PopNovel

Baca Buku di PopNovel

ESCAPE

ESCAPE

Penulis:Dreamcatcher

Berlangsung

Pengantar
Diawali dengan perceraian di antara kedua orangtuanya, membuat Ranti yang tadinya tegas dalam menjalani setiap permasalahan hidupnya, berbalik ingin melarikan diri saja. Bersama kekasihnya Kevin, Ranti mencoba menjalani kehidupannya. Namun semua tak seperti yang ia bayangkan, terlebih keadaan menjadi semakin runyam saat Ranti mengetahui ia positif hamil. Bagaimana nasib Ranti selanjutnya? Akankah Kevin bersedia untuk bertanggung jawab?
Buka▼
Bab

Pagi itu di sebuah taman, terlihat sesosok gadis tengah duduk di bangku taman. Gadis itu adalah Ranti dan hari ini adalah ulang tahunnya. Di umur yang menginjak angka 18 tahun kali ini, gadis itu sangat ingin merayakannya bersama kedua orangtuanya. Namun semua yang sedari awal Ranti persiapkan, kini hanya omong kosong belaka. Gadis itu hanya bisa diam menunduk mencoba menahan tangisnya hingga sebuah tangan tiba-tiba membekapnya erat.

Betapa terkejutnya Ranti saat mendapati bahwa seseorang yang memeluknya itu adalah Kevin, kekasihnya. Kevin menyodorkan sebuah buket bunga kepadanya sembari mengucapkan selamat ulang tahun kepada kekasihnya itu. Rantipun tak sanggup menahan tangisnya hingga tangis itu pecah menjadi haru. Di dekapnya pemuda itu sembari mengucapkan terimakasih.

“Tadinya aku datang ke rumahmu, tapi adikmu bilang kau tidak ada dirumah,” ujar Kevin yang kemudian ditanggapi oleh Ranti dengan sedikit tersenyum.

Namun senyuman itu bukanlah senyum kebahagiaan, melainkan senyum yang dipaksakan. Kevin tau apa yang terjadi dengan kekasihnya itu, dengan senyum lebarnya, pemuda itu menarik lengan Ranti untuk ikut dengannya. Ranti hanya diam mengikuti, sedari tadi gadis itu tak mengatakan apa-apa.

“Karena hari ini ulang tahunmu, aku akan membuatmu serasa menjadi seorang ratu sejagat dalam sehari,” ujar Kevin dengan antusiasnya membuat Ranti benar-benar tertawa setelahnya.

Dan seharian inipun mereka menghabiskan waktu bersama dengan pergi nonton ke bioskop, pergi berbelanja, bahkan Kevin mentraktir Ranti makan di restoran yang terbilang cukup mahal. Memang mudah bagi Kevin untuk menghambur-hamburkan uangnya. Terlebih anak itu adalah anak orang kaya yang memang hidup bergelimpangan harta. Entah Ranti harus merasa bersyukur atau tidak karena sejujurnya Ranti kurang merasa nyaman jika pemuda itu terus saja menghamburkan uang untuk dirinya. Memang pada akhirnya Ranti tetap saja akan merasa senang, bahkan gadis itu tidak bisa menolak pemberian Kevin atau bisa saja pemuda itu akan marah padanya.

“Bagaimana? Apa kau sekarang merasa lebih baik?” tanya Kevin sembari menatap Ranti dengan tatapan penuh harap.

“Iya, aku merasa lebih baik karenamu,” jawab Ranti membuat Kevin merasa lega mendengarnya.

“Tapi kenapa kau tidak mengangkat panggilanku pagi tadi?” tanya Kevin membuat Ranti tersedak karenanya dan dengan sigap Kevin menyodorkan segelas air kepada gadis itu.

“Soal itu, memang aku tak sengaja meninggalkan ponselku dirumah,” jawab Ranti dengan sesekali menepuk-nepuk dadanya sehabis minum.

“Apa orangtuamu bertengkar lagi tadi pagi?” dengan hati-hati Kevin bertanya dan Ranti pun mengangguk dan kembali merasa sedih.

“Sepertinya mereka akan segera bercerai,” ucap Ratih dengan sesekali mengelap air matanya yang mulai membasahi wajah.

