PopNovel

Baca Buku di PopNovel

GHOSTING LOVE, CEO

GHOSTING LOVE, CEO

Penulis:Angl Lin H

Berlangsung

Pengantar
Tanggal 13 Februari,awal pertemuanku dengan lelaki narsis itu,Aidan Prakoso. Lelaki yang memberiku 3 airmata : Air mata cinta Air mata duka Air mata bahagia Juanda, adalah saksi mati pertemuan pertamaku dengannya dan juga pertemuan terakhirku. Hubungan yang terjalin antara Aidan, seorang CEO salah satu perusahaan dengan Amaira seorang putri pasangan dokter dan apoteker ini harus berujung derita. Bagaimana tidak? Setelah Amaira mengandung, Aidan tiba-tiba menghilang tanpa jejak selama lima tahun. Karena sebuah tragedy yang dialami oleh Aidan ia harus berpisah dengan Amaira. Namun ketika waktu mempertemukan mereka kembali hati Amaira sudah terlanjur hancur. Akankah Amaira menerima Aidan kembali setelah semua derita yang dialami selama bertahun-tahun?
Buka▼
Bab

"Ra!buruan!" teriakan Chika melambai dari kejauhan. Hari ini adalah saatnya aku kembali ke Jakarta setelah menghabiskan liburan selama dua minggu. Liburan semester dan cuti  bulan ku kali ini memang sebuah keberuntungan, karena datang bersamaan. ‘I’m Happy’ itulah dialog hatiku.

Ada yang aneh bagiku, saat ini. Entah mengapa aku merasa akan mendapat kesialan. Hari ini aku bangun terlambat, hingga membuatku melakukan semua aktivitas serba terburu-buru. Mandi? No way! Aku nggak sempat. Hanya mencuci muka dan menggosok gigi.

BRUKKK. Benar, kan? “Oughh, sakit.” Aku menjerit kesakitan sembari mengusap bokongku. Tidak sampai di situ, kepalaku terasa sakit akibat tubrukan tadi. Hal terburu-buru itu membuatku lalai, tidak memperhatikan jalan di hadapanku, tepatnya lantai lobi bandara Juanda. Aku harus memeriksa backpack ku untuk mencari KTP ku,hasilnya sekarang aku harus menderita karena bertabrakan dengan seseorang.

“Apa, kamu baik-baik saja?” suara berat itu menyapaku dengan sebuah pertanyaan. Aku melihat tangannya menjulur tepat di depan wajahku. Namun bukannya menyambut ulurannya, aku malah fokus menyisir tubuh tinggi yang sedikit membungkuk itu.  'Oh ya Tuhan, artis korea dari mana coba ini? Nyasar kali ya? Udah cakep, suaranya seksi lagi' pikirku menerawang.

“Hei, Nona, apa kamu baik-baik saja?” lelaki itu bertanya sekali lagi. Kali ini pertanyaan yang ke dua ini berhasil menyadarkan aku dari pikiranku yang berpelesir. Aku menyambut tangannya dan merasakan tarikan kuat darinya. “Terima kasih,” ucapku seraya memperbaiki ulang pakaian Blouse berbund pinggang milikku.

Lelaki itu masih memajang diri di depanku. Terasa sangat aneh. Bagi orang lain mungkin dia akan segera meninggalkan tempat, tetapi ada yang aneh pada lelaki ini. Dia masih berdiri, tegap, seperti seorang model. Anehnya lagi, dia tetap memandangiku. Seulas senyum melukis di wajah tampannya. “Hai, namaku Aidan,” ucapnya tepat ketika retina mataku menangkap wajah oriental. Setelah melempar senyum dia menambahkan, “Jangan ingat namaku, karena kau tidak akan bisa melupakannya.”

