PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Youtuber Amatir Love Story

Youtuber Amatir Love Story

Penulis:Atna86

Berlangsung

Pengantar
Cemara Candra seorang mahasiswi tingkat akhir di sebuah universitas, akibat kebosanan dengan skripsinya dia memilih mencoba dunia youtube. Tak disangka, ditengah keruwetan jatah bulanan, romansa tetangga kosn juga partisipan skripsi yang tak kunjung klik jadwal. Cemara yang akrab disapa Ara justru ketiban pulung disewa oleh CEO kaya raya. Seperti apa nnasib cemara ditangan CEO itu? Apakah dia akan diperlakukan selayaknya tukang pijet, lantaran dia mengambil jurusan fisioterapi. Atau dia akan dijadikan istri kontrak seperti di novel-novel pujaannya. Entahlah.
Buka▼
Bab

“Ya ampun! Kamar kayak runtuhan titanic,” Reta masuk kamarku tanpa permisi dengan suaranya serupa bom

“Apaan sih. Suh ... suh, enyahlah dari kamarku! Bu Sinden.” Aku mengusir Reta dengan mata yang masih terpejam.

“Jam berapa semalam kamu pulang? Nyari responden?” Tanya Reta tanpa peduli dengan usiranku.

“Enggak, aku bikin vlog. Duh, belum jadi aku makan rawon mercon edan, eh aku ketemu wong edan,” ceritaku.

“Kamu sendiri juga masuk kriteria wong edan, Ra,” celetuk Reta.

“Sialan!” kulemparkan selimut ke wajah Reta.

Reta sahabat serasa saudara untukku, meski dia beda jurusan denganku. Namun kami selalu berbagi cerita, dia yang tau betapa kurang kerjaannya diri ini, ditengah kesibukan skripsi yang tak kunjung usai, aku justru mencari kesibukan sebagai youtuber. Alih-alih ingat pesan keluarga di rumah, aku mencoba mengatasi kejenuhan yang membara dengan menjalani profesi youtuber abal-abal.

Rafathar aja bisa sukses jadi youtuber, gaung kalimatku kala itu. Yang tentu langsung dicibir habis oleh Reta. Katanya, otak di kepalaku memang sungguh berukuran kecil, serupa amoba.

“Jelas saja Rafathar cuma potong rambut yang nonton banyak, secara anak selebritis. Lah kamu, anak sultan bukan, anak ilmuwan bukan. Yang diliput makanan, sedangkan kamunya pemilih makanan. Kalau mau, makan daun talas tanpa olah, mungkin banyak yang nonton,” terang Reta menggebu.

“Kamu aja, aku ogah. Mulut dower iya. Video laku kagak. Udah kayak titisan lambe turah aku nanti.” bibirku maju lima centi ke arah Reta.

“Bagus dong, kan kayak sulam bibir alami.” Reta menanggapi.

“Ah sudahlah. Kenapa kamu pagi-pagi sudah ribut di kamarku,” tanyaku akhirnya.

“Cepetan bersiap, kamu sudah janji mau nemenin aku hari ini,” jelas Reta.

“Ups! Maaf aku lupa,” kataku sambil menepuk jidat.

“Sudah kuduga, cepetan mandi tar keburu siang.” Reta mendorong badanku masuk ke kamar mandi.

Kamar kosn yang tidak lebar ini memudahkan Reta mendorongku tadi. Posturnya yang tinggi besar, rambut lurus tebal nan hitam. Hidung mancung seolah menantang lawan. Kulitnya bersih, sesuai dengan pembawaannya. Reta memang orang yang rapi nan bersih. Cocok sekali dia menjadi mahasiswa kedokteran.

Pertemuan tak sengaja antara aku dan Reta dulu, saat kami menjadi mahasiswa baru. Reta yang berjiwa baik nan dermawan, menawari aku yang kehausan sebotol minuman, hampir diriku dehidrasi lantaran dikerjai para senior. Hari pertama ospek digabung satu fakultas. Aku yang memutuskan mengambil jurusan fisioterapi memang satu fakultas dengannya yang anak gedongan calon ibu dokter.

