PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Office Romance

Office Romance

Penulis:Spylicious

Berlangsung

Pengantar
Demi melepas masa lajang, Yumna rela untuk menghadiri perjodohan yang sudah dirancang oleh saudaranya, tapi siapa sangka lelaki pilihan keluarganya itu adalah salah satu rekan di kantor tempat Yumna bekerja. Sejak dulu, hidup Tsabita Yumna tidak pernah tenang, bekerja satu atap bersama Andi Hamsa adalah neraka baginya. Apalagi hidup satu atap bersama. Dua orang itu selalu berdebat setiap kali ada kesempatan, kalaupun tidak ada bahan ribut, bahan ributnya pasti akan dicari-cari. Yumna di ujung bimbang antara membatalkan atau melanjutkan, semakin lama kedekatannya dengan Andi membuka dunia yang selama ini tidak dia ketahui.
Buka▼
Bab

"Nanti laporannya kirim lewat email aja, Di. Jangan lupa besok lembur."

"Oke, Boss."

Hari minggu biasanya menjadi hari bagi pasangan muda-mudi untuk mengisi hari-hari mereka dengan melakukan kencan. Entah itu nonton bioskop, makan-makan di café atau hanya sekedar jalan-jalan. Asal itu bersama pasangan, minggu pagi akan terasa sangat menyenangkan.

Namun tidak bagi Andi. Setiap hari, setiap jam, setiap menit, dan detik itu adalah sesuatu yang berharga. Tak peduli siang atau malam, hari kerja atau libur, bagi Andi sama saja. Tak ada hari tanpa bekerja.

Andi tak suka pemborosan. Berkat usaha, kerja keras, dan kepelitan yang selama ini digelutinya menjadikan Andi sebagai pria muda single terkaya di kompleks perumahannya. Tanpa membawa embel-embel nama baik sang ayah sebagai koki terkenal di Jakarta, Andi bisa bangkit dan terkenal dengan usahanya sendiri.

"Kerja mulu lo, tetep aja yang tajir mah Rafathar," kata Ethan setengah menyindir saat Andi selesai berbincang dengan atasannya via telepon. "Pantesan lo jadi jomblo abadi, pacarannya sama kejaan mulu."

Andi hanya menanggapi ocehan Ethan dengan senyum mengembang. Dia tak peduli jika Ethan memberinya gelar jomblo abadi, jomblo ngenes, ataupun bujang lapuk, yang terpenting saat ini adalah pemasukannya mengalir lancar.

"Apaan sih pacaran? Di umur segini tuh waktunya sukses, Han. Bukan foya-foya." Andi menjawab.

"Ya, terus lu gak mau nikah gitu? Ntar gue tinggal nikah baru tau rasa lu!"

"Ya Allah, Han. Gak gitu konsepnya. Gue belum siap. Gaji gue belum cukup untuk menafkahi anak gadis orang," jelas Andi kemudian.

"Mau gaji lo naik jadi berapa baru mau menikah? Gaji yang lo dapatkan udah lebih dari cukup untuk menafkahi empat istri sekaligus. Dasar itu mah lo aja yang pelit."

Ucapan rekannya sukses membuat Andi salah tingkah. Pria itu memberikan cengiran yang tak lagi terlihat lucu. Malah terlihat sangat menyebalkan di mata Ethan.

Andi Hamsa, pria berusia 29 tahun itu memang tidak terlalu memikirkan soal pernikahan. Dia memilih untuk fokus berkarir terlebih dahulu. Orang tuanya sudah sering mengingatkan Andi agar segera mencari calon istri. Namun, selalu dia tolak dengan alasan; "Andi mau sugih dulu, ya, Ma."

Padahal seperti kata Ethan, gaji dan penghasilannya sudah terbilang cukup untuk menafkahi empat istri.

"Ya seenggaknya kalo emang gak mau nikah, coba aja kenalan sama cewek mana dulu kek, siapa tau nyaman." Ethan meraih cangkir kopi di meja lalu menyeruputnya pelan, mereka tengah berada di kafe malam ini.

Andi mendesah. Ia tak kuasa mendengar kalimat pada bagian akhir. "Harusnya lo inget kalo gue pernah nyaman juga sama cewek, eh, ujungnya gue tetep ditinggal juga."

Andi berdiri, tas ranselnya turut dibawa. Ethan mendongak.

"Mau ke mana?"

"Mau ke luar."

"Nyari calon mantu buat ortu?"

Andi memutar bola matanya malas. "Bukan. Nyari duit buat nikah," dan dia pun enyah meninggalkan Ethan di kafe begitu saja.

***

Pip!

Suara sensor barcode ID card berbunyi secara bergantian, seirama dengan penggerakan banyaknya manusia yang berbaris memanjang pada bar pengambilan sarapan pagi ini. Salah satu atribut wajib pegawai Prams ialah membawa ID card sebagai senjata mereka menerima jatah sarapan pagi dan makan siang.

Pagi ini aula tampak ramai tidak seperti biasanya. Di hari biasa, para petugas makanan selalu mengeluh karena stok makanan di sana tidak habis. Itu karena para pekerja lebih memilih untuk membawa bekal makanan sendiri dari rumah. Lebih higienis dan bergizi menurut mereka.