Kevin dengan inisatifnya sendiri mendekati kekasihnya itu, sesekali Kevin menghapus air mata Ranti dengan tangannya sendiri, pemuda itu juga membekap kekasihnya ke dalam pelukan. Sesekali Kevin berujar menyemangati Ranti agar gadis itu tetap sabar dan tabah, bagaimanapun juga untuk kedepannya pemuda itu yakin jika Ranti akan baik-baik saja walaupun mungkin kedua orangtua Ranti akan bercerai.

.

Malam harinya, Ranti diantar pulang sampai kerumah oleh Kevin. Dipandanginya punggung pemuda itu yang perlahan-lahan menjauh. Memang rumah antara Ranti dan Kevin tidak begitu jauh, hanya berbeda beberapa gang saja, jadi sudah biasa jika Kevin secara tiba-tiba datang menjemputnya.

Keadaan rumah dirasa sepi setelah Ranti menutup pintu secara perlahan. Ia berharap jika seisi rumah sudah tertidur, karena gadis itu takut dimarahi setelah pulang larut malam. Namun matanya secara tiba-tiba teralihkan pada banyaknya pecahan kaca yang tersebar kemana-mana dan Ranti yakin jika pecahan itu berasal dari guci milik Ibunya yang memang sebelumnya utuh disudut ruangan.

“Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Ranti sedikit berbisik.

Gadis itupun memutuskan untuk tidak menghiraukan dan bergegas masuk ke kamarnya. Di tutup nya pintu kamar dengan sangat berhati-hati lalu ia bergegas menguncinya. Diraihnya sebuah ponsel miliknya yang sedari tadi tergeletak di atas kasur dan betapa terkejutnya gadis itu mendapati banyaknya panggilan masuk dari nomor ponsel milik adiknya, selain panggilan dari Kevin tentunya.

Rantipun mencoba menghubungi Lisa adiknya, namun tak ada jawaban. Ranti kemudian beralih memeriksa pesan masuk yang tentu saja sesuai dengan apa yang ia bayangkan jika ada banyak sekali pesan masuk yang datang dari adiknya. Pesan itu mengatakan jika Ayah dan Ibunya bertengkar hebat lagi hari ini dan hal itu membuat Ibunya harus masuk rumah sakit. Dengan bergegas Ranti menuruni tangga dan berlarian keluar rumah menuju jalanan besar. Gadis itupun segera mencari pengendara ojek yang kebetulan lewat dan untungnya tanpa waktu lama, gadis itu menemukannya.

“Mau kemana Neng?” tanya Abang ojek yang menyodorkan helm kepada Ranti.

“Tolong Bang, kerumah sakit ini ya,” jawab Ranti yang langsung menaiki motor dengan keadaan yang tergesa-gesa.

Tanpa tanya lagi, Abang ojek sudah paham kenapa Ratih terlihat sangat tergesa-gesa karena bisa jadi ini adalah keadaan yang darurat. Dengan melajukan kendaraannya, mereka melesat menuju rumah sakit dimana Ibu Ranti tengah dirawat.

Hanya butuh waktu 15 menit, Ranti sampai di rumah sakit. Dan setelah gadis itu membayar ongkos ojeknya, ia berlarian di koridor rumah sakit dengan sesekali tetap mencoba menghubungi Lisa. Namun nihil, adiknya tak pernah mengangkat panggilannya. Sesekali gadis itu juga bertanya kepada beberapa perawat yang ia temui, bertanya sekiranya mereka tau dimana Ibunya dirawat.

Tiba-tiba saja lututnya terasa begitu lemas saat ia dengan kedua mata kepalanya, melihat adiknya tengah menangis sesenggukan disebuah bangku yang menghadap pada sebuah ruangan bertuliskan ruang operasi. Dengan keadaan jantung yang masih berdebar, Ranti menghampiri adiknya. Setelah melihat kakaknya tiba, Lisa kembali menangis dengan histerisnya kemudian menampar Ranti tepat diwajahnya.

“Kau kemana saja hah?” teriak Lisa membuat Ranti hanya memegangi wajahnya yang terasa panas setelah mendapatkan tamparan dari adiknya.