Beruntung setelah pertemuan pertama dengan Reta, tak ada senior yang mengerjaiku sampai hampir dehidrasi lagi. Singkat cerita, berkat pertemuan itu Reta sering mampir ke kosnku. Jangan ditanya selanjutnya siapa yang lebih sering merepotkan. Pastilah aku. Uang kiriman dari kampung yang sering datang terlambat lantaran panen belum terjual. Maklumlah, jatahku selalu pas-pasan, Reta adalah bu sinden yang selalu menjadi dewi fortuna bagiku. Meminjamiku uang.

Tak butuh waktu lama, aku sudah selesai dengan urusan mandi. Bak melejit mendekati kecepatan cahaya, segera aku merias diri. Baju yang kupakai kali ini, sudah disiapkan Reta sekitar lima hari lalu. Dres berwarna hitam berpadu sentuhan warna merah marun pada bagian ujung lengan, sedikit manik-manik cantik di bagian depan menambah kesan mewah. Memang bahan baju ini serupa sutra mungkin, aku sendiri tak pernah memakai bahkan melihat langsung baju berbahan sutra yang konon kabarnya halus. Bagiku, baju berbahan katun udah the best.

Tatanan rambut ku buat ekor kuda agar memperlihatkan leher jenjang, pastinya bukan ekor kuda seperti biasanya. Kalau biasanya ekor kuda poni, maka kali ini ekor kuda liar sumbawa. Semoga lebih mewah kesannya. Dengan tambahan bedak tipis yang kusapukan pada wajah dan lipbalm warna pink, aku siap berangkat. Sial, sepertinya Reta ingin mengerjaiku lebih dalam, sepatu setinggi lima belas senti sebagai desert penampilanku.

Reta yang sedari tadi menunggu sambil membaca serial manga Tokyo Revenger, kini tersenyum penuh arti menatapku. Entahlah, aku sahabat macam apa. Karena aku tak mampu mengartikan ekspesinya kini.

Aku dan Reta segera keluar dari kamar kosn, setelah notifikasi dari taksi online masuk ke telepon seluler milik Reta. Meski tak pernah menceritakan secara gamblang perekonomian keluarganya, aku cukup paham jika Reta terlahir dari keluarga ekonomi atas.

“Sebenarnya acara apaan si ini, Bu sinden?” tanyaku untuk kesekian kali sedari kemarin-kemarin.

“Udahlah, cukup kamu temenin aku, no coment,” Jelasnya.

Setelahnya, aku memilih diam dan mengakhiri kepo. Di dalam taksi online ini, Reta sibuk dengan telpon selularnya. Sedangkan aku memilih memejamkan mata, tapi pendengaranku menyala sempurna pada musik di dalam taksi online ini. Biasanya aku akan menyalakan video youtube milik sendiri untuk menambah jam tayang. Lumayan, meski chanel milikku belum diminati banyak orang. Namun bagiku, chanelku adalah ramuan pengusir bosan pada skripsiku yang jalan di tempat. Wong edan semalam telah menyita telepon pintar yang tak seberapa bagus itu.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, bagiku tidur ayam sambil mendengarkan musik mampu membunuh waktu, pengusir jenuh perjalan yang diselimuti penasaran. Taksi online ini menepi di sebuah hotel berbintang.

Demi Neptunus, tempat yang sangat mewah ini seolah tak menerimaku. Aku minder dan memilih diam. Kutepis itu segera, mendingan berfikir untuk menikmati makanan yang jarang kumakan. Beruntung aku sempat memasukan kantong plastik ke dalam tas bermerek guci pinjaman Reta ini. Itung-itung waktu untuk menemaninya berujung penghematan. Pintar sangat aku memang, berjalan aku mengikuti langkah anggun Reta.

“Bang, maaf lama nunggu,” suara Reta mengusik konsentrasiku yang sedang mengimbangi langkah anggunnya.

“Hmmm...,” Jawab seseorang yang dipanggil Reta.

“Kenalin, Bang. Ini Cemara sahabatku yang sering aku ceritakan,” kata Reta lagi.

Aku merasa jadi upik abu yang sedang berada di gelanggang pesta para anak raja. Hingga sedari tadi, aku hanya fokus pada cara jalanku. Tepukan tangan sahabatku di bahu, mengejutkanku.

“Eh iya, ada apa?” tanyaku.

“Jangan bengong, kenalin ini abangku,” jawab Reta.

“Kamu!” seruku.