang terjadi di dalam kisah Aska dan Falisha? Siapa sebenarnya yang patut di katakana sebagai korban?
Buka▼
Bab

Bab 1

Undangan Pernikahan

Besok gerimis berpetir. Begitulah Google meramalkan cuaca esok hari, pada tanggal 12 Maret 2019. Di mana hari esok bertepatan dengan satu bulan menghilangnya Nadhira Falisha, pacarku.

Bermuram durja selama satu bulan ini karena menanti kedatangan kekasih.

Aku letakan lagi ponsel di atas kasur. Tidak ada panggilan masuk ataupun pesan teks dari Falisha sejak satu bulan lalu. Ku tapakkan kedua kaki ini di atas lantai yang terasa dingin. Lalu berjalan mendekati jendela yang berada di samping ranjang.

Aku membuka tirai yang berwarna abu-abu, warna kesukaanku. Saat membuka jendela, hangatnya sinar mentari pagi dapat ku rasakan. Tapi, hati ini masih saja dingin.

Nada dering pesan masuk

Aku menoleh ke arah ponsel yang ku letakkan di atas kasur. Setiap ponsel berbunyi, aku selalu berharap bahwa itu dari Falisha. Benar saja, saat ku lihat layar ponselku, nama Falisha kini berada lagi di jajaran atas kolom chatting ku.

Falisha: Aska, aku tunggu kamu di Kafe biasa pukul 10 pagi ini.

Aku mengembangkan bibir yang manis kala membaca isi pesan dari Falisha. Meski banyak sekali pertanyaan yang membutuhkan jawaban dari Falisha, aku akan mencoba meredam emosiku yang terkalahkan oleh rindu yang tak bisa ku bendung lagi pada wanita yang sangat ku cintai ini.

Jam dinding di kamarku menunjukkan pukul 9 pagi. Tak butuh waktu lama, aku menuju kamar mandi dengan hati yang gembira. Akhirnya, Falisha menghubungiku. Bisikku dalam hati. Lima menit kemudian, aku keluar dari kamar mandi. Selanjutnya, aku membuka lemari dan mencari pakaian yang nyaman, juga membuat Falisha senang ketika melihatku.

Aku mengenakan celana jeans dan kaos putih. Falisha pernah mengatakan bahwa ia suka melihatku mengenakan kaos berwarna putih. Aku bergeser sedikit ke arah cermin yang besar di samping lemari. Ku lihat penampilanku di depan cermin yang memantulkan seluruh tubuhku. “Aku siap bertemu Falisha.”

Wajah semringah yang terpancar di wajah, mengiringi perjalananku menuju Sahira Kafe yang berada di Jalan Gajah Mada, Jakarta. Jalanan pagi hari ini lumayan sepi, hanya butuh 15 menit untuk sampai pada tempat tujuan.

Kafe itu masih sepi, mungkin aku adalah pelanggan pertama yang mendatangi Kafe tersebut. Pelayan Kafe datang menghampiri meja yang aku tempati. “Mau pesan apa, Mas?” tanya pelayan wanita seraya menyodorkan buku menu padaku. Karena Falisha belum datang, aku hanya memesan segelas jus alpukat saja.

Tidak lama kemudian, Falisha datang. Ia semakin cantik dengan rambutnya yang dibiarkan terurai. Tapi, raut wajahnya berbeda. Ia tak membalas senyum yang ku pancarkan dari jauh. Matanya seakan tidak ingin melihatku.

Falisha duduk di depanku. Inci demi inci ku tilik wajahnya. “Ada apa, Falisha?” Tanganku mengelus pipinya yang terlihat memerah saat ku tatap. Falisha hanya diam dan masih bungkam. Rasa kesal dihatiku membara. Ingin rasanya ku gebrak meja untuk meluapkan emosi karena tingkah laku Falisha.

Falisha membuka tas dan mengambil sesuatu. Ia meletakkan sebuah undangan pernikahan di atas meja dan menggesernya ke arahku. “Apa ini?” tanyaku pada Falisha. Ia pun menitahku untuk membacanya.

Tertera jelas di dalam surat undangan itu nama Nadhira Falisha. Ku baca lagi bawahnya yang terdapat nama laki-laki yaitu Arian Praja. Tangan ini bergetar, rasanya jantungku mau copot ketika membaca isi surat undangan itu.

“Apa-apaan ini, Falisha? Apa maksudmu?” sontak emosiku meluap. Aku berdiri seraya menggebrak meja yang berada di hadapanku.