Aku tertegun, bukan karena pesonanya, namun karena kalimat yang begitu narsis di pendengaran ku. 'Ya ampun, masih ada juga orang sepercaya diri ini, ya, di muka bumi ini? Kupikir sudah musnah semua, seiring perkembangan teknologi. Tuhan, aneh-aneh aja orang zaman sekarang' batinku “Namaku Amaira artinya, cinta. Jadi jangan jatuh cinta kepadaku karena sekali kamu jatuh kamu tidak akan sanggup berdiri untuk meninggalkanku.” 'Tuh, kan, aku jadi ikut-ikutan narsis, sih. Ah, malu rasanya' “Cantik.” Aidan melirih.

Keningku mengkerut mendengar kalimat yang terucap dari mulut tipisnya itu. “Hah?” ujarku. “Maksudku, suaramu cantik,” sambungnya mengulum senyum di balik tangannya. Aku mendengus sebal. Tidak bertahan lama, suara Chika kembali melengking dari kejauhan. Bersyukur, aku terselamatkan. Akhirnya aku memiliki alasan terkuat untuk menjauh dari lelaki narsis ini.

Tidak menghiraukan dia, aku melangkah, melewatinya begitu saja. Aku melanjutkan langkahku tanpa ingin menoleh ke belakang. Karena aku tidak ingin mengingat kalimat percaya dirinya yang membuatku jengkel itu. tapi seakan terkesan tiba-tiba, leherku bahkan kini sudah memutar melihat wajahnya yang masih tetap tersenyum menyaksikan punggungku yang semakin menjauh.

Terasa aneh, ternyata dia masih memandangiku sedari tadi. Dan tanpa kusadari aku pun menyungging sebuah senyum dan sekali lagi mempermalukan diriku. Hm, aku menubruk lagi sisi bangku panjang yang tidak ku lihat keberadaannya. Lelaki itu terkekeh melihat kekonyolanku. “Ra, cepat!” suara Chika lagi.

 

*****

Di ruang tunggu, Chika terlihat merengut melihat Amaira memijat-mijat betisnya “Lo kenapa, Ra?” tanyanya melepas majalah yang sejak tadi di tangannya. “Eh, aku kejedok bangku, Chi,” jawabku sekenanya.

Chika kembali lagi mengacuhkan ku, aku bersuara lagi, mengingat kesialan yang ku alami hari ini. “Chi, hari ini tanggal berapa?”

“13,” jawabnya, “Astaga! Ya Tuhan! Ampuni aku!” seruku menepuk keningku. Responku menarik perhatian Chika. Gadis itu menatap heran ke arahku.”Lo, kenapa? Kena sial lagi?” sidiknya. Benar, Chika hafal benar dengan apa yang kusukai dan ku benci. Bahkan dia tahu betul jika aku sangat membenci angka '13. Dia tahu aku sangat menghindari apapun, dan aktivitas apapun pada tanggal itu. Dan setiap kesialan yang ku hadapi pasti aku sangkut pautkan dengan tanggal itu. Termasuk kejadian hari ini.

“Hari ini bertubrukan dengan seorang cowok, Chi,” tutur ku. “Lo, serius?” sidiknya lagi. “Iya. Cowoknya, sih, cakep, tapi ….” kalimatku men-jeda. “Tapi kenapa? Buta? Atau tuna rungu?” tebaknya. “Nggak, dia narsis banget. Masak, baru ketemu dia udah kasih peringatan agar aku nggak boleh ingat namanya. Ya ampun, apa dia pikir aku se-berharap itu ingin mengingat namanya. Please never!”

“Kirain apa. Elo, tuh, ya, nggak pernah sepi dari mahluk ber-sperma itu, ya, Ra. Heran, deh, gue.” Terdengar lucu, protesan Chika kali ini memang tidak ku ambil hati. Karena memang benar adanya. Sejak aku tumbuh remaja dan melewati masa pubertas ku, aku memang tidak pernah nge-jomblo. Bergonta-ganti pacar, tapi bukan karena mau ku, melainkan karena memang hubungan kami yang sudah berakhir. Sehari setelah putus dari pacarku aku pasti akan mendapatkan pacar lagi. Dan itu terjadi berulang-ulang kali.