Ranti pun berusaha untuk membuat Lisa tenang lebih dahulu, bahkan ia tak bisa lagi untuk ikut menangis. Dengan perlahan, Ranti bertanya kepada adiknya bagaimana bisa Ibu mereka sampai harus masuk rumah sakit. Lalu Lisa menjelaskan jika kedua orangtuanya mulai bertengkar tanpa tau apa penyebabnya, kemudian Lisa mendengar suara pecahan yang dibuat oleh Ibunya dengan cara melempar guci ke lantai hingga pecahannya tersebar kesembarang arah. Tanpa bisa dihentikan, Ibunya mengambil pecahan tersebut dan menyayat pergelangan tangannya sendiri.

Entah untuk keberapa kalinya Ranti merasa terkejut dengan apa yang terjadi, apalagi setelah mendengar penjelasan dari adiknya barusan. Ranti benar-benar merasa kesal akan dirinya sendiri dan membayangkan jika saja ia tadi membawa ponselnya, mungkin semua ini tak akan terjadi. Lalu dengan perasaan khawatir, Ranti ikut menunggu bersama Lisa dengan senantiasa berdoa semoga Ibu mereka akan baik-baik saja.

“Lalu dimana Ayah?” tanya Ranti yang teringat akan Ayahnya dan dijawab hanya dengan gelengan kepala singkat oleh adiknya.

“Sebelum Ibu mencoba untuk menyayat pergelangan tangannya, Ayah sudah lebih dulu keluar dari rumah,” jawab Lisa dengan sesekali menahan tangisnya

“Kau tidak mencoba menghubungi Ayah?” tanya Ranti lagi.

“Aku sudah mencobanya, namun tak ada yang menjawabku hingga aku kehabisan baterai,” ucap Lisa sembari memperlihatkan keadaan ponselnya yang telah mati total.

Sekarang Ranti mengerti kenapa ia tak bisa menghubungi adiknya sedari tadi dan sudah terbayangkan olehnya jika Lisa pasti merasa sangat ketakutan karena kejadian ini terjadi secara tiba-tiba. Kemudian dilihatnya dari kejauhan, seorang pria datang menghampiri mereka , pria itu adalah Paman mereka yang diketahui telah membantu Lisa membawa Ibunya ke rumah sakit.

“Ranti, bisa kau coba untuk hubungi Ayahmu? Ayahmu harus tau keadaan Ibumu sekarang. Kau juga tau jika Paman sudah lama sekali tidak berkomunikasi lagi dengan Ayahmu. Terlebih lagi tadi Lisa kehabisan baterai, jadi Paman tidak bisa menyimpan nomornya,” ujar Paman Adi membuat Ranti mengangguk paham.

“Iya Paman,” dengan berjalan sedikit menjauh, Ranti mencoba menghubungi Ayahnya namun panggilannya tak juga diangkat sama seperti yang Lisa alami.

“Paman sudah membayar semua biaya berobat Ibumu, semoga ia lekas sembuh,” ujar Pamannya kepada Lisa membuat Lisa sedikit menghela nafas lega

Sesaat kemudian, dilihatnya seorang dokter keluar dari ruang operasi. Dokter tersebut pun mencari-cari keberadaan keluarga dari Ibu Laila yang adalah nama Ibu mereka. Dokter mengatakan jika pendarahan yang dialami Ibu mereka sudah dihentikan dan rumah sakit sama sekali tidak kehabisan persediaan darah untuk didonorkan. Sesegera mungkin Ibu mereka akan dipindahkan keruangan ICU baru jika keadaannya semakin membaik, Ibu mereka akan dipindahkan lagi keruangan rawat inap. Kali ini Lisa dan Ranti pun merasa benar-benar lega dan mereka tak hentinya mengucap syukur setelahnya.

.

Keesokan harinya, Lisa bergegas mengemasi barang-barang yang ia dan Ibunya perlukan agar ia bisa merawat Ibunya di rumah sakit. Padahal gadis itu harus tetap pergi ke sekolah. Hal itu pun membuat Ranti harus menghentikan niat adiknya itu.

“Biar aku saja yang merawat Ibu di rumah sakit, kau harus tetap pergi ke sekolah,” ucap Ranti membuat Lisa mendengus kesal saat mendengarnya.

