PopNovel

Baca Buku di PopNovel

ZERRINSHA

ZERRINSHA

Penulis:Riri Literasi

Berlangsung

Pengantar
Seorang gadis berumur 16 tahun mengalami kehidupan yang sangat berantakan. Suka bikin ulah, keras kepala, jail tidak katulungan, jangan lupa dia suka bergaul dengan pria dan hanya ada beberapa wanita di antaranya. Gadis ini bisa dibilang kurang didikan dari orang tuanya. Karena orang tua gadis itu lebih mementingkan anak bungsunya dan pekerjaan mereka. Gadis ini beragama Islam. Tapi kelakuannya tidak mencerminkan seorang muslim. Tidak shalat, tidak mengaji dan suka membangkang pada seseorang yang umurnya lebih tua darinya. Orang bilang, gadis ini tidak akan pernah berubah meskipun dia di kirim ke pesantren sekalipun. Tapi suatu keajaiban yang tidak terduga. Allah mengirim seseorang untuk merubah sikap dari gadis itu. Apakah seseorang tersebut berhasil merubahnya? Kalau pun berubah, apakah gadis itu sanggup menghadapi ujian kehidupannya nanti?
Buka▼
Bab

Matahari mulai terbit menyinari alam semesta yang begitu indah untuk dipandang mata. Di tambah angin sepoi-sepoi yang menyentuh kulit membuat siapa saja sejuk dibuatnya.

"Ngutang dulu ya Mang, besok gue bayar," ujar seorang gadis memakai baju sekolahan, tak lupa rambut yang ia kepang menjadi satu.

Sebut saja namanya Zerrin Shahira, atau bisa dipanggil dengan sebutan Zira. Gadis cantik dengan mata yang indah, pipi tirus, ditambah bibir tipis merah ranum membuat siapa saja terpana melihatnya. Mungkin sebagian orang mengira Zira itu sopan, baik hati, mempunyai atitude yang bagus seperti wajahnya yang memancarkan aura positif.

Itu salah besar kawan, tapi dia orangnya....

"Ngutang mulu, Neng. Yang kemarin juga belum dibayar," keluh seorang tukang dagang bakso, bisa dipanggil dengan Pak Muslih, yang  setiap hari nangkring di pinggir jalan, tak jauh dari sekolah nya Zira.

Zira yang tengah mengupil lantas berdiri, ia menggebrak meja menimbulkan suara dentuman yang begitu keras. Sampai-sampai kuah bakso pun berceceran di atas meja.

"Lo berani sama gue, hah?! Gue cuman ngutang dua puluh empat ribu lo sampai nagih-nagih?"

Laki-laki berpakaian lusuh itu hanya diam. Dia sudah terbiasa menerima kemarahan dan penghinaan dari Zira. Entah itu gara-gara bakso yang dibuatnya tidak enak atau saat dia menagih hutang.

Melihat lawan bicaranya hanya diam, Zira tersulut emosi. "Meskipun suka ngutang, gue bakalan bayar! Asal lo tau gue bukan orang miskin yang kalau ngutang sampai berbulan-bulan."  Mata Zira mendelik, ia menyampirkan tas sekolah berwarna hitam itu ke tangan kanannya.

"Besok gue bayar!" Kaki Zira mulai melangkah. Tapi ia berbalik dan menghampiri Pak Muslih dengan tatapan tajam.

"Kalau sampai lo nagih hutang gue lagi, awas aja lo! Gue hancurin nih, gerobak!"

Pak Muslih tidak banyak bicara, ia memilih diam daripada menghadapi Zira yang notabenenya anak orang kaya. Sedangkan dia? Dia hanya seorang laki-laki biasa mempunya keluarga kecil dengan hidup yang berkecukupan. Di jaman sekarang, orang kayak bisa melakukan hal sesuka hati pada orang yang miskin. Maka dari itu Pak Muslih tidak mau berurusan dengan Zira.

Setelah itu Zira pun pergi meninggalkan tempat makan tersebut.

"Ya Allah, berilah anak itu Hidayah–Mu. Aamiin...."

**********

"Zira!" Seorang laki-laki berlari kecil menghampiri Zira dengan senyum manisnya.

"Ada apa?" tanya Zira.

Laki-laki itu memberikan satu bungkus coklat dengan pita merah yang sangat indah menghiasi coklat tersebut.

Mata gadis itu berbinar, ia mengambil coklat itu dan langsung membuka bungkusnya. Tanpa aba-aba Zira langsung memakannya dengan sangat lahap. Gadis ini memang begitu menyukai coklat, setiap makanan yang berbahan dasar coklat pasti ia akan membelinya.

"Makasih Rayen, ganteng." Zira mencubit pipi laki-laki itu dengan gemas, membuat laki-laki itu terkekeh pelan.