Tidak heran jika setiap gadis yang mengaku rivalku selalu iri, namun apa dayaku, lelaki itu yang mengejarku, bukan sebaliknya. Satu hal yang harus kalian ketahui, aku paling antisex, baik itu berupa kiss maupun sex ranjang. Jadi firstkiss ku masih AMAN untuk suamiku nanti. Dan alasan itulah selalu menjadi alasan cowok memutuskan ku.

Di sisi lain deretan bangku, pada ruang tunggu yang sama, ada Aidan dan Mikey yang juga sedang membahas pertemuan Amaira dan Aidan. Kening Mikey mengkerut, ketika menemukan Aidan terkekeh berulang kali seraya menatap sejurus ke arah lelaki yang duduk berseberangan dengan mereka. Lelaki itu fokus pada bacaan majalahnya sehingga tidak menyadari jika ada seseorang yang menertawakannya. “Aidan, lo sehat, kan?” tanya Mikey, menyentuh kening sahabatnya itu.

Terkejut dengan sikap Mikey, laki-laki itu berubah kesal, dan kembali pada iPad-nya. “Apa-apaan, sih, lo. Jelas gue sehat, lah.” Ketusnya. “Syukur, deh, gue khawatir lo ganti selera.” Mikey menyewot dan melanjutkan, “Gue pikir lo ganti selera, menyukai orang yang sejenis dengan lo, sama-sama penghasil sperma.” Aidan masih diam, tidak menanggapi gangguan Mikey. “Gue baru ketemu bidadari, Mikey,” celetuknya. “Hah? Sepagi ini?” sahut Mikey. “Hm, bidadari subuh, cantik wajah dan suaranya. Mendengar suaranya, jagoan gue berkata ‘Hore’ lo tahu nggak.” Aidan mengucapkan kalimat itu dengar raut jaimnya. Jelas membuat Mikey mendelik “Ihh, dasar Ceo mesum,” tanggap Mikey.

Aidan hanya terkekeh mendengar kekesalan Mikey yang berhasil dibuat penasarannya. “Awas aja. Ingat, tante belum menyerah buat siapain lo deretan perempuan di dunia ini untuk kencan buta lo,” sinisnya lagi. “lo tenang aja, gue akan buat Mommy, untuk tutup buku buat bikin jadwal lagi. Dan Amaira adalah pilihan gue.”

“Oh, jadi nama, tuh, cewek, Amaira, ya?” celetuk Mikey yang berhasil mendapatkan informasi, wanita yang sudah berhasil membuat Aidan menjadi tidak waras. “Kalau dia tidak mau, bagaimana?”

“Lo lupa ya siapa gue? Gue Aidan Prakoso, orang terkaya nomor satu se-Asia. Banyak wanita meng-antri buat gue kencani. Banyak yang bermimpi untuk berjalan dengan gue bahkan hanya untuk satu meja makan dengan gue.” Bangganya. “Tapi riset membuktikan, lo masih jomblo sampai detik ini, Bro. Masih berbangga hati lo?” sindir Mikey memutuskan kalimat Aidan.

“Itu karena gue orang yang selektif, Mike. Gue nggak mau garis keturunan keluarga Prakoso, jatuh ke sembarangan wanita. Air tajin gue berharga, Bro. masak iya gue lelang. Maaf ya.” “Aihh, bilang aja lo nggak laku.” Mikey memutar bola matanya.

Lelaki itu beringsut berdiri begitu telinganya menangkap suara informan dari speaker, meminta para penumpang maskapai untuk segera menuju kabin pesawat. Mikey meninggalkan Aidan yang sudah terlihat kesal. Namun dalam hatinya ia sangat senang karena berhasil menjahili sahabatnya itu.