Tapi, hal itu tidak berlaku untuk Ethan, pekerja tetap di Prams yang lebih senang sarapan dan makan siang di aula. Hampir setiap hari dia dan rekannya mengunjungi aula untuk menikmati menu-menu sehat yang disediakan. Mulai dari bubur kacang hijau, pisang coklat, ayam bakar, atau roti gandum. Hanya sekali saja Ethan pernah absen makan di aula, itu pun karena kesiangan, sebab pukul 06:30 aula sudah tutup.

"Di, menu makan siang kita hari ini pisang coklat sama roti gandum. Beruntung banget tanggal tua gue." Ethan nyeletuk seraya mengangkat nampan dengan semangat. Andi yang melihatnya hanya bisa geleng kepala.

"Suka piscok ya, lu? Ambil punya gue aja ini," tawar Andi pada Ethan saat keduanya sudah menerima sarapannya, lalu menduduki kursi paling ujung.

Andi tipikal pria yang gak suka pilih-pilih makanan, hanya dua jenis makanan yang tak bisa masuk ke perutnya. Segala olahan pisang dan durian, dua buah itu menurutnya mempunyai aroma yang buruk macam kotoran burung. Ethan selalu menjadi wadah segala makanan yang dibenci Andi. Alhasil, jatah sarapan pria itu bertambah.

"Tapi pisang ini ada coklatnya, Di," kata Ethan setelah Andi memindahkan dua buah pisang coklat pada nampan miliknya. Pisang coklat yang ada di nampan pria itu bertambah jadi empat buah.

"Gue males sama yang manis-manis, Han."

Ethan memutar bola mata dengan malas. Berat badannya pasti akan bertambah lagi hari ini karena Andi terus mengoper makanan miliknya pada pria itu. Ethan Athaya dan Andi Hamsa, dua rekan solid di Prams Corporation, jangankan berbagi makanan, berbagi cewek juga bisa kok.

Ketika sedang asyik menikmati sarapan. Ethan melihat seorang gadis berjilbab hitam membawa nampan berisi menu yang sama dengannya, gadis itu tampak celingukan mencari tempat duduk. Ethan langsung mengangkat tangan dan memanggil namanya, kebetulan ada satu kursi kosong di hadapannya.

Gadis itu membalas lambaian Ethan dengan senyum simpul juga anggukan kecil. Kemudian dia berjalan menuju kursi yang Ethan tunjukkan padanya.

"Tumben sarapan di aula, Na," kata Ethan, gadis bernama lengkap Tsabita Yumna dan paling akrab disapa Yumna itu tersenyum dan meletakkan nampan di meja.

"Kata Bu Hana hari ini menu sarapannya pisang coklat, jadi aku ke sini deh, pisang coklat di sini enak banget."

Bu Hana merupakan karyawan senior yang paling dekat dengan Yumna, hampir semua pegawai di perusahaan tahu itu, dekatnya mereka sudah seperti ibu dan anak.

Mengerti dengan maksud gadis itu, Ethan melihat jumlah pisang coklat di nampan miliknya, pria itu mengambil dua buah pemberian Andi lalu menaruhnya di atas nampan Yumna.

"Buat kamu, biar kenyang," kata Ethan saat Yumna menatapnya penuh tanda tanya. Yumna tercenung beberapa saat, lalu menerima pemberian Ethan dengan suka cita. Tak lupa mengucapkan terima kasih atas pisang cokelat di nampannya yang kini bertambah jumlah menjadi empat.

Mereka makan dengan tenang, sedangkan Andi yang berada di sebelah pria itu langsung menyikut.

"Kok lu kasih dia, sih? Itu pisang kan gue kasih buat lu, Han." Andi protes pada Ethan setengah berbisik.

"Ya 'kan udah lu kasih ke gue, jadi bebas dong mau gue gimanain juga."

"Tapi gak dikasih ke singa betina itu juga kali, Han." Andi tetep ngotot.

Yumna dan Andi, dua manusia yang terkenal paling bar-bar di Prams Corporation. Mereka sering banget debat karena hal-hal kecil, kalaupun gak ada bahan ribut, bahan ributnya tuh dicari-cari.

Sebagai rekan yang baik, Ethan memang sering diwanti-wanti oleh pegawai yang lain untuk mengawasi dua orang tersebut. Untungnya, sejauh ini terpantau belum terjadi adegan baku hantam.

"Yaudah kalo gak ikhlas, gue ambil lagi piscoknya." Saat Ethan hendak mengulurkan tangan, Andi refleks mencegah.

"Gak gitu juga kali! Ah ... udahlah. Udah diambil juga, biarin aja. Biar dia gemuk sekalian," sungut Andi mencoba pasrah, ia melihat Yumna seperti orang yang satu bulan lebih tidak diberi makan.

Pisang coklat dalam nampan gadis itu tersisa dua. Itu berarti dia sudah menghabiskan dua buah pisang coklat ukuran besar kurang dari lima menit.

"Kecil-kecil rakus," kata Andi pelan. Namun, sampai juga ke telinga Yumna.