Rayen Rayendra, laki-laki tampan dengan sejuta pesonanya bisa membuat siapa saja terpana dibuatnya. Rayen, mempunyai sikap yang sopan, tutur kata yang bagus, dan murah senyum ke semua orang tidak seperti Zira yang berbeda sekali dari pacarnya itu.

Pacar? Ya, Zira mempunyai hubungan khusus dengan Rayen. Sudah hampir 6 bulan mereka berpacaran.

Banyak yang iri, terutama para wanita yang sebenarnya tidak rela Rayen yang notabenenya anak baik-baik terpikat dengan anak kurang akhlak. Tapi ya, mau gimana lagi, mereka saling mencintai.

"Sama-sama, cantik," goda Rayen. Ia menjuil hidung mancung Zira.

Memang semua orang menganggap bahwa Zira ini galak, kelakuannya bak preman. Tapi di mata Rayen Zira seorang gadis yang bersikap seperti anak kecil.

Yaudah yuk, aku anter ke kelas bel sebentar lagi bunyi," ajak Rayen. Ia mengapit tangan Zira dan membawanya menuju kelas.

*****

Kelas IPA

"Sekarang buka buku halaman 56, kerjakan soalnya dari nomer satu sampai 20. Harus beres hari ini juga." Seorang wanita dengan kacamata bertengger di hidungnya berdiri tegap dengan kedua tangan yang ia lipat di depan dada.

"Buset dah, Bu Rik. Banyak sekali, bisa-bisa otak gue ngebul," keluh Zira.

"Zira!" Bu Rika melayangkan tatapan tajamnya pada Zira. Ia melangkahkan kakinya mendekati anak muridnya itu.

Zira menatap Bu Rika dengan tatapan polosnya."Iya ada apa? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Zira sambil mengedipkan matanya beberapa kali.

"Kamu jadi anak gak ada sopan santunnya ya! Kapan kamu berubah, hah?!" Bukan satu atau dua kali Bu Rika memarahi Zira, ini kesekian kalinya Bu Rika mengulangi pertanyaan tersebut. Tapi tidak pernah di jawab pun oleh Zira.

"Jawab Zerrin!"

"Udah saya bilang, jangan panggil saya Zerrin! Nama saya Zira Bu, Zira," ujar Zira dengan kesal, ia sama sekali tidak menyukai ada seseorang yang memanggil dirinya dengan sebutan Zerrin.

Wanita setengah baya itu tidak memperdulikan ocehan Zira. Ia sudah sangat sabar menghadapi Zira. Tapi sekarang tidak lagi.

"Besok, saya akan panggil kedua orang tua kamu untuk datang ke sekolah. Saya janji, saya akan melaporkan kelakuanmu selama ini! Inget itu!"

Gadis itu memutar bola matanya malas. Dia menjamin kedua orang tuanya tidak akan datang, kedua orang tuannya bakal memilih menyelesaikan pekerjaannya daripada pergi ke sekolah.

"Gitu aja terus. Ngirim surat ke orang tua saya, untuk apa? Biar datang? Enggak akan. Udah berapa kali ibu nyruuh kedua orang tua saya buat ke sekolah? Pasti sudah beberapa kali kan? Buang-buang kertas saja," oceh Zira tanpa berhenti.

Bu Rika tersenyum semirik. "Iya memang. Tapi saya akan lakukan dengan cara yang berbeda, kita lihat aja besok.

Zira manggut-manggut merasa ditantangin sama gurunya. "Terserahlah." Hanya satu kata Zira mengakhiri pembicaraan yang menurutnya tidak berfaedah itu.

Bu Rika menghela napas panjang. Semua guru harus mempunyai ekstra sabar menghadapi Zira. Tingkahnya yang susah diatur, membuat siapa saja lelah berhadapan dengan gadis cantik itu.

"Sekarang kerjakan soal matematikanya. Sampe selesai," titah Bu Rika.

"Hmm, iya Bu."

Bu Rika pun duduk kembali di kursi depannya. Zira mengembuskan napas kasar. Ya meski bandel, ia masih ada sisi positifnya, Zira suka mengerjakan tugasnya tepat waktu.

Merasa diperhatikan Zira menatap satu persatu teman-temannya yang sedari tadi menguping pembicaraan antara dirinya dan Bu Rika.

"Apa kalian semua lihat-lihat gue! Gue colok juga tuh, mata!"

Mereka langsung kicep, dan buru-buru menyibukkan diri sebelum Zira melakukan hal yang tidak-tidak.

Sebenernya jantung Zira sedari tadi deg-degan. Dia sangat mewanti-wanti, takut kedua orang tuanya datang. Karena selama ini mereka tidak mengetahui kelakuan Zira yang sangat tidak pantas dijadikan contoh untuk semua orang. Tapi kita lihat saja besok apakah orang tua akan datang? Atau Zira akan mencegahnya?