“Aku tak akan biarkan Ibu bersamamu. Bagaimana bisa aku mempercayakan Ibu padamu yang secara tiba-tiba kemarin malah menghilang entah kemana,” ujar Lisa membuat Ranti juga ikut merasa kesal setelahnya.

“Aku tau aku salah, jadi maafkan aku,” ucap Ranti mencoba untuk mengalah.

“Harusnya kau minta maaf pada Ibu, coba saja kalau kemarin kau mau mengangkat panggilanku, mungkin Ibu tak harus masuk rumah sakit,” kali ini Ranti benar-benar merasa telinganya panas akan omelan yang Lisa lontarkan.

“Ponselku ketinggalan dan aku bukannya sengaja meninggalkannya,” ucap Ranti masih mencoba menjelaskan.

“Aku tau jika kemarin kau keluar bersama kekasihmu itu, Kak Kevin. Pagi-pagi sekali dia sudah mencarimu kerumah dan sudah pasti kau sengaja meninggalkan ponselmu agar tidak ada yang bisa mengganggu kalian,” kali ini Ratih tak tahan dengan ucapan Lisa barusan, membuatnya tanpa sadar menampar wajah Lisa hingga meninggalkan bekas kemerahan.

“Beraninya kau bicara seperti itu padahal kau tak tau apa yang terjadi. Pokoknya kau harus tetap pergi ke sekolah, kalau sampai aku tau kau membolos, aku tak akan segan-segan menghukum mu,” kali ini Ranti tak lagi bisa mengontrol emosinya hingga membanting pintu kamar Lisa dengan kerasnya membuat adiknya berteriak kesetanan.

Dengan langkah kaki yang dihentak-hentakkan, Ranti bergegas turun kebawah dan membersihkan sisa pecahan guci yang berserakan dimana-mana. Bahkan gadis itu juga membersihkan beberapa tetes darah yang mengotori lantai hingga tiba-tiba saja ia mendengar suara langkah kaki mendekat dan Ranti tau itu mungkin saja suara langkah kaki milik Lisa. Namun gadis itu salah karena langkah kaki itu adalah langkah kaki milik Ayahnya yang datang sembari menatap Ranti dengan bingungnya.

“Ada apa ini?” tanya Ayahnya namun Ranti tak berniat untuk menjawab.

“Oh, Ayah sudah pulang?” kali ini hanya Lisa yang terlihat menyambut kedatangan Ayahnya.

Namun mimik wajah Lisa tak terlihat senang, lalu dengan penuh amarahnya, gadis itu berteriak pada Ayahnya dengan melayangkan beberapa pertanyaan secara bertubi-tubi. Bahkan lambat laun gadis itu terlihat mulai menangis entah untuk keberapa kalinya.

“Semua ini karena Ayah. Ayah egois membuat Ibu berusaha untuk bunuh diri,” amarah itu sedari tadinya sudah menumpuk di dalam hatinya dan akhirnya kini Lisa bisa ungkapkan kepada Ayahnya.

“Apa maksudmu dengan bunuh diri?” tanya Ayahnya lagi.

Dengan melayangkan beberapa pukulan, Lisa meluapkan semua emosinya. Sedangkan Ranti sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi, gadis itu tetap berulang kali membersihkan noda darah yang berceceran hingga lantai itu terlihat bersih tanpa noda. Namun ketika Ranti hendak membuang serpihan kaca keluar rumah, Ranti sadar akan sesuatu. Ia sadar jika Ayahnya tak hanya pulang kerumah sendirian tapi Ranti juga mendapati jika Ayahnya membawa seorang wanita yang kini tengah berdiri di depan pintu dengan senyum yang terlihat ramah kepadanya.

“Ayah, siapa wanita ini?” tanya Ranti membuat seluruh mata tertuju pada wanita itu.

“Oh iya perkenalkan, wanita ini adalah Tante Imelda dan Ayah pikir sudah waktunya kalian Ayah perkenalkan dengan Tante Imelda,” jawab Ayahnya membuat Ranti membelalakkan matanya dan memperhatikan wanita itu dari ujung kaki hingga ujung kepala.

“Apa maksudnya?” tanya Ranti yang tak mengenti.

“Ayah selingkuh”

... To be continued ...