“Te-tenang dulu, Aska. Aku bisa jelaskan semuanya.” Falisha mengerutkan tangannya yang memegang bajuku. Ia melirik sekitar Kafe dan melihat para pelayan menyaksikan kejadian di pagi itu.

“Apa penjelasanmu?” Aku duduk kembali dan mencoba mendengarkan penjelasan Falisha.

Sungguh, kejadian ini bagaikan mimpi buruk. Penjelasan Falisha sangat menyayat hati. Falisha pergi begitu saja setelah menjelaskan alasannya menikah dengan seorang laki-laki yang baru ia kenal selama satu bulan terakhir.

Aku pulang ke rumah dengan gemuruh riuh dalam hati. Hilang fokus dan tidak berdaya mengendarai motor saat hati gundah. Pandanganku kabur ketika air mata ini menggenangi kedua mata. Aku tidak peduli dengan orang-orang yang melihatku menangis sepanjang perjalanan.

Saat lampu merah, aku menyeka wajah dan menghapus air mata di pipi. Aku berada paling depan saat penghentian lampu merah berlangsung. Tak lama kemudian, lampu merah pun sudah berubah menjadi hijau. Saat ku tancap gas motor, tiba-tiba ada mobil yang menerobos lampu merah dan menabrak motor yang ku kendarai.

Aaaaaaa~~~

Semua orang yang berada di jalan raya pun tercengang. Mereka membantuku dan mencoba menghubungi rumah sakit. Aku pun di bawa ke rumah sakit terdekat. Yaitu, RS. Tunas Harapan.

Aku tidak sadarkan diri karena kehilangan banyak darah. Pihak rumah sakit menghubungi keluargaku lewat ponsel yang mereka temukan di saku celana jeansku. Setengah jam setelah pemeriksaan, ibu dan adikku Sarah datang.

Mereka sangat panik dan khawatir dengan keadaanku. Lalu Sarah berinisiatif untuk menghubungi Falisha. Namun, nomornya telah di blokir oleh Falisha.

'Ada apa dengan Falisha?’ tanya Sarah dalam hati. Ia pun menghubungi Raya temannya yang juga teman dari Falisha. Sarah meminta izin pada sang ibunda untuk pergi menemui Raya di kantin rumah sakit.

15 menit kemudian, Raya pun datang. Ia menanyakan hal apa yang ingin Sarah tahu darinya.

“Ray, apa kamu tahu tentang Falisha?”

"Memang nya ada apa sih dengan Falisha?" tanya Raya.

"Ya, aku merasa ada yang Falisha tutupi dari Aska. Dia juga memblokir nomorku,” ujar Sarah.

Raya pun bertanya-tanya dalam hati. Karena yang Raya tahu, Falisha sudah putus dengan Aska.

"Sebentar, Sar. Apa kamu yakin Falisha masih berpacaran dengan Aska?” tanya Raya sembari mengerutkan kedua alisnya.

Raya pun menceritakan kejadian yang sesungguhnya pada Sarah. Yang ia tahu bahwa Falisha tengah dekat dengan seorang laki-laki yang bernama Arian. Bahkan, seminggu lagi mereka akan melangsungkan pernikahan. Raya tahu semua ini setelah ia melihat status yang Falisha pasang di sosial media. Falisha mengaku bahwa ia telah putus dengan Aska. Falisha berfoto mesra dengan Arian sang pujaan hati baru.

Sarah sangat kecewa mendengar penjelasan dari Raya. Ia tidak mengangkat Falisha akan tega membohongi kakaknya.

"Kasihan Aska, selama ini dia berjuang untuk Falisha. Tapi, ia tega melakukan ini pada Aska."

‘Aku harus menemui Falisha.’

Melihat sang kakak yang tergeletak lemas di atas ranjang rumah sakit, Sarah berniat menemui Falisha. Ia merasa ada kejanggalan dalam hubungan Aska dan Falisha. Sang ibunda pun merasa kehilangan sosok Falisha yang selama ini sangat dekat dengan dirinya. Ia pun mempertanyakan keberadaan Falisha saat ini. Sarah tidak berani menceritakan kejadian yang sesungguhnya sebelum Ia bertemu dengan Falisha.

“Sabar ya Bu, Aska pasti segera siuman.” Sarah memeluk sang ibunda seraya melihat Aska lewat kaca rumah sakit di ruang ICU.